Prabowo Subianto: Siap Temui Presiden AS Bahas Tarif Impor 32 Persen

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:59:49 WIB
Prabowo Subianto: Siap Temui Presiden AS Bahas Tarif Impor 32 Persen

JAKARTA - Di tengah meningkatnya tensi perdagangan global, pemerintah Indonesia mengambil inisiatif diplomatik strategis untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dikabarkan tengah merencanakan pertemuan bilateral penting dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump guna membahas keputusan Washington mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia.

Rencana pertemuan ini diungkapkan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, yang menyampaikan bahwa koordinasi sedang berlangsung antara kedua negara untuk mengatur waktu yang tepat.

“Ada (rencana pertemuan), tapi saya belum bisa memastikan kapan,” kata Prasetyo Hadi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Juli 2025.

Meskipun belum ada tanggal pasti, niatan Prabowo untuk bertemu langsung dengan Presiden Trump mencerminkan langkah diplomasi aktif pemerintah Indonesia dalam menghadapi tekanan kebijakan dagang yang berpotensi merugikan pelaku usaha dan sektor ekspor domestik.

Tarif 32 Persen: Ancaman bagi Neraca Perdagangan

Kebijakan tarif impor 32 persen yang dikenakan oleh Amerika Serikat menjadi perhatian utama pemerintah karena berpotensi menggerus daya saing ekspor Indonesia di pasar global, khususnya ke Negeri Paman Sam. Sejumlah komoditas unggulan Indonesia — mulai dari produk tekstil, alas kaki, hingga barang elektronik — terancam mengalami penurunan permintaan akibat beban biaya tambahan tersebut.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dr. Raditya Setyawan, menilai langkah Prabowo menemui Trump merupakan strategi penguatan diplomasi ekonomi.

“Ini menunjukkan bahwa Indonesia tak tinggal diam. Upaya dialog langsung antar kepala negara menjadi krusial agar tidak terjadi eskalasi dagang yang bisa merugikan kedua belah pihak,” ujar Raditya dalam diskusi publik bertajuk Diplomasi Perdagangan di Era Ketidakpastian Global, Jumat 11 JULI 2025.

Pemerintah, lanjutnya, perlu memanfaatkan pertemuan itu untuk membuka kembali kanal negosiasi perdagangan bebas atau memperbarui perjanjian bilateral yang lebih adil.

AS-Indonesia: Hubungan Ekonomi yang Saling Tergantung

Amerika Serikat merupakan mitra dagang penting bagi Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai lebih dari USD 25 miliar, sementara impor dari AS mencapai sekitar USD 10,7 miliar. Kenaikan tarif impor secara sepihak akan berdampak negatif tidak hanya pada neraca dagang, tetapi juga terhadap investasi bilateral dan kepercayaan pasar.

Menanggapi situasi tersebut, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, berharap diplomasi tingkat tinggi yang dilakukan Presiden Prabowo dapat menjadi pintu masuk untuk renegosiasi kebijakan perdagangan.

“Kami menyambut baik upaya Presiden bertemu langsung dengan Presiden Trump. Langkah ini bisa membuka ruang komunikasi strategis dan menjembatani kepentingan industri kita yang terdampak,” ujar Arsjad.

Belum Ada Kepastian Waktu, Tapi Komunikasi Diplomatik Berjalan

Meski tanggal pertemuan antara Presiden Prabowo dan Trump belum dapat dipastikan, pihak Istana memastikan bahwa komunikasi intensif terus berlangsung antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, serta Kedutaan Besar RI di Washington.

Direktur Jenderal Amerika dan Eropa di Kementerian Luar Negeri, Damos Agung, menyebutkan bahwa Indonesia telah menyampaikan nota keberatan resmi kepada pemerintah AS terkait tarif impor tersebut.

“Kita sudah menyampaikan protes secara formal melalui jalur diplomatik. Pemerintah juga mengupayakan penyelesaian melalui forum multilateral seperti WTO, namun kami tetap melihat opsi dialog bilateral langsung sebagai solusi jangka pendek yang paling realistis,” ungkap Damos, Jumat 11 JULI 2025.

Damos menegaskan bahwa Presiden Prabowo sangat memahami dampak dari kebijakan ini terhadap pelaku UMKM dan sektor ekspor nasional yang sebagian besar merupakan industri padat karya.

Tekanan Domestik untuk Aksi Nyata

Langkah Prabowo menemui Trump juga dipandang sebagai upaya menenangkan pasar domestik dan menjawab tekanan dari pelaku usaha, asosiasi industri, serta parlemen. Sejumlah anggota DPR dari Komisi VI mendesak pemerintah agar bertindak cepat dan tegas dalam melindungi produk ekspor nasional dari kebijakan proteksionis.

Anggota Komisi VI DPR, Eriko Sutarduga, menilai bahwa Indonesia perlu menggalang koalisi negara berkembang untuk melawan tindakan sepihak dari negara maju.

“Tarif 32 persen itu jelas tidak adil dan melemahkan semangat perdagangan bebas. Kita harus perkuat posisi tawar, bukan hanya lewat satu pertemuan, tapi melalui front diplomatik yang luas dan terkoordinasi,” ujar Eriko dalam keterangan terpisah.

Strategi Jangka Panjang: Diversifikasi Pasar Ekspor

Selain diplomasi dengan AS, pemerintah juga menyiapkan langkah jangka panjang berupa diversifikasi pasar ekspor ke kawasan lain seperti Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur. Kementerian Perdagangan mengungkapkan bahwa sejumlah perjanjian dagang dengan negara-negara non-tradisional sedang dalam tahap penyelesaian akhir.

“Kami tidak ingin bergantung hanya pada satu pasar. Diversifikasi ekspor menjadi kunci agar kita tidak terjebak dalam tekanan kebijakan dagang sepihak dari negara manapun,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Budi Santoso.

Penutup: Menanti Hasil dari Jalur Diplomasi

Dengan meningkatnya tensi dagang global dan ancaman kebijakan tarif dari negara-negara besar, langkah Presiden Prabowo Subianto untuk berkomunikasi langsung dengan Presiden AS Donald Trump menjadi sinyal bahwa Indonesia siap memperjuangkan kepentingan ekonominya di panggung global.

Meski tanggal pertemuan belum ditentukan, langkah inisiasi ini mencerminkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi tantangan eksternal yang berpotensi menekan perekonomian nasional. Semua pihak kini menanti bagaimana jalur diplomasi ini akan berjalan dan apakah bisa membawa hasil konkret bagi sektor ekspor dan perdagangan Indonesia.

Terkini