JAKARTA - Alih-alih terpaku pada satu teknologi tunggal dalam menghadapi era elektrifikasi kendaraan, Toyota memilih jalan yang lebih luas melalui strategi Multi Pathway. Langkah ini menjadi komitmen perusahaan dalam mendukung transisi energi bersih di Indonesia, tanpa meninggalkan realitas kebutuhan pasar dan ketersediaan sumber daya di dalam negeri.
Toyota Motor Corporation, melalui pejabat tinggi regional Asia mereka, menekankan bahwa pendekatan multi jalur ini bukan sekadar pilihan strategis, melainkan bagian dari tanggung jawab industri otomotif dalam memastikan mobilitas berkelanjutan yang merata di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
"Indonesia memiliki sumber daya besar, dari nikel hingga energi geotermal. Ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan teknologi masa depan seperti hidrogen," kata Hao Tien, Deputy CEO Asian Region Toyota Motor Corporation, dalam sebuah forum industri otomotif bergengsi.
Strategi Multi Pathway yang diterapkan Toyota mencakup beragam jenis kendaraan elektrifikasi: mulai dari hybrid (HEV), plug-in hybrid (PHEV), kendaraan listrik berbasis baterai (BEV), hingga kendaraan dengan teknologi sel bahan bakar hidrogen (FCEV). Melalui pendekatan ini, Toyota ingin menunjukkan bahwa tidak ada satu teknologi yang bisa menjawab seluruh tantangan lingkungan dan kebutuhan pasar sekaligus.
Sebagai contoh, pengalaman Toyota di Thailand menunjukkan bahwa kendaraan hybrid yang menggunakan bahan bakar E85 justru mampu menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan kendaraan listrik berbasis baterai penuh (BEV). Fakta ini menjadi argumen kuat bahwa adopsi teknologi perlu mempertimbangkan berbagai aspek: dari sumber energi, kondisi geografis, hingga kesiapan infrastruktur.
Toyota meyakini bahwa diversifikasi teknologi merupakan kunci untuk menjawab tuntutan pasar dan kebijakan lingkungan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di negara dengan pasokan listrik yang masih bergantung pada energi fosil, kendaraan listrik murni mungkin belum sepenuhnya ramah lingkungan. Oleh karena itu, solusi campuran seperti hybrid atau biofuel menjadi lebih relevan dan realistis.
Namun, dukungan Toyota terhadap transformasi otomotif Indonesia tak berhenti di sisi teknologi. Perusahaan otomotif asal Jepang ini juga menunjukkan keseriusan dalam mengembangkan industri lokal. Hingga kini, Toyota telah memproduksi hampir 10 juta unit kendaraan di Indonesia. Model-model populer seperti Avanza dan Kijang Innova bahkan memiliki tingkat kandungan lokal lebih dari 80 persen, sementara model elektrifikasi mencapai lebih dari 70 persen.
Tingkat lokalisasi yang tinggi ini bukan hanya membantu efisiensi produksi, tetapi juga menciptakan multiplier effect terhadap perekonomian. "Kami telah menciptakan ekosistem industri dengan lebih dari 300.000 pekerja, dari supplier hingga distributor. Ini adalah kekuatan Indonesia," ungkap Hao Tien.
Keunggulan dalam rantai pasok lokal juga mendorong Toyota menjadi pemain ekspor otomotif utama dari Indonesia. Hingga kini, perusahaan telah mengirim hampir 3 juta unit kendaraan ke lebih dari 90 negara. Tak hanya kendaraan konvensional, ekspor juga mencakup kendaraan hybrid yang kini menjangkau hampir 50 negara. Hal ini membuktikan bahwa industri otomotif Indonesia telah mampu bersaing di tingkat global dengan membawa teknologi ramah lingkungan.
Toyota menyadari bahwa keberlanjutan industri tidak hanya bergantung pada teknologi dan produksi, tetapi juga pada manusia yang menggerakkannya. Itulah sebabnya, pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas utama perusahaan.
"Kami percaya bahwa kami harus membangun orang terlebih dahulu, sebelum membangun mobil," kata Hao, menegaskan filosofi jangka panjang Toyota yang berpihak pada pengembangan kapasitas manusia.
Pendekatan ini terlihat dalam berbagai inisiatif pelatihan dan kolaborasi pendidikan yang dilakukan Toyota bersama mitra lokal di Indonesia. Tak hanya teknisi atau tenaga kerja manufaktur, pengembangan juga menyasar bidang manajerial dan teknologi otomotif masa depan.
Komitmen Toyota terhadap strategi multi jalur dan lokalisasi industri sejalan dengan visi pemerintah Indonesia dalam memperkuat industri otomotif nasional. Indonesia tengah mendorong kendaraan ramah lingkungan melalui berbagai insentif dan kebijakan, namun tetap terbuka terhadap berbagai opsi teknologi. Toyota, dengan pengalamannya di banyak negara, menawarkan model integratif yang tak hanya berorientasi pada target karbon netral, tetapi juga membumi pada realitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Dalam skema besar transformasi industri kendaraan bermotor, langkah Toyota ini bisa menjadi contoh bagaimana sektor swasta berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hijau. Dengan memadukan teknologi canggih, pengembangan SDM, dan optimalisasi rantai pasok lokal, Toyota menunjukkan bahwa masa depan otomotif Indonesia tak hanya soal kendaraan yang lebih bersih, tetapi juga lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.