Apa Itu Atrofi Otak adalah Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi

Senin, 19 Mei 2025 | 10:40:10 WIB
apa itu atrofi otak

JAKARTA - Apa itu atrofi otak? Kondisi ini mengacu pada penyusutan ukuran otak, yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, bukan hanya karena proses penuaan. 

Selain usia, faktor-faktor seperti penyakit atau cedera otak juga dapat berperan dalam kondisi ini. 

Otak manusia terdiri dari sel saraf yang saling terhubung, yang berfungsi untuk mengatur berbagai sistem tubuh, termasuk organ-organ vital.

Sel saraf atau neuron sangat dibutuhkan untuk memastikan komunikasi antar bagian tubuh berjalan dengan baik. 

Ketika sel-sel saraf ini hilang atau rusak, komunikasi antar sel menjadi terganggu, yang akhirnya mengarah pada penyusutan otak dan perubahan bentuknya. 

Jika kondisi ini tidak segera ditangani, gangguan kesehatan lainnya, seperti demensia, bisa berkembang. 

Jadi, apa itu atrofi otak? Ini adalah kondisi serius yang memerlukan perhatian medis agar dampaknya dapat diminimalisir.

Apa Itu Atrofi Otak?

Apa itu atrofi otak? Kondisi ini merujuk pada kerusakan atau hilangnya sel-sel otak dan koneksi antar neuron yang terjadi secara progresif. Akibatnya, ukuran otak menyusut dan menjadi lebih kecil dari ukuran normalnya. 

Proses ini dapat berlangsung secara menyeluruh, menyebabkan otak tampak sangat mengecil. Atrofi otak biasanya berkembang selama periode waktu yang panjang dan seringkali menjadi gejala awal dari beberapa penyakit otak. 

Meskipun demikian, kondisi ini juga dapat terbatas pada area tertentu di otak, yang dapat menyebabkan gangguan fungsi organ yang dikendalikan oleh area tersebut. 

Jika terjadi pada kedua lobus besar otak, hal ini dapat mengganggu fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi, seperti emosi, kesadaran, persepsi, serta fungsi-fungsi dasar lainnya seperti kontrol otot, respons terhadap rangsangan, dan pengambilan keputusan.

Aktivitas Fisik dan Atrofi Otak

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat memperlambat proses degenerasi otak. 

Sebuah tinjauan sistematis pada tahun 2017 yang mencakup 18 penelitian mengungkapkan bahwa aktivitas fisik rekreasi, seperti berjalan, berlari pagi, senam aerobik, dan tenis, dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer. 

Sebaliknya, aktivitas fisik terkait pekerjaan, seperti berkendara ke tempat kerja, justru dapat meningkatkan risiko Alzheimer. Aktivitas fisik juga berperan dalam memperlambat perkembangan penyakit Parkinson. 

Sebuah studi kohort dengan 213.701 peserta menemukan bahwa aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga tinggi dapat mengurangi risiko penyakit Parkinson hingga sekitar 40%.

Sebuah tinjauan yang diterbitkan pada 2014 merangkum efek aktivitas fisik terhadap volume otak. 

Mayoritas penelitian dalam tinjauan tersebut menunjukkan bahwa aktivitas fisik terkait dengan volume yang lebih besar pada substansia nigra, terutama di korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan penting dalam fungsi memori dan pengambilan keputusan. 

Efek positif ini lebih terlihat pada usia lanjut atau saat atrofi otak dan demensia berada pada tahap awal.

Meskipun lima studi dalam tinjauan tersebut tidak menemukan hubungan signifikan antara aktivitas fisik dan volume otak, setelah mengontrol faktor-faktor perancu seperti usia, kebiasaan merokok, dan obesitas, tiga dari lima studi tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan. 

Selain itu, tinjauan itu juga menyatakan bahwa durasi aktivitas fisik memiliki hubungan langsung dengan volume substansia nigra, dengan durasi 6 hingga 12 bulan sudah cukup untuk memberi dampak. Intensitas aktivitas fisik yang diperlukan adalah sedang.

Penelitian lain pada 2016 juga mengaitkan aktivitas fisik dengan volume substansia alba yang lebih besar. 

Meskipun mekanisme yang mendasari efek neuroprotektif aktivitas fisik belum sepenuhnya dipahami, diperkirakan ada perubahan molekuler yang memengaruhi neurogenesis, plastisitas neuron, jalur sinyal neuron, dan reseptor neuron selama aktivitas fisik.

Aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga tinggi yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan produksi antioksidan dan faktor pertumbuhan, seperti superoxide dismutase, endothelial NO synthase, brain-derived neurotrophic factor, serta faktor pertumbuhan saraf dan vaskular endotel. 

Aktivitas fisik juga diduga dapat menurunkan produksi reactive oxygen species, bahan neuroinflamasi, serta plak amyloid-β.

Gejala Atrofi Otak

Atrofi otak dapat memengaruhi kemampuan otot untuk berfungsi serta mengganggu pengambilan keputusan atau respons tubuh. Beberapa gejala yang dapat muncul akibat atrofi otak antara lain:

Kejang

Kejang terjadi akibat lonjakan atau getaran listrik yang tidak normal dan mendadak di otak. Gejala ini bisa berupa gerakan berulang, kehilangan kesadaran, atau relaksasi otak yang sangat cepat. 

