JAKARTA - Di tengah minimnya wadah kompetisi bagi pesepak bola wanita Indonesia, Tim All Stars Malang memberikan sorotan penting terhadap keberlangsungan turnamen sepak bola putri. Meskipun tidak membawa pulang trofi juara dalam ajang Piala Pertiwi 2025, tim ini memandang turnamen tersebut sebagai harapan baru bagi masa depan sepak bola wanita di Tanah Air.
Piala Pertiwi dianggap sebagai momentum kebangkitan. Dengan latar belakang sepak bola putri yang belum menemukan ritme kompetisi reguler, kehadiran turnamen seperti ini menjadi semacam oase. Liga 1 Putri sendiri diketahui telah vakum sejak terakhir kali digelar pada 2019. Dalam kondisi seperti ini, kehadiran ajang nasional seperti Piala Pertiwi menjadi panggung berharga bagi banyak pemain dan klub yang selama ini berlatih tanpa kepastian kompetisi.
Manajer All Stars Malang, Fuad Ardiansyah, menyampaikan bahwa pentingnya turnamen seperti Piala Pertiwi tak sekadar menjadi ajang kompetisi semata. Menurutnya, aspek paling mendasar dari sebuah turnamen adalah kesempatan bagi para pemain putri untuk berkembang secara nyata melalui laga-laga kompetitif.
"Kompetisi yang terus bergulir secara berjenjang dan berkesinambungan akan membuka peluang lebih luas bagi para pemain putri. Dari situ akan banyak muncul bibit-bibit berbakat yang bisa memperkuat Timnas Putri," jelas Fuad.
Dalam pandangannya, tidak semua pembelajaran dan peningkatan bisa didapatkan dari latihan saja. Sebab, hanya melalui pertandingan resmi, para pemain dapat merasakan langsung bagaimana atmosfer kompetisi, tekanan dalam laga, serta pentingnya mempertahankan konsistensi permainan dari babak ke babak.
Ia juga menekankan bahwa kompetisi reguler menjadi solusi atas persoalan regenerasi pemain. Jika turnamen seperti ini bisa digelar rutin dua hingga tiga kali dalam satu tahun, baik di level regional maupun nasional, maka akan semakin banyak pemain yang bisa dipantau, dilatih, dan diasah.
“Turnamen tidak harus selalu berskala besar. Yang penting adalah keberlanjutan dan sistem kompetisi yang jelas. Bisa dimulai dari turnamen di tingkat daerah, kemudian naik ke level provinsi, hingga akhirnya nasional,” kata manajer Arema FC Women itu.
Tak hanya soal regenerasi, ia menambahkan bahwa dengan kompetisi yang rutin, mental dan karakter pemain akan semakin terbentuk. Dalam turnamen yang kompetitif, pemain belajar beradaptasi dengan berbagai lawan, strategi, dan kondisi lapangan. Hal ini yang menurutnya tak bisa diduplikasi dalam sesi latihan biasa.
Pada Piala Pertiwi 2025, All Stars Malang mampu menunjukkan performa konsisten dengan status tak terkalahkan di fase grup. Mereka bahkan sukses melangkah hingga babak perempat final. Meskipun langkah mereka terhenti di sana, tim ini tetap memetik banyak pelajaran penting selama turnamen berlangsung.
Fuad menyampaikan, performa tim selama Piala Pertiwi menunjukkan bahwa potensi sepak bola wanita di Indonesia sebenarnya besar. Hanya saja, tanpa kompetisi yang memadai, bakat-bakat ini sulit berkembang. Oleh karena itu, ia menilai bahwa Piala Pertiwi harus menjadi awal dari sistem kompetisi yang lebih mapan.
“Setiap pemain harus punya kesempatan untuk bermain di pertandingan resmi secara rutin. Kalau tidak, mereka kehilangan panggung untuk mengasah kemampuan dan menunjukkan potensi mereka kepada pelatih nasional maupun klub-klub besar,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan harapannya agar federasi maupun pihak-pihak terkait lebih aktif menginisiasi kompetisi sepak bola wanita. Menurutnya, dengan semangat yang terus dipupuk dan dukungan yang tepat, sepak bola putri Indonesia bisa berkembang pesat seperti di negara-negara lain.
“Semua harus dimulai dari niat dan komitmen. Jika federasi serius dan ada dukungan dari daerah, maka kompetisi putri akan tumbuh dan berkembang secara alami,” katanya.
Setelah turnamen Piala Pertiwi berakhir, para pemain All Stars Malang dipastikan akan kembali ke klub masing-masing. Di sana, mereka tetap berlatih dan menjaga kebugaran sembari menunggu turnamen berikutnya. Hal ini dilakukan agar performa mereka tetap terjaga dan siap tampil kapan pun kesempatan datang.
Menurut Fuad, para pemain tidak hanya bermain untuk tim, tapi juga untuk masa depan mereka di dunia sepak bola. Maka dari itu, motivasi dan semangat harus tetap dipelihara, meskipun belum ada kepastian tentang kompetisi besar selanjutnya.
Menutup pernyataannya, Fuad menyampaikan bahwa Piala Pertiwi hanyalah salah satu dari banyak langkah kecil yang bisa membawa dampak besar bagi kemajuan sepak bola wanita. Namun untuk menciptakan perubahan yang signifikan, semua pihak harus bersinergi.
“Ini bukan hanya soal menang atau kalah. Ini tentang membuka jalan, menciptakan sistem, dan memberi ruang bagi para pemain putri untuk berkembang. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?” pungkasnya.
Dengan semangat yang ditunjukkan All Stars Malang dan klub-klub lainnya, harapan akan masa depan cerah bagi sepak bola wanita Indonesia masih menyala. Kini saatnya seluruh ekosistem sepak bola bersatu, bukan hanya untuk menyambut turnamen seperti Piala Pertiwi, tapi juga membangun fondasi kompetisi yang solid untuk tahun-tahun mendatang.