Nikel

Nikel Indonesia Kuasai Pasar

Nikel Indonesia Kuasai Pasar
Nikel Indonesia Kuasai Pasar

JAKARTA - Indonesia kini telah menjadi pemain utama dalam pasar nikel global, dengan dominasi produksi yang mencapai lebih dari setengah total produksi dunia. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan bahwa kontribusi Indonesia dalam produksi nikel dunia terus meningkat dan saat ini menguasai sekitar 63 persen dari total produksi global.

Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal APNI, menjelaskan bahwa sejak tahun 2022 Indonesia sudah memasok hampir setengah produksi nikel dunia, yakni 50 persen, dan angka ini terus tumbuh secara signifikan hingga menyentuh 63 persen saat ini. “Secara keseluruhan Indonesia sudah menguasai 63% dari total produksi dunia,” ujarnya dalam program Mining Zone.

Dominasi Indonesia dalam produksi nikel ini tentunya membawa pengaruh besar terhadap pasar global. Namun, hal ini juga menciptakan tantangan berupa kelebihan pasokan nikel yang menyebabkan tekanan pada harga nikel dunia. Meidy mencatat bahwa sejak 2022, Indonesia menjadi sumber utama kelebihan pasokan nikel dunia dengan kontribusi sebesar 50 persen dari total kelebihan pasokan global, yang kemudian menurun menjadi 31 persen pada tahun 2023, dan kembali menjadi 16 persen pada tahun 2024.

Kondisi kelebihan pasokan ini berdampak langsung terhadap penurunan harga nikel di pasar internasional, terutama selama tahun 2023 hingga 2024. “Kenapa harga semakin menurun? Salah satunya penyebabnya juga dari Indonesia. Di tahun 2023 sampai 2024, kelebihan total produksi dunia mencapai 500 ribu ton dibandingkan permintaan dunia. Dan sumbangan terbesar datang dari Indonesia,” tambah Meidy.

Meskipun harga nikel dunia mengalami penurunan akibat kelebihan pasokan ini, industri nikel di Indonesia tetap mampu bertahan dan bahkan berkembang. Salah satu faktor utama yang mendukung ketahanan industri nikel nasional adalah biaya produksi yang relatif rendah dibandingkan negara lain. Hal ini disebabkan oleh kondisi pertambangan nikel di Indonesia yang sebagian besar masih berupa tambang terbuka (open-pit mining), yang lebih efisien dan murah dibandingkan tambang bawah tanah yang memerlukan investasi besar dan proses kompleks.

Meidy menambahkan bahwa keberhasilan industri nikel Indonesia dalam tahap hilirisasi atau downstream juga merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa, meskipun masih dianggap terlalu cepat untuk dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki sejarah panjang dalam pertambangan nikel. “Kalau kita bandingkan dengan tambang nikel di negara lain seperti Rusia yang mengandalkan tambang bawah tanah, atau Kanada di Sudbury, dan Brasil, tentu ada perbedaan besar dalam proses dan biaya produksi,” ujarnya.

Dominasi Indonesia di pasar nikel dunia memberikan peluang besar bagi pengembangan industri hilir seperti pembuatan baterai lithium-ion yang banyak digunakan dalam kendaraan listrik. Dengan cadangan nikel yang melimpah, Indonesia berpotensi menjadi pusat produksi bahan baku baterai global, mendukung transformasi energi hijau di masa depan.

Namun, keberhasilan ini juga harus diimbangi dengan strategi pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah melalui pengolahan nikel menjadi produk-produk bernilai tinggi. Selain itu, Indonesia perlu mengantisipasi dinamika pasar global yang sensitif terhadap fluktuasi pasokan dan permintaan, terutama dalam menghadapi tantangan kelebihan produksi yang dapat menekan harga.

Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menjaga stabilitas pasar nikel sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi nasional dan pasar global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index