JAKARTA - Meningkatnya perhatian global terhadap keberlanjutan mendorong semakin banyak negara, termasuk Indonesia, untuk memperkuat komitmen terhadap penggunaan energi bersih dan perdagangan karbon. Dalam berbagai forum dan diskusi strategis, aspek pendanaan pembangunan hijau mulai menjadi prioritas serius yang dilirik sektor swasta maupun publik.
Dalam forum Energi Mineral Festival 2025 bertema "Swasembada Energi: Masa Depan Indonesia" yang diselenggarakan di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025 Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Fajar Wibhiyadi, menyoroti peran penting perdagangan karbon dan penggunaan sertifikat energi terbarukan dalam mendukung komitmen net zero emission Indonesia tahun 2060.
“Carbon trade dan penggunaan sertifikat energi terbarukan (LEC/REC) sebenarnya adalah wujud kontribusi nyata terhadap dunia dan lingkungan. Ini bukan hanya tentang biaya, tetapi soal komitmen kolektif untuk masa depan,” ujar Fajar.
- Baca Juga Update Harga BBM per 31 Juli 2025
Menurutnya, perdagangan karbon telah bergeser dari sekadar instrumen lingkungan menjadi elemen strategis dalam pendanaan pembangunan hijau. Keterlibatan sektor swasta dalam pasar karbon akan membuka jalur pembiayaan baru sekaligus meningkatkan daya saing industri nasional di pasar global.
Jalan Menuju Transisi Energi: Pilihan atau Keharusan?
Transformasi energi, menurut Fajar, tidak dapat ditunda lagi. Perubahan ke arah penggunaan energi baru terbarukan membutuhkan dorongan kuat, baik dari sisi regulasi maupun kesadaran kolektif masyarakat dan pelaku industri.
“Hanya ada dua pilihan sadar sendiri atau dipaksa mengikuti. Karena pada akhirnya, seluruh sistem harus bertransisi. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kita akan tertinggal,” tegas Fajar.
Ia menekankan bahwa semakin cepat Indonesia memulai langkah nyata dalam transisi energi, maka semakin besar peluangnya untuk memimpin di tingkat regional. Sebaliknya, jika terlambat, risiko ketertinggalan dalam kompetisi global akan semakin besar.
Sertifikat Energi Terbarukan: Dua Manfaat dalam Satu Langkah
Fajar juga menjelaskan bahwa penggunaan energi terbarukan kini tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga keuntungan ekonomi. Ia mencontohkan pembangkit listrik tenaga surya yang tidak hanya menghasilkan listrik, tetapi juga berpotensi memperoleh sertifikat energi terbarukan yang bernilai jual.
“Jadi ada dua manfaat ekonomis. Pertama dari produk itu sendiri, yakni listrik, dan kedua adalah atribut ekonomis berupa sertifikat energi terbarukan. Ini diharapkan bisa mendorong para pengembang untuk berinvestasi dalam pembangkit hijau karena ada insentif finansial yang menyertainya,” paparnya.
Hal ini menjadi insentif tambahan yang bisa menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya di sektor energi hijau, terutama ketika nilai dari sertifikat tersebut bisa diperjualbelikan di pasar karbon.
Dukungan Pemerintah dan Optimisme terhadap Komitmen EBT
Dalam kesempatan tersebut, Fajar menyatakan keyakinannya bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan tetap konsisten dalam mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya, komitmen ini sudah tertuang dalam pidato pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024.
“Kita mengatakan bahwa Indonesia akan berfokus pada pembangunan energi terbarukan untuk mencapai swasembada energi sesuai dengan cita-cita besar bangsa,” kata Fajar.
Pernyataan ini memperkuat sinyal bahwa arah kebijakan pemerintah mendatang akan mengedepankan investasi berkelanjutan dan penguatan struktur energi bersih sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional.
Potensi Ekonomi Pasar Karbon
Seiring berkembangnya perdagangan karbon di berbagai negara, Indonesia juga mulai memposisikan dirinya sebagai pemain potensial dalam pasar karbon regional. Potensi ekonomi dari perdagangan ini sangat besar, terutama jika digarap dengan strategi yang tepat dan infrastruktur regulasi yang mendukung.
Menurut Fajar, pasar karbon bukan sekadar alat untuk memitigasi emisi gas rumah kaca, tetapi juga bisa dijadikan sarana untuk mendiversifikasi sumber pembiayaan nasional. Dengan semakin banyak perusahaan yang sadar akan tanggung jawab lingkungan, permintaan terhadap sertifikat karbon dan energi terbarukan diprediksi meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
“Ini bukan hanya urusan lingkungan. Ini adalah peluang strategis bagi Indonesia untuk memperkuat struktur pembiayaan hijau dan sekaligus memperkokoh posisi ekonomi nasional di masa depan,” pungkas Fajar.
Masa Depan Energi dan Tanggung Jawab Bersama
Kesadaran global akan pentingnya energi bersih dan keberlanjutan terus meningkat. Indonesia berada di posisi strategis untuk mengambil peran penting dalam peralihan menuju ekonomi hijau, khususnya melalui pengembangan pasar karbon dan pemanfaatan energi terbarukan.
Dengan dukungan regulasi, insentif finansial, dan kolaborasi sektor swasta, transisi energi dapat berjalan lebih cepat dan terarah. Namun, keberhasilan upaya ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan perubahan pola pikir bahwa keberlanjutan bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan.