JAKARTA - Setiap tanggal 1 Mei, dunia berhenti sejenak untuk merayakan salah satu elemen vital dalam roda perekonomian global: para buruh. Hari Buruh Internasional atau May Day bukan hanya sekadar peringatan seremonial, tetapi juga sebagai momen refleksi tentang kontribusi buruh terhadap kemajuan peradaban modern. Sebagai pilar utama dalam sistem produksi barang dan jasa, buruh sering kali menjadi kelompok yang terlupakan, meskipun mereka adalah kekuatan yang menopang ekonomi dunia.
Eksistensi Buruh dalam Ekosistem Bisnis Global
Buruh hadir dalam berbagai sektor, dari pekerja pabrik, buruh bangunan, petani, hingga profesional di sektor teknologi tinggi. Di balik setiap produk yang kita konsumsi, layanan yang kita nikmati, dan infrastruktur yang kita gunakan, ada kerja keras para buruh yang berperan besar dalam menjaga keberlangsungan dunia bisnis.
Namun, meskipun buruh memiliki peran yang sangat krusial, kenyataan menunjukkan bahwa mereka sering kali terpinggirkan dalam struktur ekonomi global. Ketimpangan struktural seperti upah rendah, jam kerja panjang, dan kurangnya jaminan sosial masih menjadi masalah besar. “Buruh adalah mitra strategis dalam menjalankan roda perekonomian, bukan sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi,” kata Dwi Hastuti, seorang ahli kebijakan ketenagakerjaan. Banyak perusahaan, di berbagai belahan dunia, masih memandang buruh sebagai faktor produksi yang dapat digantikan dengan mudah demi efisiensi biaya.
Di dunia yang semakin mengedepankan efisiensi dan profitabilitas, sering kali martabat buruh terabaikan. Dalam situasi ini, ada urgensi untuk menyadari bahwa bisnis yang berkelanjutan tidak bisa dipisahkan dari kesejahteraan pekerja. Dunia usaha perlu bertransformasi dari paradigma eksploitatif menuju paradigma yang lebih manusiawi dan menghargai buruh sebagai mitra penting dalam pencapaian tujuan bersama.
Hari Buruh dalam Perspektif Islam: Mengangkat Martabat Pekerja
Islam sebagai agama yang menekankan nilai-nilai keadilan dan penghormatan terhadap sesama manusia, hadir sebagai jawaban terhadap ketimpangan yang dihadapi buruh. Dalam ajaran Islam, pekerjaan dipandang sebagai ibadah, dan setiap upaya manusia untuk memperoleh nafkah yang halal memiliki nilai spiritual yang tinggi di sisi Allah SWT.
Sebagai contoh, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering" (HR. Ibnu Majah). Hadis ini menunjukkan pentingnya menghargai kerja keras para buruh dengan memberikan hak-hak mereka tepat waktu, sesuai dengan kesepakatan. Islam juga menekankan untuk tidak memandang pekerjaan fisik sebagai pekerjaan yang rendah, melainkan sebagai kegiatan yang mulia sepanjang dilakukan dengan niat yang baik dan jujur. “Islam tidak membedakan antara pekerjaan intelektual dan manual, keduanya memiliki martabat yang setara,” ujar Prof. Muhammad Anwar, seorang pakar ilmu keislaman.
Dalam sejarah Islam, para khalifah seperti Umar bin Khattab telah menunjukkan perhatian besar terhadap kesejahteraan pekerja. Mereka diberikan hak-hak dasar seperti tempat tinggal yang layak, akses kesehatan, dan jaminan sosial yang menjamin martabat mereka tetap terjaga.
Ketimpangan dan Tantangan Pekerja di Era Globalisasi
Di tengah revolusi industri 4.0 dan perkembangan teknologi yang pesat, tantangan yang dihadapi oleh para pekerja semakin kompleks. Disrupsi teknologi, otomatisasi, dan pasar tenaga kerja yang semakin fleksibel, semakin melemahkan posisi tawar buruh. Banyak pekerja khawatir akan kehilangan pekerjaan mereka akibat kemajuan teknologi, sementara sebagian lainnya terjebak dalam kondisi kerja yang tidak aman dan tidak sehat.
Reformasi struktural dalam kebijakan ketenagakerjaan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja terlindungi. Pemerintah dan dunia usaha harus bekerja sama untuk menciptakan sistem yang tidak hanya mengutamakan profit, tetapi juga kesejahteraan pekerja. Dunia usaha, menurut Dwi Hastuti, perlu berpindah dari konsep hubungan kerja yang bersifat eksploitatif menjadi hubungan yang lebih berkeadilan dan sinergis antara pekerja dan pemberi kerja.
Selain itu, dalam perspektif ekonomi global, memperlakukan buruh secara adil berdampak langsung pada produktivitas dan stabilitas ekonomi. Buruh yang sejahtera akan lebih produktif dan loyal terhadap perusahaan. Ini menunjukkan bahwa keberpihakan terhadap buruh bukan hanya masalah moral, tetapi juga pilihan strategis dalam membangun bisnis yang berkelanjutan.
Memperkuat Posisi Buruh untuk Menciptakan Ekosistem Bisnis yang Berkeadilan
Buruh seharusnya tidak dilihat sebagai beban dalam struktur biaya perusahaan, melainkan sebagai aset yang penting. Filosofi manajemen modern pun semakin bergerak menuju pemberdayaan sumber daya manusia, yang artinya produktivitas datang dari penghargaan dan pemberian kepercayaan, bukan dari tekanan atau eksploitasi.
“Buruh adalah pilar yang tak tergantikan dalam dunia usaha. Tanpa mereka, tidak akan ada produk yang dihasilkan, dan perusahaan pun tidak dapat berkembang,” kata Arya Surya, seorang konsultan manajemen SDM. Oleh karena itu, perusahaan perlu memastikan bahwa buruh mendapatkan upah yang layak, perlindungan sosial yang memadai, dan akses terhadap kesempatan pengembangan karir.
Penting juga untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, serta memberikan kesempatan kepada pekerja untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berpengaruh pada nasib mereka. Hal ini akan memperkuat loyalitas pekerja dan meningkatkan stabilitas perusahaan di tengah tantangan global yang semakin berat.