Minyak

Harga Minyak Stabil, Pasar Waspada

Harga Minyak Stabil, Pasar Waspada
Harga Minyak Stabil, Pasar Waspada

JAKARTA - Perdagangan minyak global tengah berada dalam fase kewaspadaan tinggi. Kamis pagi, 24 Juli 2025, harga minyak mencatatkan kenaikan ringan, namun tetap bertahan di kisaran US$ 65 per barel. Pergerakan ini merefleksikan suasana hati pasar yang masih menanti kepastian arah kebijakan dagang Amerika Serikat serta dinamika persediaan minyak mentah.

Pada pukul 07.21 WIB, kontrak berjangka minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2025 yang diperdagangkan di New York Mercantile Exchange tercatat berada di angka US$ 65,49 per barel. Angka tersebut menunjukkan kenaikan 0,37% dibanding posisi sehari sebelumnya di US$ 65,25 per barel.

Kenaikan ini terbilang tipis dan mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar, yang lebih memilih menunggu hasil negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya ketimbang mengambil posisi spekulatif. Harga tetap stabil, didorong ekspektasi bahwa perundingan akan menemukan titik terang serta kondisi persediaan minyak yang relatif ketat.

Sejumlah pelaku pasar memantau dengan saksama manuver politik ekonomi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang sebelumnya mengancam akan menetapkan tarif impor antara 15% hingga 50% jika negosiasi tidak mencapai kemajuan hingga tenggat waktu 1 Agustus. Ketegangan ini menjadi variabel utama dalam analisis pergerakan harga minyak dunia.

Melansir laporan Bloomberg, Trump sudah lebih dulu menerapkan tarif sebesar 15% terhadap Jepang pada Rabu, 23 Juli 2025, sehari sebelum pergerakan tipis harga minyak yang dicatat pada Kamis pagi. Selain itu, Uni Eropa juga sedang berada di meja perundingan dengan Washington dalam upaya menghindari skenario tarif tinggi.

Situasi ini mendorong pasar untuk mengkalkulasi ulang potensi dampak kebijakan dagang terhadap permintaan global, khususnya terhadap komoditas energi. Sebagian investor melihat bahwa kemungkinan tercapainya kesepakatan perdagangan masih terbuka, sehingga skenario permintaan energi yang benar-benar jatuh bisa dihindari.

Wisnu Varathan, Kepala Riset Makro untuk kawasan Asia di Mizuho Bank Ltd, memberikan pandangan optimistis namun tetap waspada. “Mungkin ada sedikit peningkatan harga minyak mentah akibat asumsi permintaan yang tidak terlalu lemah, karena pasar merasa lega setelah ancaman tarif terburuk dapat dihindari,” ujarnya.

Namun, Varathan juga menegaskan bahwa pasar tidak bisa sepenuhnya bernapas lega. Menurutnya, ketegangan dagang saat ini lebih menyerupai jeda sementara ketimbang penyelesaian menyeluruh, dan potensi ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi global masih cukup besar.

Di sisi lain, laporan tentang persediaan minyak mentah Amerika Serikat turut memberi warna pada pergerakan pasar. Data mingguan menunjukkan adanya penurunan sebesar 3,2 juta barel dalam stok minyak mentah. Penurunan ini menjadi faktor pendukung harga, karena menunjukkan tingkat penarikan pasokan yang cukup signifikan dari cadangan.

Namun, tidak semua jenis bahan bakar mencatatkan tren penurunan. Stok solar justru naik, walau tetap berada di posisi musiman terendah sejak tahun 1996. Kondisi ini menandakan bahwa permintaan terhadap produk turunan minyak seperti solar masih belum sepenuhnya pulih, atau setidaknya sedang berada dalam pola musiman yang spesifik.

Kombinasi antara ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan perdagangan, serta dinamika suplai dan permintaan membuat pergerakan harga minyak menjadi semakin kompleks dan sulit diprediksi dalam jangka pendek. Stabilitas di level US$ 65 per barel mencerminkan konsolidasi pasar yang menanti sinyal lebih kuat.

Para analis memperkirakan bahwa harga minyak masih akan berada dalam rentang sempit dalam beberapa hari ke depan, kecuali ada perkembangan besar dari meja negosiasi perdagangan atau perubahan signifikan pada data persediaan mingguan berikutnya.

Sikap pasar yang cenderung wait and see saat ini menjadi cerminan dari ketidakpastian global yang terus membayangi perekonomian dunia. Komoditas energi seperti minyak mentah pun tidak terhindar dari turbulensi ini.

Dalam konteks makroekonomi global, ketegangan perdagangan dan isu tarif memiliki efek domino yang luas, mulai dari terganggunya rantai pasok industri, penurunan aktivitas manufaktur, hingga penyesuaian konsumsi energi. Oleh karena itu, harga minyak bukan hanya soal pasokan dan permintaan semata, tetapi juga mencerminkan psikologi pasar yang rentan terhadap perubahan geopolitik.

Dengan demikian, stabilnya harga minyak di kisaran US$ 65 per barel pada Kamis pagi bukan berarti pasar telah menemukan titik keseimbangan yang baru. Sebaliknya, ini adalah representasi dari ketegangan antara harapan akan kesepakatan dagang dan kekhawatiran akan dampak negatif tarif lanjutan. Pelaku pasar masih akan terus menanti kabar terbaru dari Washington, Tokyo, dan Brussels untuk menentukan langkah selanjutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index