Kejang dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kejang parsial, yang terjadi di satu sisi otak, dan kejang umum yang melibatkan kedua sisi otak. 

Kejang ini sering disertai dengan gangguan motorik atau sensorik pada organ tertentu atau menyebar ke organ lain. Penyebab kejang bisa berasal dari epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, tumor otak, meningitis, hingga overdosis obat.

Demensia

Demensia ditandai dengan penurunan kemampuan memori dan fungsi intelektual secara bertahap. Penderita demensia mengalami kesulitan dalam belajar dan berpikir abstrak, serta kesulitan dalam bekerja atau berinteraksi sosial. 

Penyakit ini memiliki berbagai jenis, dengan Alzheimer sebagai salah satu yang paling umum. 

Demensia bisa disebabkan oleh perubahan protein di otak, sedangkan demensia vaskular terjadi akibat gangguan pembuluh darah otak, seringkali akibat stroke berulang.

Aphasia

Aphasia adalah gangguan komunikasi yang menyebabkan penderita kesulitan dalam memahami bahasa orang lain atau dalam membentuk kalimat yang utuh. Penderita juga mungkin mengalami kesulitan membaca atau menulis. 

Meskipun kondisi ini tidak mempengaruhi kecerdasan, penderita kesulitan dalam memilih kata yang tepat untuk menyampaikan maksud mereka. 

Aphasia terjadi akibat cedera atau kerusakan pada area otak yang bertanggung jawab atas bahasa.

Penyebab Atrofi Otak

Penyebab atrofi otak dapat berasal dari berbagai faktor, seperti cedera, infeksi, atau penyakit tertentu. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memicu kondisi ini:

Stroke

Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu atau terhambat, sehingga otak kekurangan oksigen yang diperlukan untuk fungsi normal. 

Kekurangan oksigen ini menyebabkan kematian neuron, yang mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh yang dikendalikan oleh otak.

Cedera Otak

Cedera otak bisa terjadi akibat kecelakaan, seperti terjatuh atau benturan keras pada kepala, misalnya dalam kecelakaan motor atau mobil. 

Cedera otak dibagi menjadi dua jenis: traumatik, yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti kecelakaan atau kekerasan, dan non-traumatik, yang disebabkan oleh faktor internal seperti stroke, tumor, infeksi otak, atau kelainan metabolik.

Cerebral Palsy

Cerebral palsy adalah kelumpuhan otak yang terjadi sejak dalam kandungan akibat gangguan perkembangan otak. 

Penderita mengalami kesulitan dalam koordinasi motorik, termasuk kesulitan berjalan atau menggerakkan bagian tubuh lainnya. Kondisi ini sering terjadi pada anak-anak akibat gangguan perkembangan otak.

Penyakit Huntington

Penyakit ini disebabkan oleh faktor keturunan dan menyebabkan gangguan gerakan tubuh yang tidak terkendali, seperti gerakan menari. 

Penyakit Huntington biasanya muncul pada usia remaja atau dewasa muda dan sering menyebabkan stres dan depresi pada penderitanya.

AIDS

Walaupun AIDS lebih dikenal sebagai penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, penyakit ini juga dapat merusak koneksi antar sel otak, meskipun tidak langsung menyerang neuron.

Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradangan otak yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti virus herpes simplex (HSV), West Nile, atau Zika. 

Virus-virus ini dapat menyebabkan kejang, kelumpuhan, atau kebingungan otak, dan bila tidak ditangani dengan baik, dapat memperburuk risiko atrofi otak.

Cara Mengatasi Atrofi Otak

Penyakit ini bisa menjadi kondisi permanen, dan ukuran otak tidak dapat dikembalikan seperti semula. Namun, pencegahan dapat dilakukan untuk mengurangi risiko dan memperlambat perkembangan kondisi tersebut. 

Beberapa penyakit, seperti Huntington, dapat diobati dengan pengobatan yang tepat dan konsultasi medis sejak dini.

Penting untuk memulai pengobatan secepat mungkin, karena penyakit seperti Huntington dan Alzheimer dapat memburuk seiring waktu. 

Mengubah pola hidup menjadi lebih sehat adalah salah satu cara sederhana untuk menangani atrofi otak. Gaya hidup sehat dapat mengurangi risiko stroke serta infeksi virus yang dapat menyebabkan ensefalitis.

Pencegahan penyakit AIDS dapat dilakukan dengan menghindari seks bebas dan menggunakan pengaman seperti kondom saat berhubungan seks. 

Langkah ini juga membantu mengurangi risiko infeksi HIV atau sifilis, yang berhubungan dengan atrofi otak.

Atrofi otak tidak hanya dialami oleh lansia, karena berbagai faktor lain dapat mempengaruhi kondisi ini. 

Oleh karena itu, pencegahan sejak dini akan sangat membantu untuk menghindari kondisi yang semakin memburuk di usia lanjut.

Sebagai kesimpulan, apa itu atrofi otak adalah kondisi yang perlu diwaspadai, karena dapat mempengaruhi berbagai fungsi tubuh dan pikiran, namun pencegahan dan penanganan sejak dini dapat membantu mengurangi dampaknya.

Terkini