JAKARTA - Kinerja sektor mineral dan batu bara (minerba) menunjukkan pencapaian signifikan dalam mendongkrak penerimaan negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ini tercatat menembus angka Rp76,9 triliun. Pencapaian ini tidak hanya mencerminkan besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, tetapi juga menunjukkan keberhasilan kebijakan pengelolaan yang diterapkan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa angka tersebut sudah mencapai 62% dari target tahun 2025 yang sebesar Rp124,5 triliun. Ia menyampaikan data tersebut berdasarkan hasil pemantauan melalui platform Minerba One Data Indonesia (MODI).
“Ini ya, [data dari] MODI [Minerba One Data Indonesia] sampai ini [PNBP mencapai] Rp76,9 triliun, 62% [dari target],” ungkap Tri dalam pernyataannya di Kantor Kementerian ESDM.
Dari keseluruhan kontribusi tersebut, sektor batu bara masih menjadi tulang punggung utama. Tri menuturkan bahwa komoditas batu bara menyumbang sekitar Rp39 triliun terhadap total PNBP minerba hingga pertengahan tahun ini. Angka tersebut menunjukkan dominasi batu bara dalam struktur penerimaan negara dari sektor sumber daya alam.
Dengan pencapaian yang sudah cukup tinggi di pertengahan tahun, Kementerian ESDM menyampaikan optimisme bahwa target PNBP minerba sebesar Rp124,5 triliun akan bisa dicapai hingga akhir tahun. Target tersebut diketahui lebih tinggi dibandingkan target pada 2024 yang berada di angka Rp113,54 triliun.
“Ya kita optimis tercapai,” ucap Tri dengan yakin.
Optimisme tersebut tidak hanya didasarkan pada tren penerimaan hingga pertengahan tahun, namun juga didukung oleh langkah-langkah strategis yang tengah dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi sektor minerba. Salah satu langkah penting yang diambil adalah kebijakan peningkatan tarif royalti atas komoditas minerba tertentu.
Tri menyampaikan bahwa kebijakan peningkatan tarif royalti telah melalui kajian yang matang. Ia menyebut bahwa pihaknya telah memeriksa laporan keuangan perusahaan tambang selama dua tahun berturut-turut untuk memastikan bahwa kenaikan tarif tidak akan berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha.
"Kami sudah melakukan perhitungan. Perhitungan itu berdasarkan pada laporan keuangan dua tahun berturut-turut dari beberapa perusahaan. Kemudian kita evaluasi. Pada saat evaluasi itu dilakukan itu tidak menunjukkan adanya potensi perusahaan itu akan mengalami collaps atau negatif cash flow-nya," jelas Tri.
Dasar hukum untuk peningkatan tarif royalti ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Regulasi ini menggantikan aturan sebelumnya, yakni PP No. 26/2022.
PP No. 19/2025 secara eksplisit menyatakan dalam Pasal 7 bahwa seluruh PNBP yang berlaku pada Kementerian ESDM wajib disetorkan ke kas negara. Artinya, peningkatan tarif royalti tersebut langsung berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
Adapun rincian kenaikan tarif royalti yang tertuang dalam beleid ini mencakup berbagai komoditas, mulai dari batu bara, nikel, tembaga, emas, hingga logam mulia lainnya. Untuk batu bara open pit dengan kalori di bawah 4.200 kkal/kg dan harga batu bara acuan (HBA) minimal US$90, tarifnya naik dari 8% menjadi 9% per ton. Sementara untuk batu bara dengan kalori 4.200–5.200 kkal/kg dengan HBA minimal US$90, naik dari 10,5% menjadi 11,5% per ton.
Komoditas nikel pun mengalami perubahan signifikan. Tarif royalti bijih nikel yang sebelumnya flat 10% per ton, kini menjadi sistem multitarif antara 14% hingga 19% tergantung harga mineral acuan (HMA). Nikel matte dan ferro nikel juga mengalami kenaikan serupa, mengikuti mekanisme multitarif sesuai HMA.
Bijih tembaga mengalami kenaikan dari 5% menjadi tarif antara 10% hingga 17% per ton. Konsentrat tembaga yang sebelumnya dikenai tarif 4%, kini dikenai tarif 7% hingga 10%. Adapun katoda tembaga mengalami perubahan tarif dari 2% menjadi 4% hingga 7%.
Emas dalam berbagai bentuk, baik sebagai hasil dari bijih tembaga, lumpur anoda, maupun bullion timbal, mengalami perubahan multitarif signifikan. Tarif royalti yang sebelumnya berkisar antara 3,75%–10%, kini menjadi 7%–16% per troy ounce. Perak dan platina juga mengalami kenaikan serupa, menyesuaikan dengan harga acuan pasar.
Langkah-langkah ini diyakini tidak hanya memberikan ruang bagi negara untuk meningkatkan pendapatan dari sektor strategis, namun juga tetap menjaga keberlanjutan bisnis pertambangan nasional. Pemerintah melalui ESDM ingin memastikan bahwa kegiatan eksploitasi sumber daya mineral dan batu bara dilakukan secara optimal dan adil, dengan kontribusi maksimal terhadap pembangunan nasional.
Dengan landasan regulasi yang diperkuat dan komitmen dari para pelaku usaha, sektor minerba dipandang masih memiliki prospek menjanjikan sebagai salah satu motor penggerak penerimaan negara. Selama harga komoditas global tetap stabil dan permintaan internasional tinggi, kontribusi PNBP dari sektor ini diperkirakan akan terus meningkat.