JAKARTA - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), sebagai salah satu perusahaan pelat merah yang mengelola jaringan jalan tol nasional, tengah menghadapi dinamika kinerja keuangan yang cukup menantang pada paruh pertama tahun ini. Meski tetap aktif menyalurkan pendanaan besar untuk mendukung proyek-proyek strategis nasional, perseroan mencatat penurunan baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
Total pendapatan yang dibukukan Jasa Marga pada semester pertama tahun ini mencapai Rp12,94 triliun. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar 0,99% dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp13,07 triliun. Meski secara nominal tidak terpaut jauh, koreksi ini menjadi indikator awal bahwa tekanan biaya dan dinamika operasional mulai memengaruhi performa keuangan perusahaan.
Sumber utama pendapatan Jasa Marga tetap berasal dari bisnis inti mereka, yaitu pendapatan tol, yang tercatat sebesar Rp8,78 triliun. Angka ini justru mengalami pertumbuhan 4,89% secara tahunan dari sebelumnya Rp8,37 triliun. Selain itu, pendapatan usaha lainnya menyumbang Rp695,52 miliar, sedangkan pendapatan konstruksi mencapai Rp3,46 triliun. Meningkatnya pendapatan tol di tengah penurunan total pendapatan mencerminkan adanya tekanan dari pos pendapatan konstruksi dan usaha lainnya yang tidak cukup kuat menahan laju penurunan.
Namun demikian, di balik pendapatan tersebut, beban operasional yang harus ditanggung Jasa Marga juga tidak kecil. Beban tol dan usaha lainnya mencapai Rp3,89 triliun, diikuti oleh beban konstruksi sebesar Rp3,43 triliun. Selain itu, beban umum dan administrasi tercatat sebesar Rp996,11 miliar, beban keuangan sebesar Rp1,63 triliun, dan beban pajak penghasilan sebesar Rp762,91 miliar. Kombinasi dari berbagai beban ini menyebabkan laba bersih Jasa Marga mengalami penurunan cukup signifikan.
Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk JSMR pada akhir semester pertama tercatat sebesar Rp1,87 triliun. Angka ini merosot 20,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,34 triliun. Penurunan ini juga tercermin pada laba per saham, yang turun dari Rp323,37 menjadi Rp257,81.
Dalam kondisi tersebut, total aset Jasa Marga tercatat sebesar Rp145,38 triliun. Sementara itu, total liabilitas mencapai Rp87,1 triliun, dan total ekuitas berada pada posisi Rp58,28 triliun. Rasio ini menunjukkan struktur keuangan perusahaan masih relatif kuat, namun tekanan pada laba tetap menjadi perhatian.
Menariknya, meskipun berada dalam situasi penurunan kinerja keuangan, Jasa Marga tetap menunjukkan komitmen kuat terhadap keberlanjutan proyek-proyek jalan tol strategis nasional. Dalam periode tersebut, perseroan tercatat menyalurkan dana dalam bentuk shareholder loan (SHL) kepada enam anak usahanya dengan nilai total mencapai Rp9,6 triliun. Aksi ini dilakukan sebagai langkah dukungan terhadap operasional dan keberlanjutan proyek jalan tol yang tengah dijalankan.
Pendanaan terbesar diarahkan kepada PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS), yang menerima total Rp6,93 triliun dalam dua tahap. Tahap pertama senilai Rp375 miliar, dan tahap kedua mencapai Rp6,56 triliun. Dana ini digunakan untuk pelunasan pinjaman investasi lebih awal serta memenuhi kebutuhan likuiditas. Aksi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan JBS dan memperkuat posisi anak usaha dalam mengelola kewajiban keuangannya, sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kredit Investasi.
Selain JBS, PT Jasamarga Kualanamu Tol (JMKT) juga memperoleh alokasi dana sebesar Rp1,9 triliun. Langkah ini diambil untuk mendukung pengembangan dan penyelesaian proyek-proyek penting yang menjadi bagian dari rencana konektivitas nasional di wilayah Sumatera.
Di sisi lain, PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) menerima SHL sebesar Rp355 miliar melalui PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT), yang menjadi entitas pengelola jaringan tol di koridor Pulau Jawa. Sementara itu, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) juga turut mendapat kucuran dana senilai Rp116,49 miliar.
Aksi pendanaan masif ini menunjukkan bagaimana Jasa Marga tetap menjalankan fungsinya sebagai penggerak infrastruktur nasional meskipun tengah menghadapi tekanan pendapatan dan laba. Dalam jangka pendek, aksi korporasi seperti ini memang dapat menekan margin keuntungan. Namun dalam jangka panjang, investasi strategis ke proyek jalan tol di berbagai wilayah diharapkan memberikan dampak positif terhadap arus kas dan kelangsungan bisnis secara keseluruhan.
Langkah-langkah ini juga menunjukkan komitmen Jasa Marga terhadap pembangunan infrastruktur jalan tol yang menjadi tulang punggung konektivitas nasional. Dengan tetap memperkuat anak usaha melalui pendanaan internal, perseroan menegaskan strategi jangka panjang yang menempatkan keberlanjutan proyek sebagai prioritas utama.
Meski kinerja semester pertama masih mengalami tekanan, strategi ekspansi dan pendanaan yang dilakukan Jasa Marga menunjukkan arah optimisme. Apabila proyek-proyek yang tengah dibiayai tersebut berhasil diselesaikan sesuai target, maka peluang pemulihan dan pertumbuhan laba di semester berikutnya masih sangat terbuka.