Kuliner

Glodok: Surga Kuliner Legendaris Jakarta

Glodok: Surga Kuliner Legendaris Jakarta
Glodok: Surga Kuliner Legendaris Jakarta

JAKARTA - Di tengah dinamika modern Jakarta yang terus berubah cepat, ada satu kawasan yang tetap bertahan sebagai penjaga tradisi dan memori rasa: Glodok. Terletak di jantung Jakarta Barat, kawasan ini bukan hanya dikenal sebagai pecinan tertua di ibu kota, tetapi juga sebagai panggung hidup dari warisan budaya Tionghoa yang lekat, salah satunya melalui ragam kulinernya.

Glodok bukan sekadar tempat, melainkan ruang perjumpaan antara sejarah panjang komunitas Tionghoa dan geliat masa kini yang mulai menggeliat kembali. Kawasan yang sudah ada sejak abad ke-18 ini menjadi saksi dari pergulatan identitas, pembauran budaya, dan yang paling terasa hingga sekarang kenikmatan kuliner legendaris yang bertahan dari generasi ke generasi.

Kini, Glodok kembali ramai diperbincangkan. Namun bukan hanya karena nilai sejarahnya, tetapi karena ia telah menemukan cara untuk menyapa generasi muda: lewat piring dan gelas, lewat aroma kopi dan gigitan laksa, lewat suasana klasik dan sentuhan kontemporer.

Jejak Cita Rasa Otentik di Gang Gloria

Salah satu titik ikonik yang tak pernah absen dari narasi kuliner Glodok adalah Gang Gloria. Gang sempit yang selalu hidup dari pagi hingga sore ini adalah rumah bagi sederet makanan legendaris yang melekat kuat dalam ingatan kolektif warga Jakarta.

Di sana berdiri Gado-gado Direksi, kuliner lawas yang tetap digemari hingga kini. Nama ‘Direksi’ sendiri konon berasal dari banyaknya pelanggan pegawai direksi zaman dulu. Kemudian ada Kopi Es Tak Kie, warung kopi klasik yang sudah berdiri selama hampir satu abad. Secangkir kopi di Tak Kie bukan sekadar minuman, tapi medium nostalgia yang dikemas dalam gelas kaca sederhana.

Tak jauh dari sana, Bakmi Amoy turut melengkapi daftar jajanan wajib di Glodok. Cita rasa bakmi yang kenyal, ditambah topping yang khas, membuat tempat ini menjadi favorit warga keturunan maupun pendatang yang penasaran.

Di sudut lain gang, Kedai Lao He yang dikelola oleh pasangan lansia juga menjadi perhatian. Menu andalannya seperti laksa dan aneka jajanan pasar ditawarkan dengan ramah. Kesederhanaan yang ditawarkan justru menjadi daya tarik tersendiri.

Petak Enam: Tradisional Bertemu Modern

Glodok memang tidak hanya soal tempat makan lama. Ia berkembang menjadi tempat yang menampung semangat baru tanpa melupakan akar budaya. Hal ini terlihat jelas di Petak Enam, sebuah kompleks kuliner yang dirancang untuk memadukan konsep street food dengan suasana lebih rapi dan tertata.

Petak Enam menjadi rumah bagi gerai populer seperti Gorengan Cempedak Cik Lina, Donat Ellie, dan Kuotie Shantung Lie. Semua menyajikan menu otentik yang menggoda selera. Tapi tak hanya itu, gerai-gerai baru juga bermunculan dengan pendekatan kekinian menyesuaikan dengan selera generasi Z dan milenial.

Beberapa gerai yang kini tengah naik daun di kalangan anak muda di antaranya adalah Power Puff, Ho Lai, dan Wo Ai Pao. Mereka mengusung sajian tradisional dengan kemasan modern dan nama unik yang mudah diingat. Konsep semi-outdoor serta visual gerainya pun sangat Instagramable, menjadikannya spot favorit anak muda.

Kopi Kekinian di Pelataran Legenda

Tren kafe di Jakarta juga merambah ke Glodok. Namun uniknya, bukan untuk menggusur, melainkan hidup berdampingan dengan kedai legendaris. Di sela-sela bangunan tua di Gang Pancoran, hadir LIT Bakehouse, kafe modern yang menyuguhkan pastry legit dan kopi berkelas.

Tempat ini viral karena menjadi ‘hidden gem’ yang sulit ditemukan tapi memuaskan saat dijajal. Tak lama kemudian, muncul MET Coffee, kafe mungil dengan sentuhan minimalis dan suasana tenang. Lokasinya yang tersembunyi justru membuat penasaran banyak foodies yang haus akan pengalaman baru.

Salah satu tempat ngopi yang tak kalah populer adalah Djauw Coffee, dengan konsep kontemporer yang menyajikan menu kopi Turki. Tempat ini menjadi topik hangat di media sosial karena nuansanya yang berbeda dari kafe lain. Gaya interiornya kontras dengan lingkungan sekitar yang klasik, namun menyatu dalam atmosfer Glodok yang inklusif.

Antara Wisata Rasa dan Wisata Sejarah

Yang membuat Glodok semakin spesial adalah keterhubungan antara cita rasa dan cerita sejarah. Banyak pelancong yang datang bukan hanya untuk makan, tetapi juga menelusuri jejak masa lalu, dari klenteng-klenteng tua hingga gang-gang yang menyimpan memori masa kolonial.

Minat terhadap wisata sejarah ini semakin meningkat, terutama setelah pembangunan infrastruktur seperti MRT Fase 2A yang akan melewati kawasan ini. Kelak, akses ke Glodok akan semakin mudah dan cepat, menjadikan kawasan ini makin strategis untuk dikunjungi siapa pun.

Kombinasi antara daya tarik sejarah, kekayaan kuliner, dan penetrasi gaya hidup modern menjadikan Glodok sebagai ruang budaya hidup yang terus berevolusi. Ia bukan hanya tentang masa lalu yang dilestarikan, tetapi juga masa kini yang diperkaya.

Kembali Dilirik, Kembali Dihidupi

Dalam beberapa tahun terakhir, Glodok kembali naik daun. Banyak anak muda yang memilih kawasan ini untuk eksplorasi akhir pekan, bukan hanya karena ingin ‘jajan enak’, tetapi juga karena ingin menyentuh narasi yang lebih dalam. Narasi tentang keberlanjutan, keterbukaan, dan warisan budaya yang bisa tetap hidup jika dijaga dan dihargai.

Selama sepekan, detikFood akan mengulas lebih banyak lagi tentang kisah di balik makanan legendaris dan tempat-tempat baru yang kekinian di Glodok. Jangan lewatkan karena setiap gigitannya, bisa jadi adalah cerita tentang siapa kita dan siapa kita ingin jadi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index