ILMIAH

Dampak Ilmiah Polusi Plastik bagi Kesehatan Global

Dampak Ilmiah Polusi Plastik bagi Kesehatan Global
Dampak Ilmiah Polusi Plastik bagi Kesehatan Global

JAKARTA - Desakan untuk mengambil tindakan nyata terhadap polusi plastik kian menguat, seiring dengan meningkatnya bukti empiris mengenai konsekuensi negatif terhadap kesehatan manusia, keanekaragaman hayati, dan keseimbangan ekosistem global. Seruan ini datang dari para ilmuwan lintas disiplin yang tergabung dalam kolaborasi riset bertajuk Lancet Countdown on Health and Plastics, yang menyusun data komprehensif untuk dijadikan landasan ilmiah dalam pengambilan kebijakan multilateral.

Temuan mereka kini menjadi sorotan utama dalam Negosiasi Internasional untuk Perjanjian Plastik Global yang digelar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dihadiri oleh perwakilan dari 175 negara. Perundingan ini berlangsung di Jenewa, Swiss, sebagai bagian dari sesi ke-52 pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-52).

Dalam laporan tersebut, para peneliti menyoroti dampak sistemik dari polusi plastik yang tidak hanya mencemari lingkungan biotik dan abiotik, tetapi juga memberikan tekanan signifikan terhadap kesehatan manusia. Mereka berasal dari berbagai latar belakang keilmuan, termasuk epidemiologi global, ilmu toksikologi lingkungan, dan kebijakan publik, serta bersama-sama mengkaji bagaimana plastik baik dalam bentuk mikroplastik maupun senyawa kimia aditif telah menyebar secara luas hingga ke lingkungan terpencil.

Ketua bersama dari riset ini, Prof. Rocklov, menjelaskan bahwa data yang mereka kumpulkan memiliki tujuan strategis untuk memengaruhi proses formulasi kebijakan internasional berbasis bukti. “Kami ingin menunjukkan betapa seriusnya dampak polusi dan kontaminasi plastik terhadap kesehatan, serta konsekuensi yang akan terjadi jika tidak ada tindakan tegas untuk menyelesaikan persoalan ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rocklov menekankan bahwa kolaborasi ini tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga praktis. Mereka menyusun data ilmiah yang bersifat independen sebagai dasar penyusunan kebijakan yang berorientasi pada kesehatan masyarakat global. “Kami akan menyediakan data independen berdasarkan keputusan yang dapat diambil untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,” katanya.

Isu polusi plastik telah menjadi isu transnasional dalam beberapa tahun terakhir, namun laporan ini memperkuat urgensi untuk segera mengambil intervensi kebijakan yang efektif. Disebutkan dalam riset tersebut bahwa lebih dari 8 miliar ton limbah plastik telah mencemari biosfer. Ironisnya, tingkat produksi plastik global justru terus meningkat secara eksponensial tanpa tanda-tanda penurunan.

Tidak hanya mencemari laut dan daratan, polusi plastik kini bahkan ditemukan dalam bentuk mikropartikel dan nanopartikel, yang dapat menyusup ke dalam rantai trofik dan sistem pernapasan manusia. Partikel ini, menurut hasil riset, memiliki potensi untuk memicu gangguan serius pada fungsi fisiologis manusia.

Dalam publikasi ilmiah yang juga dirilis melalui jurnal Nature, diungkapkan bahwa terdapat sekitar 16.000 jenis bahan kimia sintetis yang terkandung dalam produk plastik. Dari jumlah tersebut, lebih dari 4.200 senyawa dikategorikan sebagai bahan toksikologis yang berpotensi karsinogenik, endokrin-disrupting, atau berbahaya bagi sistem reproduksi dan perkembangan manusia serta lingkungan. Fakta ini memperluas cakupan kekhawatiran terhadap penggunaan plastik yang selama ini dianggap inert dan praktis, namun ternyata memiliki bioakumulasi risiko yang sangat tinggi.

Dampak kesehatan dari polusi plastik tidak hanya bersifat fisiologis, seperti penyakit respiratori, gangguan endokrin, atau reaksi imunologis, tetapi juga bersifat sosiomedis. Kelompok populasi rentan—seperti anak-anak, ibu hamil, dan komunitas berpenghasilan rendah—menjadi yang paling terdampak oleh pencemaran ini. Ini menunjukkan bahwa krisis plastik tidak hanya merupakan isu lingkungan, tetapi juga mencerminkan ketimpangan sosial dan ekologi.

Kolaborasi riset Lancet Countdown on Health and Plastics merupakan proyek yang didukung oleh sejumlah institusi akademik dan pusat penelitian terkemuka secara internasional. Di antaranya adalah Universitas Heidelberg, Boston College, Centre Scientifique de Monaco, dan Yayasan Minderoo. Kehadiran institusi-institusi tersebut memberikan validitas ilmiah dan kredibilitas akademik tinggi terhadap hasil temuan dan rekomendasi yang disampaikan.

Signifikansi kolaborasi ini tidak hanya terletak pada kuantifikasi data, tetapi juga pada dorongan etis dan moral untuk mendesak pemimpin global agar tidak lagi menunda implementasi regulasi yang bersifat preventif dan kuratif. Dengan perundingan PBB yang sedang berlangsung, laporan ini diharapkan menjadi katalisator transformasi kebijakan internasional terkait plastik.

Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Rocklov, tanggung jawab untuk menyelesaikan krisis plastik berada di tangan para aktor pengambil keputusan global. “Kami ingin membantu membuka mata para pemimpin dunia bahwa tindakan nyata tidak bisa lagi ditunda. Kita sudah melihat dampaknya, sekarang saatnya bertindak,” tegasnya.

Kini, dengan data yang disusun secara evidence-based dan dukungan dari komunitas ilmiah global, para ilmuwan berharap hasil riset ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga mendorong terbentuknya perjanjian internasional yang legally binding, yang mengatur secara ketat aspek produksi, distribusi, dan sirkularitas plastik secara global.

Polusi plastik telah melintasi batas-batas negara dan keilmuan. Oleh karena itu, respon solutif terhadapnya juga harus bersifat interdisipliner dan transnasional. Harapannya, dunia tidak lagi memandang plastik semata dari sisi efisiensi ekonomi, tetapi juga dari dimensi ekologis dan bioetis, demi memastikan keberlanjutan kehidupan di planet ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index