OJK

Segera Lapor OJK: Kian Resah Dihubungi Pinjol Tanpa Pernah Meminjam

Segera Lapor OJK: Kian Resah Dihubungi Pinjol Tanpa Pernah Meminjam
Segera Lapor OJK: Kian Resah Dihubungi Pinjol Tanpa Pernah Meminjam

JAKARTA - Fenomena kesalahan penagihan oleh pinjaman online (pinjol) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, keresahan itu datang dari warganet yang mendapat telepon dari nomor asing dan secara mengejutkan ditagih utang pinjol, padahal tidak pernah melakukan pinjaman apa pun.

Kasus seperti ini bukan kejadian tunggal. Pola gangguan seperti ini mengarah pada praktik pengumpulan dan penyalahgunaan data pribadi yang tidak hanya mengganggu kenyamanan warga, tetapi juga menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran akan keamanan digital di Indonesia.

Dalam sebuah unggahan akun X (dulu Twitter) @ta******* pada Rabu 09 JULI 2025, warganet tersebut menuliskan pengalamannya menerima telepon dari nomor tidak dikenal. Saat dijawab, ternyata penelepon adalah penagih dari salah satu layanan pinjaman online yang meminta pelunasan atas nama orang lain. Yang membuatnya janggal, ia tidak pernah merasa mengunduh, apalagi mendaftar ke aplikasi pinjol mana pun.

Kejadian ini pun mendapat perhatian luas dan memunculkan kembali perdebatan tentang lemahnya regulasi dan perlindungan data di sektor keuangan digital, khususnya layanan pinjaman daring.

Laporan Warganet: "Saya Tak Pernah Pinjam, Tapi Ditagih!"

Dalam narasinya di media sosial, pemilik akun menjelaskan bahwa penagih tersebut menyebut nama seseorang yang tak dikenalnya, namun nomor yang dicantumkan sebagai kontak darurat atau referensi ternyata miliknya.

“Saya tidak kenal nama yang disebut. Tapi nomor saya katanya jadi kontak daruratnya. Ini gila sih, saya bisa ditagih utang orang lain hanya karena nomor saya entah bagaimana bocor ke sistem mereka,” tulis akun tersebut.

Pengalaman itu dengan cepat viral dan memicu diskusi hangat di antara netizen. Banyak di antaranya mengaku mengalami hal serupa, bahkan beberapa menyebut telah menerima teror berulang dari penagih yang kasar, intimidatif, bahkan menyebarkan informasi pribadi mereka ke kontak-kontak lain di ponsel.

Modus Lama, Risiko Baru

Praktik seperti ini bukan hal baru dalam dunia pinjaman online ilegal. Modusnya kerap kali menggunakan akses tidak sah terhadap daftar kontak pada ponsel pengguna yang pernah mengunduh aplikasi pinjol, baik legal maupun ilegal.

Dalam beberapa kasus, aplikasi yang diunduh meminta akses ke kontak, lokasi, dan file dengan dalih verifikasi identitas. Tanpa disadari, data tersebut kemudian digunakan sebagai alat penagihan yang menyasar kerabat, rekan kerja, hingga orang asing—termasuk mereka yang tidak tahu-menahu soal utang pinjol.

Pakar keamanan siber, Donny Budi Utoyo, menyebut bahwa penyalahgunaan data dalam ekosistem pinjol harus menjadi perhatian serius, terutama jika menyasar warga yang tidak pernah terlibat dalam kontrak utang-piutang.

“Banyak aplikasi pinjol, terutama yang tidak terdaftar di OJK, melakukan praktik pengambilan data secara masif. Ini rawan disalahgunakan dan bisa menyebabkan trauma psikologis maupun reputasi sosial,” kata Donny.

Regulasi Masih Lemah?

Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap ribuan aplikasi pinjol ilegal, namun kenyataannya praktik-praktik penyalahgunaan data seperti ini terus berulang. Salah satu akar masalahnya adalah ketidaktahuan masyarakat akan batas-batas akses aplikasi, serta minimnya transparansi dari pengembang aplikasi dalam menjelaskan bagaimana data digunakan.

OJK dalam keterangannya pernah menyatakan bahwa pinjaman online resmi yang terdaftar di OJK tidak diperbolehkan mengakses daftar kontak nasabah. Namun dalam praktiknya, masih banyak aplikasi yang menyalahi aturan, terutama yang berasal dari luar negeri atau tidak memiliki badan hukum yang jelas di Indonesia.

Bahkan tak jarang, aplikasi ilegal berganti nama, logo, dan antarmuka dalam waktu singkat untuk menghindari pemblokiran, lalu kembali beroperasi dengan sistem yang sama.

Perlindungan Konsumen di Era Digital

Insiden yang dialami oleh akun @ta******* harus menjadi alarm bagi pemerintah dan regulator untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap penyedia layanan digital, terutama yang melibatkan data pribadi masyarakat.

Beberapa hal yang mendesak untuk dilakukan antara lain:

Penerapan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) secara efektif dengan sanksi yang jelas bagi pelanggar.

Peningkatan literasi digital masyarakat, terutama soal bagaimana memilih aplikasi keuangan yang legal dan aman.

Peningkatan kerja sama lintas lembaga antara OJK, Kominfo, dan lembaga perlindungan konsumen untuk melakukan investigasi cepat terhadap aduan masyarakat.

Pemutusan akses permanen bagi aplikasi pinjol ilegal yang terbukti menyalahgunakan data pribadi.

Ketakutan dan Dampak Psikologis

Lebih dari sekadar gangguan telepon, praktik penagihan semacam ini berdampak serius pada kondisi mental korban. Tidak sedikit warganet yang merasa takut, malu, bahkan mengalami kecemasan sosial, karena dianggap terlibat utang padahal sama sekali tidak.

“Saya sampai ganti nomor karena tidak tahan ditelpon-telpon terus oleh debt collector. Mereka kirim pesan ke teman-teman saya juga, padahal saya tidak pernah pakai aplikasi itu,” kata Lia (bukan nama sebenarnya), warga Depok, yang mengalami hal serupa tahun lalu.

Pengawasan dan Edukasi Harus Jalan Bersama

Kasus penagihan utang pinjol kepada orang yang tidak pernah berutang merupakan bentuk pelanggaran privasi yang tidak bisa dianggap sepele. Warganet seperti akun @ta***** menjadi korban dari sistem digital yang belum aman sepenuhnya bagi pengguna awam**.

Di era keterbukaan data dan layanan finansial digital, perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama. Pemerintah, regulator, dan penyedia platform memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan setiap warga tidak menjadi korban dari sistem yang seharusnya memudahkan, bukan menakutkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index