JAKARTA - Upaya pemerintah dalam menghadirkan energi berkeadilan kembali ditegaskan melalui program Listrik Desa (Lisdes). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merancang strategi besar untuk memperluas akses listrik, terutama di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Melalui program yang ditetapkan hingga 2029, pemerintah menargetkan agar 1,2 juta rumah tangga di pelosok desa bisa menikmati sambungan listrik.
Fokus Lisdes pada periode 2025–2029 adalah mengelektrifikasi 5.758 desa dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya soal menerangi rumah-rumah masyarakat, melainkan juga menghadirkan manfaat nyata dalam bidang pendidikan, kesehatan, hingga perekonomian lokal.
Sejalan dengan RUPTL PLN
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa target tersebut sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025–2034. Menurutnya, Lisdes adalah wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama mereka yang selama ini belum memiliki akses listrik yang memadai.
"Akses listrik bukan sekadar terang. Ini bisa membuka kesempatan belajar, produktivitas ekonomi, dan layanan kesehatan yang lebih baik. Lisdes 2025–2029 kami rancang untuk menghadirkan manfaat nyata itu hingga ke desa-desa terjauh," ujar Yuliot.
Program ini diprioritaskan bagi rumah tangga di desa-desa yang menghadapi keterbatasan infrastruktur dan tantangan geografis. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap masyarakat, meskipun tinggal di daerah terpencil, memiliki kesempatan yang sama untuk merasakan manfaat pembangunan.
Perjalanan Program Lisdes
Sejauh ini, program Lisdes bukanlah hal baru. Hingga tahun 2024, sudah ada 83.693 desa dan kelurahan yang berhasil dialiri listrik. Selain itu, Kementerian ESDM juga menjalankan Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) yang telah memberikan sambungan listrik kepada 367.212 rumah tangga tidak mampu.
"Ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam mewujudkan energi berkeadilan melalui penyediaan akses listrik," kata Yuliot.
Meski demikian, tantangan masih cukup besar, terutama untuk melistriki wilayah 3T. Lokasi yang sulit dijangkau menjadi kendala utama. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah menerapkan dua pendekatan, yakni sambungan on grid di desa yang dekat dengan jaringan PLN, serta off grid untuk wilayah terpencil.
Dukungan Energi Terbarukan
Langkah memperluas akses listrik tidak bisa dilepaskan dari peran energi terbarukan. Presiden Prabowo Subianto telah meresmikan 55 pembangkit listrik berbasis energi bersih, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Proyek yang tersebar di 15 provinsi tersebut memiliki kapasitas total 379,7 megawatt (MW).
Selain itu, sejumlah proyek PLTS pedesaan sudah memasuki tahap konstruksi dan uji coba. Beberapa desa bahkan telah menikmati sambungan perdana yang memungkinkan ribuan rumah tangga mulai merasakan manfaat listrik.
Rasio Elektrifikasi Nasional
Sampai akhir 2024, rasio elektrifikasi nasional tercatat 99,83%. Meski angkanya tinggi, masih ada kantong-kantong desa yang belum menikmati listrik. Karena itu, Lisdes 2025–2029 diarahkan untuk menuntaskan pekerjaan rumah tersebut.
Menurut Yuliot, target ini penting bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mendukung agenda pembangunan berkelanjutan. Kehadiran listrik diyakini bisa memperbaiki kualitas layanan publik, menggerakkan roda perekonomian desa, dan membuka peluang usaha baru.
"Lisdes 2025–2029 diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, menggerakkan perekonomian lokal, hingga mengurangi emisi karbon, dengan memperluas pemanfaatan PLTS yang cepat bangun dan minim jejak karbon," tandas Yuliot.
Manfaat Sosial dan Ekonomi
Dengan adanya listrik, anak-anak di pedesaan bisa belajar lebih nyaman di malam hari, fasilitas kesehatan dapat beroperasi lebih optimal, dan pelaku usaha mikro bisa meningkatkan produktivitas. Kehadiran listrik juga membuka peluang bagi pengembangan teknologi sederhana, misalnya penggunaan mesin pertanian atau alat pengolahan hasil panen, yang pada akhirnya mendukung peningkatan pendapatan masyarakat.
Lebih jauh, keberadaan listrik diyakini dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. Selama ini, desa-desa terpencil kerap tertinggal karena keterbatasan infrastruktur dasar. Melalui Lisdes, pemerintah ingin memastikan bahwa pembangunan berjalan inklusif dan merata.
Harapan ke Depan
Pemerintah menegaskan bahwa program Lisdes tidak hanya sebatas proyek infrastruktur, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Dengan kombinasi jaringan PLN dan energi terbarukan, diharapkan setiap desa di pelosok dapat merasakan kehadiran listrik secara berkelanjutan.
Kehadiran listrik di desa-desa yang sebelumnya gelap gulita akan menjadi simbol perubahan. Tidak hanya menghadirkan terang di malam hari, tetapi juga harapan baru untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.
Dengan target 1,2 juta rumah tangga tersambung hingga 2029, Lisdes diharapkan menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menuju energi berkeadilan. Program ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, dari Sabang hingga Merauke.