Permainan Tradisional Lawan Ketergantungan Gadget

Selasa, 15 Juli 2025 | 14:55:12 WIB
Permainan Tradisional Lawan Ketergantungan Gadget

JAKARTA - Di tengah derasnya arus teknologi digital yang menyelimuti masa kanak-kanak generasi saat ini, suara bernada kuat datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi. Ia menyerukan pentingnya mengembalikan esensi masa kecil: bermain, berinteraksi, dan berimajinasi melalui permainan tradisional yang telah lama tersisih oleh kecanggihan layar sentuh.

Peringatan Hari Anak Nasional tahun ini diwarnai dengan pesan yang kuat dari pemerintah: kurangi gadget, kembali ke permainan tradisional. Kampanye ini bukan sekadar nostalgia, tapi juga bentuk intervensi konkret terhadap isu serius yang mengintai anak-anak Indonesia ketergantungan terhadap perangkat digital dan meningkatnya kekerasan anak.

"Hari Anak Nasional tahun ini berbeda. Tidak hanya terpusat di satu tempat, tapi dirayakan di seluruh sekolah di Indonesia," ujar Arifah saat menghadiri seminar nasional di Universitas Negeri Malang.

Tak sekadar menyoroti pola konsumsi digital anak, Arifah juga menekankan bahwa gadget telah menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan terhadap anak, selain pola asuh yang tidak sehat dan lingkungan sosial yang kurang kondusif. Ia menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak negatif penggunaan teknologi berlebih terhadap kesehatan mental dan fisik anak.

“Salah satu penyebab kekerasan terhadap anak adalah pola asuh, penggunaan gadget dan faktor lingkungan,” katanya tegas.

Menjawab kekhawatiran ini, Kementerian PPPA menginisiasi pendekatan berbasis kearifan lokal untuk merayakan Hari Anak Nasional pada 23 Juli. Serangkaian kegiatan menyenangkan dan edukatif dirancang untuk mendorong interaksi sosial yang sehat di lingkungan sekolah mulai dari senam bersama, permainan tradisional, menyanyikan lagu nasional dan daerah, hingga mendongeng tentang pahlawan nasional.

Semua kegiatan itu dilakukan serentak di seluruh sekolah Indonesia, sebagai bentuk desentralisasi perayaan agar pesan tentang pentingnya keseimbangan dalam kehidupan anak dapat tersampaikan langsung kepada akar rumput masyarakat.

“Agenda utama yaitu senam bersama, permainan tradisional, menyanyikan lagu nasional dan daerah, serta dongeng-dongeng pahlawan nasional,” jelas Arifah.

Lebih dari sekadar perayaan, kegiatan ini juga menjadi bentuk strategi pencegahan terhadap kekerasan anak. Menurut Arifah, interaksi sosial yang sehat di masa kecil akan membangun daya tahan mental anak dalam menghadapi tekanan sosial maupun lingkungan yang tidak sehat.

Dalam rangkaian kegiatan Hari Anak Nasional yang digelar di Universitas Negeri Malang, anak-anak dari jenjang PAUD hingga SMA turut mendapatkan layanan pemeriksaan kesehatan gratis. Pemeriksaan ini mencakup tekanan darah, tinggi dan berat badan, serta kondisi tubuh umum. Langkah ini mempertegas komitmen pemerintah dalam memperhatikan tumbuh kembang anak secara holistik baik secara fisik maupun mental.

Namun, pemerintah tidak berhenti pada aspek pencegahan. Kementerian PPPA juga memperkuat layanan pendampingan terhadap anak-anak korban kekerasan. Mulai dari penjangkauan sosial, pendampingan hukum, hingga kunjungan langsung dilakukan demi menjamin anak mendapat perlindungan maksimal dari negara.

“Semua bentuk kekerasan terhadap anak menjadi perhatian kami. Kami aktif melakukan pendampingan dan penjangkauan,” ujar Arifah menegaskan komitmen pemerintah.

Kampanye permainan tradisional ini sekaligus menjadi upaya membangun kesadaran bahwa teknologi, meski membawa manfaat, tetap membutuhkan batasan dan pendampingan. Anak-anak, dengan segala potensi dan kerentanannya, harus tetap dibiarkan menikmati dunia bermain mereka yang penuh warna—bukan sekadar dunia virtual yang pasif.

Di saat kekhawatiran tentang meningkatnya adiksi gadget menjadi topik hangat di berbagai negara, langkah Kementerian PPPA patut dicermati sebagai pendekatan lokal yang menyentuh akar budaya. Permainan seperti gobak sodor, engklek, congklak, atau petak umpet bukan hanya soal hiburan, tapi sarana pengembangan keterampilan sosial, motorik, dan emosional.

Semangat Hari Anak Nasional 2025 menjadi pengingat bahwa masa depan Indonesia bertumpu pada kualitas anak-anak hari ini. Dan seperti pesan yang ingin ditekankan oleh Menteri Arifah, tidak semua yang modern adalah solusi. Kadang, jawaban terbaik berasal dari kearifan yang nyaris terlupakan.

Terkini