JAKARTA - Di tengah dinamika pasar global yang tidak menentu, harga minyak dunia menunjukkan ketahanan dengan tetap bertahan stabil, bahkan mencatatkan kenaikan mingguan tertinggi dalam sepekan terakhir. Dorongan positif datang dari harapan baru terhadap tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan India menjelang tenggat waktu penting pada 1 Agustus 2025.
Kabar optimisme tersebut cukup menjadi penyegar bagi pelaku pasar yang selama beberapa bulan terakhir dibayangi oleh kecemasan atas potensi kelebihan pasokan minyak mentah dari OPEC+. Secara teknikal, harga West Texas Intermediate (WTI) berhasil melesat hingga menembus level US$66 per barel, naik 1,2% pada perdagangan hari Kamis waktu Amerika. Sementara itu, patokan global Brent ditutup menguat di kisaran US$69 per barel.
Meski tidak terjadi lonjakan tajam, kestabilan harga minyak ini menjadi sinyal bahwa para investor mulai merespons perkembangan positif dari sisi geopolitik dan perdagangan internasional.
- Baca Juga Geo Dipa dan Energi Panas Bumi Indonesia
Optimisme dari Sisi Perdagangan Global
Salah satu faktor utama yang menjadi katalis kenaikan harga adalah pernyataan dari Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, yang mengungkapkan keyakinannya bahwa India dan Amerika Serikat akan segera mencapai kesepakatan dagang yang saling menguntungkan. Pernyataan ini sontak menciptakan gelombang positif di kalangan pelaku pasar energi yang sebelumnya menahan diri dari aksi beli besar-besaran akibat kekhawatiran ketegangan geopolitik.
Tak hanya India, negara-negara besar lainnya seperti Brasil dan Meksiko juga terlihat semakin intens menjajaki perluasan kerja sama dagang dengan mitra-mitra strategis mereka. Situasi ini menciptakan ekspektasi bahwa arus perdagangan global akan kembali menguat dan pada akhirnya mendorong peningkatan permintaan energi secara bertahap.
Ketatnya Pasokan Solar Juga Ikut Mengangkat Harga
Selain sentimen perdagangan, pasar minyak juga terangkat oleh kondisi pasokan solar global yang ketat. Hal ini terkait langsung dengan kebijakan pembatasan impor minyak Rusia oleh Uni Eropa. Dengan menurunnya ketersediaan minyak mentah berat yang menjadi bahan baku utama produksi solar, harga produk ini pun terdorong naik, menciptakan efek domino terhadap harga minyak mentah global.
Minyak mentah dengan karakteristik lebih berat dibandingkan Brent dan WTI kini bahkan mulai menunjukkan tren yang bertolak belakang dengan patokan pasar. Kenaikan harga solar yang tajam menjadi indikasi bahwa sebagian pasar energi tengah mengalami disrupsi dari sisi pasokan, terutama di sektor transportasi dan industri berat yang sangat bergantung pada bahan bakar jenis ini.
Stabil di Bulan Ini, Tapi Tekanan Masih Ada
Meskipun dalam bulan Juli harga minyak mentah terpantau cukup stabil, secara tahunan grafik harga masih menunjukkan tren menurun. Ini tidak lepas dari pengaruh suplai tambahan yang datang dari OPEC dan mitra-mitranya (OPEC+), yang perlahan mulai meningkatkan produksi mereka. Kekhawatiran atas potensi oversuplai di semester kedua 2025 masih membayangi dan menjadi faktor penahan laju reli harga minyak.
Kondisi ini membuat para analis pasar tetap berhati-hati dalam mengambil posisi beli jangka panjang. Banyak dari mereka menunggu konfirmasi lebih lanjut dari sisi permintaan global serta kepastian geopolitik dari kawasan penghasil utama minyak dunia.
Rincian Pergerakan Harga Minyak
Berikut adalah rincian pergerakan harga minyak per Kamis pagi waktu Asia:
WTI untuk kontrak pengiriman bulan September naik sebesar 0,2% dan diperdagangkan pada posisi US$66,18 per barel pada pukul 07.34 waktu Singapura.
Brent untuk pengiriman yang sama ditutup menguat sebesar 1%, berada di level US$69,18 per barel.
Penguatan ini sekaligus menandai salah satu kinerja mingguan terbaik harga minyak selama Juli 2025, meski volatilitas tetap menjadi faktor utama yang mempengaruhi dinamika pasar jangka pendek.
Pandangan Ke Depan: Fokus ke Keseimbangan Pasar
Kondisi pasar minyak saat ini ibarat sedang berjalan di atas tali tipis. Di satu sisi, ada harapan baru dari perbaikan hubungan dagang internasional yang bisa mengangkat kembali permintaan energi global. Namun di sisi lain, muncul tekanan dari sisi pasokan yang terus meningkat dan bisa menenggelamkan efek positif tersebut jika tidak dikendalikan dengan baik.
Selain itu, perkembangan situasi makroekonomi dunia, termasuk suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi negara-negara besar, juga akan memengaruhi pola konsumsi energi dan, pada akhirnya, arah harga minyak dalam beberapa bulan ke depan.
Kondisi pasar energi saat ini masih menunjukkan gejala pergeseran yang dinamis. Harga minyak dunia memang stabil untuk sementara, namun arah jangka panjang masih sangat bergantung pada keseimbangan antara optimisme geopolitik dan kenyataan produksi yang terus bertambah. Pelaku pasar disarankan tetap mencermati perkembangan perundingan dagang serta kebijakan pasokan dari negara-negara utama, sembari memantau potensi ketegangan yang bisa mengganggu distribusi energi global.