JAKARTA - Alih-alih membiarkan jejak sejarah tergerus zaman, masyarakat dan pemerintah Desa Klinterejo di Kecamatan Sooko justru memilih arah sebaliknya: menjadikan peninggalan leluhur sebagai fondasi pengembangan desa. Di tengah geliat modernisasi, Klinterejo menunjukkan bahwa warisan budaya justru bisa menjadi kekuatan ekonomi dan identitas komunitas yang kuat.
Desa kecil dengan tiga dusun ini perlahan menjelma menjadi pusat perhatian berkat upayanya dalam menjaga dan mengembangkan situs-situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit. Tidak hanya sekadar merawat, desa ini juga mengambil langkah aktif dengan mempersiapkan kawasan tersebut sebagai destinasi wisata sejarah dan religi.
Langkah penting dalam pelestarian ini salah satunya adalah rencana pembebasan lahan yang berada di zona inti situs cagar budaya peninggalan Raja Hayam Wuruk — atau dikenal juga sebagai warisan Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Rencana ini bukan perkara baru, namun kini kembali dihidupkan dengan semangat yang lebih konkret.
“Kami berkomitmen menyelamatkan dan merawat peninggalan sejarah ini agar tak hanya menjadi simbol masa lalu, tapi juga membawa manfaat ekonomi dan budaya bagi masyarakat ke depan,” ujar Zainal Abidin, Kepala Desa Klinterejo.
Museum Desa Jadi Simbol Kepedulian
Sebagai bagian dari upaya konkret pelestarian, pemerintah desa bersama masyarakat telah mendirikan sebuah museum lokal. Meski dengan fasilitas yang masih terbatas, bangunan ini telah menampung sejumlah artefak penting hasil ekskavasi sejak 2019. Artefak tersebut berasal dari dua situs utama di wilayah ini: Situs Bhre Kahuripan dan Situs Klinterejo.
“Mulai tahun 2020, sudah ada artefak yang ditampilkan di museum ini. Koleksinya berasal dari ekskavasi tahap awal dua situs tersebut,” jelas Zainal Abidin.
Koleksi di museum desa tidak hanya menjadi bukti sejarah, tetapi juga menjadi bagian dari pendidikan budaya bagi warga, pelajar, dan pengunjung. Museum ini menjadi cermin dari upaya menyatukan identitas sejarah dalam kehidupan modern desa.
Pengembangan Situs Jadi Wisata Sejarah dan Religi
Klinterejo tak hanya ingin menyimpan sejarah, tetapi juga menjadikannya hidup. Pengembangan kompleks Situs Bhre Kahuripan dan Situs Klinterejo seluas 6 hektare diproyeksikan menjadi kawasan wisata sejarah dan religi. Ini merupakan langkah strategis yang diharapkan mampu mendongkrak perekonomian warga tanpa mengorbankan nilai-nilai historis.
Menurut Zainal, ide ini tidak datang begitu saja, melainkan sebagai respons atas potensi yang telah lama diakui. Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPK) Wilayah XI Jawa Timur pun sempat menyebut kawasan situs Klinterejo memiliki potensi kuat sebagai destinasi wisata sejarah dan religi.
“Bertahap kami wujudkan hal tersebut. Kami ingin warisan ini menjadi sumber kebanggaan, bukan beban,” tegasnya.
Dukungan Warga Menjadi Modal Utama
Yang membuat inisiatif ini semakin istimewa adalah dukungan penuh dari masyarakat setempat. Semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sejarah menjelma menjadi aksi nyata. Salah satunya terlihat dari kesiapan warga pemilik lahan yang berada di zona situs untuk menyetujui pembebasan lahannya demi mendukung pengembangan kawasan.
Tidak hanya itu, aset desa seperti tanah kas desa (TKD) dan lapangan sepak bola milik desa juga masuk ke dalam area situs dan siap digunakan untuk mendukung pembangunan destinasi wisata tersebut.
“Inilah yang membuat kami optimis. Warga Klinterejo benar-benar memiliki rasa memiliki terhadap warisan budaya ini. Semua sepakat bahwa situs ini harus dijaga dan dikembangkan,” kata Zainal.
Antara Warisan, Identitas, dan Masa Depan
Langkah-langkah yang diambil Desa Klinterejo menunjukkan bahwa pelestarian warisan budaya tidak harus bertentangan dengan pembangunan. Justru sebaliknya, ketika dilakukan dengan hati-hati dan partisipatif, pelestarian bisa menjadi pijakan bagi kemajuan desa secara berkelanjutan.
Pembangunan pariwisata berbasis sejarah dan religi yang dirancang tidak hanya akan mengundang wisatawan, tetapi juga membuka peluang usaha baru bagi warga. Dari sektor pemandu wisata, kuliner, hingga penginapan, potensi ekonomi mulai terlihat. Dan yang paling penting, warga akan tetap menjadi bagian utama dari cerita yang dibangun.
Klinterejo memberi contoh bahwa sebuah desa bisa menghidupkan kembali warisan masa lalu dengan memadukannya dalam denyut kehidupan masa kini. Di tengah gempuran perubahan, desa ini tetap memegang teguh akar budayanya — sambil membuka diri terhadap kemungkinan masa depan yang lebih sejahtera dan berkarakter.
Sebagaimana ditutup oleh sang kepala desa, “Upaya-upaya ini tentu menjadi bagian komitmen kami untuk menyelamatkan, menjaga, sekaligus mengembangkan warisan sejarah dan budaya leluhur yang ada di desa ini.”