Kementerian ESDM Siapkan Skema Satu Harga LPG 3 Kg

Senin, 14 Juli 2025 | 07:38:05 WIB
Kementerian ESDM Siapkan Skema Satu Harga LPG 3 Kg

JAKARTA - Untuk menciptakan distribusi energi yang lebih merata dan adil, pemerintah sedang merumuskan kebijakan baru mengenai harga LPG 3 kg. Inisiatif ini muncul dari keprihatinan atas ketimpangan harga yang selama ini terjadi di berbagai daerah, terutama bagi masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro. Rencananya, mulai 2026, harga tabung LPG subsidi akan ditetapkan dalam skema satu harga nasional.

Langkah tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR RI. Ia menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun revisi atas dua regulasi penting, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 yang mengatur penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG 3 kg.

Revisi ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sekaligus menjamin ketersediaan LPG bagi rumah tangga sasaran, usaha mikro, nelayan, dan petani. Melalui kebijakan satu harga, pemerintah ingin menghapus celah distribusi yang selama ini membuka peluang penyimpangan harga di lapangan.

“Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ujar Bahlil.

Harga di Lapangan Bisa Tembus Rp50.000, Jauh di Atas HET

Selama ini, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan pada kisaran Rp16.000 hingga Rp19.000 per tabung. Namun, dalam praktiknya di berbagai daerah, masyarakat harus membeli tabung gas bersubsidi tersebut dengan harga mencapai Rp40.000 hingga Rp50.000. Kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan distribusi dan ketidakefisienan rantai pasok.

Menurut Bahlil, hal tersebut mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara anggaran subsidi dari pemerintah dan realisasi di lapangan. Akibatnya, upaya untuk menyediakan energi bersubsidi yang merata dan tepat sasaran menjadi tidak maksimal.

“Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron,” tegasnya.

Kebijakan satu harga ini juga diharapkan menjadi solusi dari masalah kebocoran kuota dan praktik penyaluran LPG yang menyimpang. Dengan penyeragaman harga, rantai distribusi akan dipangkas dan pengawasan lebih mudah dilakukan, terutama jika disertai dengan pendataan penerima manfaat secara digital.

Meniru Pola BBM Satu Harga

Wakil Menteri ESDM, Yuliot, dalam kesempatan yang sama, menyatakan bahwa skema satu harga LPG 3 kg akan meniru pendekatan program BBM Satu Harga yang telah dijalankan sebelumnya di berbagai daerah terpencil dan terluar.

“Itu nanti untuk setiap provinsi, jadi ditetapkan itu satu harganya. Jadi nanti akan kita evaluasi untuk setiap provinsi,” kata Yuliot.

Pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan skema ini membutuhkan waktu dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, terutama terkait kesiapan infrastruktur, validitas data penerima manfaat, serta kesiapan pelaku distribusi di daerah.

Transformasi ini tak hanya mencakup penyeragaman harga, namun juga pendekatan baru dalam penyaluran subsidi. Pemerintah akan beralih ke model subsidi berbasis penerima manfaat (by name, by address), sehingga LPG bersubsidi benar-benar hanya digunakan oleh mereka yang memenuhi syarat.

Berkeadilan dan Efisien

Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan keadilan dalam akses energi. LPG 3 kg merupakan produk subsidi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha kecil. Namun kenyataannya, banyak pihak yang bukan penerima manfaat justru ikut menikmati subsidi tersebut.

Melalui skema satu harga dan sistem pendistribusian berbasis data, pemerintah berharap LPG 3 kg akan digunakan sebagaimana mestinya dan tidak lagi dijual di luar harga resmi.

“Revisi Perpres bertujuan untuk mewujudkan energi berkeadilan dan perbaikan tata kelola serta meningkatkan jaminan ketersediaan dan distribusi LPG tertentu di dalam negeri untuk rumah tangga sasaran, usaha mikro sasaran, nelayan sasaran, dan petani sasaran,” jelas Bahlil.

Pertimbangan Sosial dan Ekonomi

Meskipun pemerintah ingin segera mengimplementasikan kebijakan ini, proses transformasi tetap akan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan penuh program satu harga LPG 3 kg direncanakan mulai 2026, dengan masa transisi yang akan dimanfaatkan untuk menyempurnakan data dan infrastruktur pendukung.

Evaluasi dan uji coba akan dilakukan secara bertahap di beberapa provinsi untuk menilai efektivitas penerapan satu harga dan model subsidi tepat sasaran.

Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mengefisienkan belanja negara, mengurangi potensi penyimpangan anggaran subsidi, serta memperkuat kontrol terhadap distribusi energi bersubsidi di seluruh wilayah Indonesia.

Terkini