Sri Mulyani

Sri Mulyani: Pajak Tetap, Fokus Kepatuhan dan Insentif

Sri Mulyani: Pajak Tetap, Fokus Kepatuhan dan Insentif
Sri Mulyani: Pajak Tetap, Fokus Kepatuhan dan Insentif

JAKARTA - Pemerintah menegaskan tidak ada rencana menaikkan tarif pajak tahun depan. Sebaliknya, fokus kebijakan diarahkan pada peningkatan kepatuhan wajib pajak dan optimalisasi sistem penegakan (enforcement) untuk mengejar target penerimaan negara. Langkah ini dianggap lebih efektif daripada menaikkan pajak secara langsung, sambil tetap menjaga daya beli masyarakat dan pemihakan kepada kelompok yang lebih lemah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, “Kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan baru. Sering dari media menyampaikan, seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan kita dengan menaikkan pajak, padahal pajaknya tetap sama.”

Target Penerimaan Pajak 2026

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,68 triliun, naik 7,69% dari target APBN 2025. Sementara itu, total pendapatan negara diusulkan mencapai Rp3.147,7 triliun, meningkat 4,75% dibanding periode sebelumnya. Peningkatan ini diharapkan bisa dicapai melalui strategi enforcement yang lebih baik dan pelayanan yang ramah bagi wajib pajak.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah akan meningkatkan pelayanan bagi wajib pajak agar proses pembayaran lebih mudah dan kepatuhan bisa meningkat. “Enforcement dan dari sisi kepatuhan akan dirapikan, ditingkatkan, sehingga mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak tetap membayar pajak dengan mudah dan patuh. Yang tidak mampu dan lemah, dibantu secara maksimal,” jelasnya.

Insentif untuk UMKM dan Sektor Strategis

Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian adalah kebijakan pajak bagi pelaku UMKM. Wajib pajak dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun tidak dikenakan PPh, sementara UMKM dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar dikenakan PPh final sebesar 0,5%. Hal ini menunjukkan pemerintah tetap berpihak pada UMKM sebagai tulang punggung perekonomian.

Selain itu, sektor pendidikan dan kesehatan juga mendapat keringanan pajak berupa PPN tidak dipungut. Masyarakat dengan penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pun tidak dipotong pajak. Sri Mulyani menekankan bahwa strategi ini menggambarkan keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan pemihakan kepada kelompok masyarakat yang lebih lemah.

Kebijakan PPN dan Dukungan Anggaran

Pemerintah juga memberikan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan kuda beserta perlengkapannya kepada Kementerian Pertahanan atau TNI. Kebijakan ini ditetapkan untuk mendukung kesiapan alat pertahanan, sehingga negara menanggung pajak agar sektor strategis tetap terlayani.

Selain itu, Sri Mulyani menerbitkan kebijakan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) APBN untuk pembiayaan koperasi desa dan kelurahan. Dukungan ini diberikan melalui sinergi pendanaan antara pemerintah dan perbankan selaku operator investasi pemerintah (OIP), bertujuan mendorong kemandirian ekonomi desa, swasembada pangan berkelanjutan, dan pemerataan ekonomi di wilayah pedesaan.

Perubahan Mekanisme PPh Pasal 21

Pemerintah juga berencana mengubah skema bagi hasil PPh Pasal 21 dari karyawan. Selama ini, pembagian hasil pajak mengacu pada lokasi pemotongan. Ke depan, pembagian akan disesuaikan dengan domisili karyawan agar daerah asal bisa merasakan langsung manfaat kontribusi pajak warganya. Skema ini tidak berlaku untuk PPh Badan.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu berharap skema baru ini akan lebih adil dan menjawab aspirasi anggota DPD serta masyarakat terkait pembagian hasil pajak.

Belanja Perpajakan untuk Rumah Tangga

Kemenkeu memperkirakan belanja perpajakan atau tax expenditure 2025 mencapai Rp530 triliun, di mana sekitar 55% atau Rp292 triliun diperuntukkan bagi rumah tangga. Hal ini menunjukkan fokus pemerintah dalam memberikan insentif pajak untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat.

Sri Mulyani menekankan, insentif perpajakan menjadi sarana penting bagi pemerintah untuk tetap menjaga keseimbangan fiskal sekaligus mendukung sektor prioritas, seperti perumahan dengan PPN DTP dan program hilirisasi industri.

Respons Terhadap Aspirasi Masyarakat

Selain strategi fiskal, pemerintah juga menanggapi aspirasi masyarakat, termasuk kelompok buruh, terkait penghapusan pajak atas tunjangan hari raya (THR), pesangon, dan tabungan JHT. Pemerintah membuka ruang dialog untuk memastikan kebijakan pajak lebih berpihak pada masyarakat dan memperkuat keadilan sosial.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan pentingnya penghapusan pajak atas THR dan pesangon karena penghasilan tersebut seringkali habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan menegaskan bahwa tarif pajak tidak naik, pemerintah fokus pada dua strategi utama: peningkatan kepatuhan wajib pajak dan pemberian insentif untuk sektor prioritas serta kelompok masyarakat yang lemah. Pendekatan ini diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Kebijakan ini menegaskan prinsip gotong royong fiskal: yang mampu membayar pajak tetap patuh, yang lemah tetap dibantu, dan insentif diberikan secara tepat untuk menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah pun terus melakukan inovasi dalam mekanisme perpajakan, memastikan distribusi manfaat yang lebih adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index