JAKARTA - Seiring meningkatnya digitalisasi layanan perbankan, pendapatan komisi atau fee based income (FBI) dari transaksi digital semakin menjadi tumpuan bank-bank besar. Di tengah kondisi suku bunga yang masih tinggi, sumber pendapatan non-bunga ini terus bertumbuh pesat, didorong oleh tingginya volume transaksi melalui kanal digital seperti mobile banking, internet banking, serta sistem pembayaran berbasis QR.
Salah satu bank swasta terbesar mencatatkan FBI sebesar Rp4,32 triliun pada kuartal I-2024, naik 8,6% secara tahunan. Mayoritas FBI itu, sekitar Rp3,16 triliun atau 73%, berasal dari transaksi dana pihak ketiga (CASA) dan layanan digital. Nilai ini mengalami peningkatan signifikan dari Rp2,78 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Volume transaksi melalui mobile banking dan internet banking pun melonjak menjadi 7,2 miliar, tumbuh 23,5% secara tahunan, dari total keseluruhan transaksi digital sebanyak 8,3 miliar.
EVP Corporate Communication bank tersebut menyatakan bahwa perkembangan teknologi informasi menjadi kunci dalam memastikan keamanan dan kelancaran layanan digital yang mereka sediakan. Ditegaskan pula bahwa upaya peningkatan infrastruktur digital akan terus dilakukan untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah transaksi.
- Baca Juga Investasi Emas Zaman Now
Di sisi lain, bank milik negara yang mengusung strategi digitalisasi menyeluruh juga mencatatkan pertumbuhan FBI yang positif. Pada kuartal pertama 2024, pendapatan komisi mencapai Rp5,43 triliun atau naik 6,92% dari tahun sebelumnya. Sekitar 39% dari total FBI tersebut, atau sekitar Rp2,04 triliun, disumbang oleh layanan kanal elektronik (e-channel).
Platform superapp bank tersebut mencatatkan 33,5 juta pengguna aktif hingga Maret 2024, tumbuh 30,3% secara tahunan. Aplikasi tersebut mampu memproses hingga 969 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp1.251 triliun, tumbuh 41,8%. Selain itu, layanan agen bank mereka juga menghasilkan FBI sebesar Rp395 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini, dari 285 juta transaksi senilai Rp370 triliun.
Tak hanya itu, bank lainnya yang juga termasuk dalam kelompok bank besar nasional mencatatkan kontribusi FBI dari e-channel sebesar 19,5% dari total FBI. Nilai transaksi digital mereka selama kuartal I-2024 mencapai Rp5.694 triliun. Aplikasi mobile mereka mencatatkan 846 juta transaksi, tumbuh 41,7% secara tahunan, dengan jumlah pengguna mencapai 24,4 juta atau naik 40%. Kontribusi FBI dari aplikasi tersebut tercatat sebesar Rp557 miliar atau naik 25,5% dari tahun lalu.
Di segmen korporasi, platform digital untuk nasabah wholesale berhasil mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp4.773 triliun dalam tiga bulan pertama tahun ini. Kedua platform tersebut menjadi ujung tombak pertumbuhan pendapatan non-bunga yang berkelanjutan.
Perbankan lainnya pun mencatat tren serupa. Salah satu bank mencatatkan pertumbuhan FBI dari transaksi digital sebesar 11,8% pada Maret 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Komponen digital ini menyumbang lebih dari 15% dari total FBI bank tersebut. Peningkatan signifikan terjadi pada volume transaksi QRIS melalui aplikasi digital mereka, yang naik 228% dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, bank fokus perumahan juga mencatatkan FBI digital sebesar Rp82,43 miliar hingga Mei 2025, atau tumbuh 20,66% dibanding periode yang sama tahun lalu. FBI tersebut menyumbang bagian besar dari total FBI bank yang mencapai Rp1,28 triliun, setara 81% dari total pendapatan non-bunga. Kanal digital seperti aplikasi utama, merchant, dan agen menjadi sumber utama peningkatan tersebut.
Secara umum, digitalisasi terbukti memberikan efisiensi dalam pemrosesan transaksi yang masif dan berulang, serta menghasilkan skala ekonomi yang luas tanpa perlu ekspansi jaringan fisik yang besar. Selain kemudahan akses, layanan digital juga menciptakan loyalitas nasabah terhadap platform milik bank.
Sumber FBI dari layanan digital umumnya mencakup berbagai jenis transaksi, mulai dari transfer dana, pembayaran tagihan, pembelian produk digital, hingga transaksi QRIS di merchant. Sebagian bank juga mengembangkan ekosistem digitalnya dengan merambah ke layanan wealth management, bancassurance, remitansi, dan produk treasury guna memperluas basis pendapatan komisi.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Tekanan dari biaya transaksi yang semakin murah akibat kehadiran platform pembayaran murah seperti sistem BI Fast, bisa menggerus sebagian pendapatan komisi dari layanan digital konvensional. Namun, bank-bank tetap optimistis bahwa mereka dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan FBI melalui penambahan fitur, integrasi ekosistem digital, serta penyediaan layanan bernilai tambah yang tidak ditawarkan oleh sistem pembayaran standar.
Strategi ke depan bagi perbankan adalah memperkuat infrastruktur digital agar tetap andal dan aman, meningkatkan inovasi di sektor layanan digital, serta memperluas inklusi keuangan melalui agen dan kanal digital. Dengan fondasi yang kuat dan respons cepat terhadap tren perilaku nasabah, digitalisasi akan terus menjadi mesin utama pertumbuhan fee based income perbankan.