PAD Wisata Bondowoso dari Ijen Masih Seret

Selasa, 15 Juli 2025 | 14:36:44 WIB
PAD Wisata Bondowoso dari Ijen Masih Seret

JAKARTA - Meningkatnya jumlah wisatawan yang memadati Kawah Ijen ternyata belum mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bondowoso. Meski destinasi ini menjadi magnet utama bagi turis domestik maupun mancanegara, potensi pemasukan dari sektor wisata tersebut belum bisa dinikmati daerah secara maksimal.

Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso, Mulyadi, mengungkapkan realitas pahit yang dialami pemerintah kabupaten. Kawasan Paltuding di Kawah Ijen yang menjadi pusat kunjungan wisatawan justru berada di bawah pengelolaan langsung pemerintah pusat melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), bukan oleh pemerintah daerah.

“Memang kunjungan kita membludak. Tapi terpusat ke Ijen. Sedangkan di Ijen kami belum dapat apa-apa, karena itu masuk ke APBN,” ujar Mulyadi seusai rapat koordinasi bersama DPRD dan Perhimpunan Hotel Indonesia Bondowoso (PHIG).

Menurutnya, seluruh retribusi wisata dari kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen disetorkan ke kas negara, dan pemerintah kabupaten hanya memperoleh bagian dalam bentuk dana bagi hasil dari pemerintah pusat. Sayangnya, mekanisme ini membuat Bondowoso tidak bisa mengklaim langsung dana tersebut sebagai PAD murni.

“Karena di Paltuding Ijen itu wilayah BKSDA. Kami memang mengakui tidak dapat apa-apa. Hanya parkir saja. Kalau parkir itu berapa cuma?” keluh Mulyadi.

Pernyataan tersebut menjadi cermin dari ketimpangan antara tingginya potensi wisata dan minimnya dampak finansial yang dirasakan daerah. Meski wisatawan terus berdatangan, hasil yang diperoleh daerah seolah tidak sebanding.

DPRD Soroti Ketimpangan Pengelolaan

Ketimpangan pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah ini turut mendapat perhatian serius dari kalangan legislatif. Wakil Ketua DPRD Bondowoso, Sinung Sudrajad, menyatakan komitmennya untuk membawa isu tersebut ke tingkat yang lebih tinggi. Ia menegaskan bahwa akan segera dilakukan konsultasi dengan BKSDA dan Kementerian Lingkungan Hidup guna mencari solusi terbaik bagi kepentingan daerah.

“Itu terkait dengan BKSDA. Insya Allah dalam waktu dekat, kami akan segera konsultasi dengan pihak BKSDA dan kementerian lingkungan hidup,” kata Sinung.

Langkah ini dianggap penting agar peran daerah dalam pengelolaan kawasan wisata unggulan seperti Kawah Ijen bisa diperkuat, dan tentunya berdampak positif terhadap keuangan daerah.

Sorotan Fraksi DPRD: Wisatawan Meningkat, PAD Tidak Bergerak

Tidak hanya dari kalangan pimpinan DPRD, sorotan juga datang dari fraksi di parlemen daerah. Dalam Rapat Paripurna DPRD Bondowoso, Fraksi PDI Perjuangan secara tegas mempertanyakan mengapa peningkatan jumlah wisatawan mancanegara belum berbanding lurus dengan pertumbuhan PAD.

Juru bicara fraksi, Sofi Indriasari, menyampaikan bahwa kondisi tersebut menunjukkan perlunya langkah konkret dari pemerintah daerah untuk menggali dan memaksimalkan potensi pariwisata sebagai sumber pendapatan daerah.

“Kunjungan wisatawan mancanegara yang terus meningkat ke Ijen tidak memberi dampak signifikan pada PAD,” tegas Sofi.

Ia juga menyampaikan harapan agar Bupati Bondowoso, Abdul Hamid Wahid, bersama jajaran eksekutif segera mengambil langkah strategis agar sektor wisata dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.

“Supaya kehadiran wisatawan tidak hanya membawa jejak kaki, tapi juga kontribusi nyata bagi pendapatan daerah,” imbuhnya.

Peluang Besar yang Belum Tergarap

Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat peluang besar yang belum sepenuhnya tergarap di sektor pariwisata. Kawah Ijen sebagai destinasi andalan memiliki daya tarik yang sudah dikenal luas, bahkan hingga mancanegara, berkat fenomena blue fire dan lanskap eksotis pegunungan yang menyedot ribuan pengunjung tiap tahunnya.

Namun, dengan pengelolaan yang sepenuhnya berada di tangan pusat, daerah hanya bisa “menonton” perputaran uang yang terjadi di kawasan tersebut. Satu-satunya sumber pendapatan yang diperoleh saat ini hanyalah dari retribusi parkir kendaraan pengunjung jumlah yang tentu tidak sebanding dengan nilai ekonomi dari sektor wisata tersebut.

Perlu Revisi Regulasi dan Skema Kerja Sama

Para pengamat dan pegiat wisata di daerah mulai mendesak adanya revisi dalam regulasi dan pola kerja sama antara pusat dan daerah dalam pengelolaan kawasan wisata. Salah satu usulan yang mengemuka adalah pembentukan skema co-management, di mana pemerintah daerah turut dilibatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi yang memiliki potensi ekonomi tinggi.

Skema ini memungkinkan daerah memiliki ruang lebih besar dalam mengatur operasional, mengelola retribusi, serta mendesain paket wisata yang berdampak langsung terhadap PAD, tanpa melanggar ketentuan konservasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Sinergi Lintas Lembaga Jadi Kunci

Untuk mengatasi kebuntuan tersebut, sinergi antara pemerintah daerah, DPRD, BKSDA, dan kementerian terkait menjadi hal krusial. Koordinasi dan komunikasi lintas lembaga perlu ditingkatkan agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar berorientasi pada peningkatan kesejahteraan daerah, tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.

Jika tidak ada langkah strategis dan kebijakan afirmatif dari pusat untuk memberi ruang lebih luas kepada daerah, maka Bondowoso akan terus menjadi penonton dari geliat sektor pariwisata yang sejatinya berada di wilayahnya sendiri.

Terkini