JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajukan penambahan anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp 52,01 triliun, dengan alasan perlunya dukungan terhadap program strategis yang belum tercakup dalam pagu indikatif awal. Usulan ini muncul dari kebutuhan untuk mengoptimalkan kebijakan fiskal, pengelolaan belanja negara, dan memperkuat layanan publik, termasuk dalam aspek digitalisasi sistem keuangan negara.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pagu awal yang diberikan kepada Kemenkeu senilai Rp 47,13 triliun dianggap belum cukup mencakup seluruh agenda besar kementerian. Oleh karena itu, diperlukan tambahan anggaran sebesar Rp 4,88 triliun agar seluruh target dan transformasi strategis bisa terlaksana secara maksimal.
"Sehingga secara keseluruhan kami usul pagu anggaran Kemenkeu sebesar Rp 52,02 triliun, yaitu Rp 47,13 triliun ditambah Rp 4,88 triliun," ujarnya saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.
Penambahan anggaran ini diharapkan bisa mencakup berbagai program penting yang sebelumnya belum mendapatkan alokasi. Beberapa di antaranya termasuk pembiayaan kebijakan fiskal, peningkatan layanan manajemen, pengelolaan penerimaan dan belanja negara, hingga digitalisasi layanan perbendaharaan dan tata kelola risiko.
Distribusi Alokasi Anggaran: Fokus pada Efisiensi dan Dampak Luas
Rencana penambahan ini bukan sekadar menambah jumlah, melainkan dialokasikan secara strategis berdasarkan fungsi dan urgensi program. Di sektor kebijakan fiskal, alokasi yang sebelumnya Rp 0 akan naik menjadi Rp 90,03 miliar. Begitu pula dengan program pengelolaan belanja negara yang semula tidak dialokasikan anggaran, kini akan mendapat alokasi sebesar Rp 24,4 triliun.
Untuk pengelolaan penerimaan negara, anggaran akan naik dari Rp 1,46 triliun menjadi Rp 1,99 triliun. Sementara itu, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko juga mendapat tambahan dari Rp 186,51 miliar menjadi Rp 289,23 miliar. Dukungan manajemen tetap menjadi porsi terbesar, dari Rp 45,48 triliun meningkat menjadi Rp 49,61 triliun.
Menurut Suahasil, terdapat beberapa kegiatan strategis yang menjadi alasan kuat di balik usulan tambahan tersebut. Di antaranya adalah dukungan terhadap capaian target penerimaan negara sebesar Rp 1,2 triliun, layanan mandatori dan prioritas sebesar Rp 1,74 triliun, serta belanja teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang belum terdanai sebesar Rp 1,9 triliun.
Tak kalah penting, terdapat kebutuhan dasar unit-unit eselon I baru senilai Rp 41,32 miliar yang juga perlu didukung dengan pembiayaan memadai agar operasionalnya berjalan optimal.
Peran BLU dalam Mendorong Efisiensi dan Efektivitas Pelayanan
Dalam konteks dukungan manajemen, terdapat alokasi untuk sejumlah Badan Layanan Umum (BLU) di bawah naungan Kementerian Keuangan yang mencapai Rp 10,38 triliun. Anggaran tersebut menyasar pada lembaga-lembaga strategis seperti:
LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan): Rp 3,93 triliun
BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan): Rp 6,06 triliun
LDKPI: Rp 43,01 miliar
BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup): Rp 69,60 miliar
PIP (Pusat Investasi Pemerintah): Rp 95,64 miliar
LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara): Rp 163,47 miliar
PKN STAN (Politeknik Keuangan Negara STAN): Rp 15,03 miliar
BLU memainkan peran penting dalam mendukung pelaksanaan layanan pemerintah berbasis efisiensi dan akuntabilitas. Karenanya, pendanaan yang cukup menjadi krusial untuk menjamin keberlanjutan operasional lembaga-lembaga ini.
Pemetaan Berdasarkan Fungsi: Pelayanan Umum Masih Dominan
Jika dilihat dari pemetaan anggaran berdasarkan fungsi, mayoritas alokasi anggaran Kemenkeu akan diarahkan untuk fungsi pelayanan umum yang mencapai Rp 47,81 triliun naik dari sebelumnya Rp 42,94 triliun. Fungsi ekonomi mendapat alokasi sebesar Rp 249,25 miliar, sedikit meningkat dari Rp 236,87 miliar. Sementara untuk fungsi pendidikan tetap berada di angka Rp 3,94 miliar.
Distribusi ini mencerminkan bahwa fokus utama tetap berada pada pelayanan publik dan penguatan sistem keuangan negara secara menyeluruh.
Menjawab Tantangan Masa Depan Keuangan Negara
Dalam jangka menengah, tambahan anggaran yang diajukan diharapkan dapat memperkuat ketahanan fiskal Indonesia, terutama di tengah tantangan global dan tuntutan reformasi birokrasi. Selain untuk mendukung operasional dan belanja rutin, pengajuan ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah mempercepat transformasi digital dan modernisasi pengelolaan keuangan negara.
“Kalau kita ingin mengejar target penerimaan yang lebih tinggi dan menciptakan pelayanan yang efisien berbasis digital, maka perlu didukung anggaran yang cukup dan tepat sasaran,” ungkap Suahasil.
Program-program strategis seperti penguatan sistem pajak berbasis teknologi (coretax), integrasi data nasional, hingga pembaruan sistem perbendaharaan juga memerlukan investasi yang besar sejak dini untuk memastikan hasil optimal dalam jangka panjang.
Harapan dan Tanggung Jawab
Dengan adanya usulan penambahan anggaran, Kemenkeu diharapkan dapat menjalankan peran strategisnya dengan lebih efektif baik sebagai institusi pengelola keuangan negara, maupun sebagai katalisator utama dalam reformasi tata kelola pemerintahan.
Meski demikian, efisiensi dan transparansi dalam penggunaan anggaran tetap menjadi perhatian utama. DPR sebagai mitra pengawasan diharapkan turut memberikan pandangan kritis dan mendalam terhadap usulan tersebut, agar seluruh anggaran benar-benar menjawab kebutuhan rakyat dan menjamin keberlanjutan fiskal Indonesia.