JAKARTA - Pembangunan infrastruktur jalan tol selama ini sering diidentikkan hanya dengan proyek fisik berupa beton dan aspal. Namun, cerita berbeda datang dari proyek Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar (Bakter) yang kini juga menjadi sarana pemberdayaan desa dan penguatan ekonomi lokal. Lewat tangan PT Hakaaston, pembangunan tol tak hanya berdampak pada konektivitas, tetapi juga menyasar langsung ke aspek ketahanan pangan dan ekonomi hijau berbasis masyarakat desa.
Proyek yang sedang berlangsung ini bukan sekadar pembangunan jalan, melainkan juga upaya mendorong perubahan sosial di tingkat akar rumput. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan program sosial di Desa Panca Tunggal, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan, yang menjadi salah satu titik fokus Hakaaston dalam menyalurkan komitmen tanggung jawab sosialnya.
PT Hakaaston, sebagai pelaksana konstruksi, mengambil pendekatan partisipatif dengan menggandeng warga desa untuk menjalankan inisiatif ketahanan pangan berbasis rumah tangga. Perusahaan ini menggulirkan program yang melibatkan Kelompok Wanita Tani (KWT), dengan mengubah lahan pekarangan menjadi kebun produktif yang menghasilkan sayur-mayur konsumsi keluarga.
- Baca Juga Kuliner Soto Betawi Favorit di Malang
“Kami memulai program ketahanan pangan ini dari lahan pekarangan. Bibit sayur diperoleh dari hasil penjualan limbah botol plastik yang kami kumpulkan sepanjang ruas Tol Bakter,” ungkap M. Alkautsar, Manager Public Affairs Hakaaston.
Inisiatif ini menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan dapat sejalan dengan pelestarian lingkungan. Limbah botol plastik yang kerap menjadi masalah justru dimanfaatkan menjadi modal awal program ketahanan pangan. Selain memberikan nilai ekonomi tambahan, hal ini sekaligus mengedukasi masyarakat desa mengenai pentingnya pengelolaan sampah dan pemanfaatan ulang.
Program Hakaaston di Panca Tunggal tak berhenti sampai di sektor pertanian rumah tangga. Menyadari potensi besar dari limbah daur ulang, perusahaan juga mendorong lahirnya kegiatan ekonomi kreatif yang berbasis lingkungan. Botol plastik yang semula hanya dijual kiloan kini diolah menjadi barang bernilai ekonomi seperti kursi daur ulang dan kerajinan tangan lain yang menarik.
“Kami berkolaborasi dengan para pegiat limbah dan Dinas Lingkungan Hidup untuk menciptakan produk-produk kreatif yang punya nilai jual,” lanjut Alkautsar.
Kolaborasi lintas sektor ini memperkuat fondasi program pemberdayaan masyarakat, terutama dengan menggandeng instansi teknis untuk mendukung kualitas produk dan memperluas jangkauan pemasaran. Dengan begitu, warga tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga berperan sebagai pelaku aktif dalam menciptakan perubahan positif di lingkungan mereka.
Sebagai bentuk keberlanjutan program, hasil kerajinan dan produk daur ulang dari desa akan dipasarkan melalui kanal digital. Pemanfaatan platform digital diharapkan membuka akses yang lebih luas, sekaligus memperkenalkan produk-produk desa ke pasar regional hingga nasional. Pameran UMKM juga akan menjadi ruang promosi penting untuk menjangkau konsumen dan pelaku usaha lainnya.
“Ke depan, kami dorong promosi lewat pemasaran digital dan event pameran agar masyarakat luas bisa mengenal dan membeli produk ini,” jelas Alkautsar.
Melalui pendekatan inklusif dan kolaboratif ini, PT Hakaaston membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur bisa menjadi pintu masuk bagi transformasi sosial dan ekonomi di tingkat desa. Proyek Tol Bakter menjadi teladan bahwa konektivitas fisik tidak perlu berjalan sendiri, tetapi bisa dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia dan lingkungan.
Lebih dari itu, langkah ini juga menjadi wujud nyata dari pelaksanaan visi pembangunan nasional yang menekankan pentingnya desa sebagai pilar ketahanan pangan dan ekonomi berkelanjutan. Dengan memberdayakan kelompok wanita tani, mendukung pengelolaan limbah, dan menggerakkan ekonomi kreatif, proyek ini memberikan kontribusi yang menyeluruh.
Transformasi yang berlangsung di Desa Panca Tunggal juga memberi pesan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Lahan pekarangan, yang kerap dipandang biasa, ternyata bisa menjadi titik awal kemandirian pangan keluarga. Begitu pula limbah plastik, yang selama ini dianggap tak berguna, kini menjadi bahan baku kreasi yang menghasilkan pendapatan tambahan.
Keseluruhan inisiatif ini memperlihatkan bahwa keberhasilan proyek infrastruktur tidak semata diukur dari rampungnya pembangunan fisik, tetapi juga dari dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan. Ketika pembangunan berpihak pada masyarakat dan lingkungan, hasilnya menjadi jauh lebih berkelanjutan dan bermakna.
Dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan, proyek Tol Bakter telah menciptakan ruang tumbuh bagi desa. Sinergi antara pembangunan, masyarakat, dan lingkungan menjadi pondasi kuat untuk mewujudkan desa mandiri yang mampu menjawab tantangan masa depan.