Harga Batu Bara Menguat, Namun Tekanan Koreksi Mulai Mengintai

Senin, 28 Juli 2025 | 11:34:35 WIB
Harga Batu Bara Menguat, Namun Tekanan Koreksi Mulai Mengintai

JAKARTA - Kenaikan harga batu bara global dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian pelaku pasar energi dan industri pembangkit listrik. Meski komoditas si “batu hitam” mencatatkan tren kenaikan signifikan, sejumlah indikator teknikal menunjukkan potensi koreksi dalam waktu dekat. Hal ini membuat prospek harga batu bara pada pekan ini menjadi sorotan, apakah masih bisa melanjutkan penguatan atau mulai terkoreksi akibat kondisi pasar yang mulai jenuh beli.

Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, harga batu bara di ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan depan ditutup pada level US$113,75 per ton, mengalami kenaikan 0,57% dari hari sebelumnya. Ini merupakan posisi tertinggi sejak awal Februari, menandai lonjakan harga yang cukup signifikan dalam lebih dari lima bulan terakhir.

Jika dilihat secara mingguan, harga batu bara membukukan penguatan sebesar 3,03% secara point-to-point. Bahkan dalam rentang sebulan terakhir, harga tercatat naik hingga 7,16%, mengindikasikan kuatnya tekanan beli dari sisi permintaan.

Lonjakan Permintaan Dorong Reli Harga

Kenaikan harga batu bara tidak lepas dari pengaruh musim panas di belahan bumi utara. Cuaca panas ekstrem mendorong penggunaan perangkat pendingin udara (AC) secara masif, terutama di wilayah seperti Amerika Serikat, India, dan sebagian Eropa. Imbasnya, permintaan listrik meningkat tajam dan kebutuhan akan sumber energi, termasuk batu bara, turut melonjak.

Menurut laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA), permintaan global terhadap batu bara diperkirakan akan mencetak rekor baru tahun ini. Meski China mengalami sedikit penurunan konsumsi, peningkatan signifikan di negara-negara lain mampu menutupi kekurangan tersebut.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat, penggunaan batu bara pada paruh pertama tahun ini meningkat sebesar 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penyebab utama peningkatan ini adalah lonjakan konsumsi listrik nasional.

Sementara itu, India juga mencatat pertumbuhan permintaan batu bara sebesar 1,3%. Kenaikan permintaan dari kedua negara ini cukup untuk menyeimbangkan penurunan konsumsi di China yang diperkirakan menurun 0,5%.

Fakta ini menguatkan posisi batu bara sebagai salah satu komoditas energi utama dunia, terutama dalam konteks pembangkitan listrik. Indonesia, sebagai eksportir batu bara termal terbesar di dunia, masih memegang pangsa pasar sekitar 40% dari total ekspor batu bara global. Ini menjadikan dinamika harga batu bara global sangat relevan terhadap perekonomian nasional dan penerimaan negara dari sektor ekspor.

Sinyal Teknikal: Potensi Koreksi Harga Mulai Terbentuk

Meski tren harga menunjukkan penguatan, tidak sedikit analis pasar yang mewaspadai potensi koreksi dalam waktu dekat. Dari perspektif teknikal mingguan, batu bara saat ini berada dalam zona bullish, sebagaimana ditunjukkan oleh Relative Strength Index (RSI) yang berada di angka 54.

Secara umum, RSI di atas angka 50 mengindikasikan sentimen pasar yang masih positif atau dalam tren naik. Namun karena RSI batu bara tidak terlalu jauh dari angka 50, maka posisinya bisa dibilang netral, dengan ruang pergerakan dua arah: bisa melanjutkan kenaikan, namun juga rawan koreksi jika ada tekanan jual.

Hal yang lebih mencolok terlihat dari indikator Stochastic RSI yang telah menyentuh angka 91. Angka ini sudah berada di atas level 80, yang secara teknikal masuk dalam kategori overbought atau jenuh beli. Kondisi ini sering kali menjadi sinyal bahwa harga suatu aset sudah terlalu tinggi dalam waktu singkat, sehingga potensi penurunan mulai membayangi.

Arah Harga Pekan Ini: Antara Support dan Resistance

Dengan kondisi teknikal yang mulai menunjukkan sinyal tekanan jual, beberapa level penting menjadi acuan pelaku pasar untuk menentukan arah harga batu bara dalam jangka pendek.

Target support terdekat berada pada level US$110 per ton, yang bertepatan dengan garis Moving Average (MA) 5. Jika harga menembus level ini, maka kemungkinan besar harga akan melanjutkan penurunan ke MA-10 di kisaran US$107 per ton.

Lebih lanjut, jika tekanan jual terus berlanjut, target penurunan yang paling pesimistis berada di level US$102 per ton, yang menjadi support terjauh dalam analisis pekan ini.

Sementara itu, untuk potensi kenaikan, resisten terdekat berada di angka US$119 per ton. Jika harga mampu menembus level ini dengan volume dan momentum yang cukup, maka ada peluang untuk menguat lebih lanjut ke US$128 per ton, yang menjadi titik resistance psikologis berikutnya.

Reli Bisa Berlanjut, Tapi Waspadai Koreksi

Kombinasi antara lonjakan permintaan energi akibat musim panas dan data fundamental yang positif telah mendorong harga batu bara ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Namun sinyal teknikal mulai menunjukkan adanya tekanan dari sisi jenuh beli, yang berpotensi menahan atau bahkan membalikkan tren harga jika tidak diimbangi dengan katalis penguatan tambahan.

Pelaku pasar disarankan mencermati dengan saksama pergerakan harga dalam beberapa hari mendatang, terutama jika terjadi penembusan level support. Meski fundamental batu bara masih kuat dalam jangka menengah, dalam jangka pendek, volatilitas tetap menjadi risiko yang perlu diantisipasi.

Dengan kondisi global yang terus bergerak dinamis, harga batu bara tetap menjadi salah satu indikator penting dalam memantau stabilitas sektor energi dan perdagangan internasional Indonesia.

Terkini