Transformasi Sistem Kesehatan Nasional oleh Kemenkes: NTT Jadi Wilayah Prioritas Pemerintah untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan

Kamis, 05 Juni 2025 | 09:40:09 WIB
Transformasi Sistem Kesehatan Nasional oleh Kemenkes: NTT Jadi Wilayah Prioritas Pemerintah untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan

JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menetapkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai salah satu wilayah prioritas dalam agenda besar reformasi sistem kesehatan nasional. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam pertemuan koordinasi pembangunan kesehatan di NTT.

Transformasi kesehatan nasional yang tengah dijalankan tidak hanya difokuskan pada pembangunan fisik, tetapi lebih jauh menyasar sistem yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Dalam pernyataannya, Kunta menekankan bahwa NTT memiliki posisi strategis dalam mewujudkan visi kesehatan nasional yang merata.\

“Dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan 2025–2029, kita menempatkan ‘Kesehatan untuk Semua’ sebagai sasaran utama pembangunan menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Kunta.

Enam Fokus Strategis Transformasi Kesehatan

Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) yang menjadi acuan utama pembangunan kesehatan nasional mencakup enam sasaran strategis, yakni:

-Peningkatan gizi masyarakat,

-Pengendalian penyakit,

-Penguatan ketahanan kesehatan,

-Penyediaan layanan kesehatan yang adil,

-Tata kelola kesehatan yang efektif,

-Pemanfaatan teknologi kesehatan yang maju.

Kunta menjelaskan bahwa dalam konteks NTT, strategi pembangunan kesehatan meliputi peningkatan akses dan mutu layanan dasar dan lanjutan, penguatan SDM kesehatan, serta eliminasi penyakit tropis seperti kusta dan rabies.

“NTT menjadi prioritas karena kondisi geografis dan demografisnya memerlukan pendekatan yang lebih kontekstual. Percepatan penurunan stunting dan perbaikan gizi juga menjadi fokus utama di wilayah ini,” tambahnya.

Tantangan Anggaran dan Komitmen Pendanaan

Kendati menjadi prioritas, realisasi anggaran kesehatan non-fisik di NTT masih tergolong rendah. Kunta mencatat bahwa serapan anggaran baru mencapai 59,7%, yang menunjukkan masih adanya tantangan dalam pengelolaan dan pelaksanaan program kesehatan di tingkat daerah.

Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Kesehatan mendapatkan dukungan dari program Indonesia Health System Strengthening (IHSS) dengan alokasi pendanaan mencapai Rp63,5 triliun. Dana ini akan digunakan untuk memperkuat layanan kesehatan primer, sistem rujukan, hingga laboratorium di seluruh wilayah, termasuk NTT.

Tiga inisiatif utama yaitu SOPHI, SHIHREN, dan InPULS akan diimplementasikan secara bertahap hingga tahun 2029 sebagai bagian dari strategi penguatan sistem kesehatan nasional.

Instruksi Presiden dan Sinergi Antar Lembaga

Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2025 yang menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dan lintas pemerintahan dalam mewujudkan transformasi layanan kesehatan.

“Keberhasilan transformasi kesehatan sangat bergantung pada sinergi lintas sektor, dari pusat hingga daerah. Pemerintah daerah harus memastikan indikator RIBK masuk ke dalam RPJMD dan Renstra OPD,” ujar Kunta menambahkan.

Respons Pemerintah Daerah: Fokus pada Akses dan Pendekatan Komunitas

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyambut baik langkah pemerintah pusat dan menyampaikan bahwa pendekatan pembangunan kesehatan di daerahnya harus disesuaikan dengan kondisi lapangan.

“Forum ini adalah ruang kolaborasi strategis untuk memperkuat arah pembangunan kesehatan yang tidak bisa disamakan dengan Jakarta. Di NTT, pendekatannya harus variatif, kontekstual, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” ungkap Gubernur Emanuel.

Ia menekankan pentingnya pendekatan berbasis komunitas, terutama untuk menjangkau masyarakat di wilayah pelosok. Salah satu gagasannya adalah membentuk kader kesehatan di tingkat keluarga sebagai perpanjangan tangan tenaga medis.

“Visi kami jelas, sehat dulu, baru bisa cerdas, maju, dan sejahtera. Sehat adalah fondasi utama pembangunan berkelanjutan di NTT,” ujarnya.

Selain itu, Gubernur juga menyoroti perlunya harmonisasi program dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah agar manfaatnya terasa hingga ke level desa.

“Forum ini jadi ruang evaluasi bersama. Kita bahas program yang berjalan, kendala anggaran, dan menyiapkan rencana untuk 2026. Kita ingin program pusat tidak hanya sampai di provinsi, tapi benar-benar bisa menjangkau desa-desa di NTT,” tegasnya.

Seruan untuk Membangun Ekosistem Kesehatan yang Tangguh

Menutup pernyataannya, Gubernur Emanuel mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem kesehatan yang tangguh mulai dari tingkat desa hingga pusat.

“Ayo bangun ekosistem yang tangguh dari desa sampai ke pusat. Kita pastikan sinergi antara kabupaten/kota, provinsi, dan pusat bisa kita kerjakan dengan baik. Tuhan menolong kita dalam menangani stunting, kematian ibu dan anak, dan penyakit-penyakit menular berbahaya lainnya,” tutupnya.

Langkah-langkah ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menghadirkan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, khususnya di wilayah-wilayah yang selama ini masih menghadapi tantangan dalam akses layanan dasar. Dengan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, transformasi sistem kesehatan menuju Indonesia Emas 2045 diyakini dapat terwujud secara inklusif dan berkelanjutan.

Terkini