GAS

Gas Melon Langka, Warga Badung Kejar Hingga Denpasar

Gas Melon Langka, Warga Badung Kejar Hingga Denpasar
Gas Melon Langka, Warga Badung Kejar Hingga Denpasar

JAKARTA - Fenomena kelangkaan gas LPG 3 kilogram atau yang biasa disebut gas melon kembali menghantui masyarakat, kali ini melanda wilayah Desa Canggu, Kuta Utara, Kabupaten Badung. Sejumlah warga dan pelaku usaha kecil mengalami kesulitan dalam memperoleh tabung gas subsidi tersebut. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan harian, mereka terpaksa mencarinya hingga ke wilayah Denpasar.

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada aktivitas rumah tangga, tetapi juga mengganggu keberlangsungan usaha mikro yang bergantung pada gas LPG sebagai sumber energi utama. Kelangkaan ini memicu keresahan di tengah masyarakat karena pasokan yang tidak menentu dan harga yang cenderung melonjak ketika barang tersedia.

Asita, seorang ibu rumah tangga di Desa Canggu, menjadi salah satu warga yang merasakan langsung dampak kelangkaan ini. Bersama suaminya, Dhani, mereka harus berkeliling hingga larut malam demi mendapatkan satu tabung gas melon.

"Saya semalam keliling cari gas sampai jauh, daerah Monang Maning, Jalan Gunung Agung dan Jalan Imam Bonjol juga nggak ada," ujar Asita, menceritakan pengalamannya berburu gas ke sejumlah wilayah di Denpasar.

Asita mengaku sudah hampir satu minggu mengalami kesulitan mendapatkan gas untuk kebutuhan dapur. Ia telah mendatangi berbagai tempat, mulai dari toko kelontong kecil hingga agen besar di sekitar tempat tinggalnya, namun hasilnya nihil.

"Setiap toko saya masuki juga kosong semua. Sudah satu mingguan ini," jelasnya dengan nada kecewa.

Jika pun beruntung menemukan gas, ia harus merogoh kocek lebih dalam karena harga yang ditawarkan lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET). Situasi ini menambah beban ekonomi rumah tangga yang sejatinya sudah dibayangi kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.

Situasi serupa juga dialami Hanif, pemilik sebuah warung kelontong atau warung Madura di kawasan tersebut. Ia mengatakan bahwa kelangkaan ini sudah berlangsung selama dua pekan terakhir.

"Sudah dua minggu ini langka," kata Hanif singkat.

Ia mengeluhkan berkurangnya omzet akibat tidak bisa menjual gas melon yang biasa menjadi salah satu komoditas andalan di tokonya. Sebagian pelanggan tetapnya bahkan mengeluh karena tidak mendapatkan pasokan dari warungnya.

Sementara itu, Deo, seorang penjual ayam geprek yang membuka usaha di Desa Canggu dan Desa Tibubeneng, mengaku cukup waswas dengan kondisi tersebut. Bagi pelaku usaha mikro seperti dirinya, gas LPG menjadi elemen vital yang tidak tergantikan dalam proses produksi.

"Kalau nggak ada gas, saya tidak bisa masak. Bisa-bisa nggak buka warung. Padahal, pelanggan sudah banyak yang pesan," ujar pria berusia 30 tahun itu.

Deo menambahkan bahwa ia sudah mencoba mencari ke sejumlah tempat namun tetap tidak mendapatkan pasokan. Menurutnya, jika kondisi ini terus berlanjut, ia terpaksa akan menghentikan sementara usahanya karena tidak ada alternatif bahan bakar lain yang ekonomis.

Kelangkaan gas LPG 3 kg ini bukan yang pertama terjadi di wilayah Bali dan sekitarnya. Beberapa waktu lalu, kasus serupa juga terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga memicu aksi penyanderaan truk pengangkut gas oleh warga. Keluhan masyarakat muncul karena mereka merasa tidak mendapatkan jatah subsidi yang seharusnya.

Pemerintah daerah setempat pun mulai mengambil tindakan dengan memanggil pihak agen maupun perwakilan dari Pertamina untuk menyelidiki penyebab kelangkaan. Dugaan sementara, distribusi yang tidak merata dan permintaan yang meningkat di tengah musim liburan menjadi salah satu pemicunya.

Namun hingga kini, belum ada kepastian soal waktu normalisasi pasokan gas melon. Warga pun hanya bisa berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk mengatasi persoalan ini. Jika tidak, ketidakpastian pasokan akan terus membayangi aktivitas ekonomi rumah tangga dan UMKM yang mengandalkan gas LPG 3 kg.

Dalam kondisi seperti ini, penting kiranya pemerintah, baik pusat maupun daerah, bersama Pertamina dan distributor resmi, untuk meninjau ulang sistem distribusi gas subsidi. Distribusi yang tepat sasaran serta pengawasan yang ketat di tingkat agen menjadi kunci untuk menghindari penimbunan atau permainan harga.

Gas LPG 3 kg merupakan barang subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah, termasuk pelaku UMKM kecil. Apabila terjadi kelangkaan atau kenaikan harga yang tidak wajar, maka yang paling terdampak adalah kelompok ekonomi rentan yang menjadi sasaran program subsidi itu sendiri.

Langkah cepat dan tanggap dibutuhkan, mulai dari menambah pasokan sementara, memperkuat pengawasan terhadap jalur distribusi, hingga menyosialisasikan saluran pengaduan resmi bagi masyarakat yang kesulitan memperoleh gas melon.

Warga berharap masalah ini segera mendapatkan solusi agar aktivitas sehari-hari bisa kembali normal. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi rumah tangga dan usaha kecil, ketersediaan bahan bakar bersubsidi seperti gas LPG 3 kg menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index