INVESTASI

Menkeu Dorong Deregulasi Sebagai Kunci Kebangkitan Investasi Nasional

Menkeu Dorong Deregulasi Sebagai Kunci Kebangkitan Investasi Nasional
Menkeu Dorong Deregulasi Sebagai Kunci Kebangkitan Investasi Nasional

JAKARTA - Di tengah sorotan terhadap tren perlambatan investasi pada kuartal pertama tahun 2025, pemerintah menilai bahwa hambatan utama terletak bukan hanya pada faktor global atau iklim ekonomi makro, melainkan juga pada kompleksitas regulasi di dalam negeri. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.

Dalam forum tersebut, Sri Mulyani menegaskan pentingnya deregulasi atau penyederhanaan aturan sebagai langkah fundamental untuk mempercepat arus investasi ke Indonesia. Menurutnya, meski pemerintah telah membuka berbagai jalur investasi dan memberikan insentif, proses birokrasi yang panjang dan tumpang tindih masih menjadi hambatan nyata yang perlu segera diselesaikan.

“Deregulasi merupakan kunci untuk mendorong percepatan investasi Indonesia,” ujar Sri Mulyani di hadapan anggota Komisi XI.

Pernyataan tersebut datang sebagai respons atas kinerja investasi nasional yang menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2025, sehingga diperlukan strategi baru agar Indonesia tetap kompetitif dalam menarik modal asing maupun investasi domestik.

Fokus Deregulasi: Dari Perizinan Daerah hingga Impor Industri

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah kini memfokuskan upaya deregulasi pada beberapa sektor krusial yang selama ini dinilai menjadi bottleneck dalam proses investasi. Salah satu fokus utama adalah percepatan proses perizinan, yang hingga kini masih menjadi keluhan investor, terutama di tingkat pemerintah daerah.

Meski pemerintah pusat telah mengupayakan penyederhanaan melalui sistem OSS (Online Single Submission), penerapannya di daerah masih sering kali berjalan lambat, tidak seragam, dan terjebak dalam prosedur administratif yang kaku. Hal ini menurunkan daya tarik daerah terhadap investasi.

“Kami melihat bahwa percepatan proses perizinan, hingga ke level perda (peraturan daerah), menjadi penting agar investasi tidak mandek di lapangan,” terang Menkeu.

Selain itu, Menkeu juga menyoroti pentingnya penyederhanaan prosedur impor, terutama bagi kebutuhan bahan baku dan barang modal untuk industri dalam negeri. Proses yang berbelit dan kurang fleksibel dalam hal kepabeanan serta karantina kerap membuat pelaku industri kesulitan untuk menjalankan produksi secara efisien.

Dalam konteks ini, Sri Mulyani menegaskan perlunya kolaborasi antara Kementerian Keuangan dengan kementerian teknis lainnya, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, agar regulasi bisa berjalan lebih sinergis dan pro-investasi.

Dorongan Relaksasi Kebijakan TKDN untuk Investasi Strategis

Salah satu aspek yang juga dibahas oleh Sri Mulyani adalah pentingnya memberikan ruang relaksasi terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Meskipun TKDN bertujuan baik untuk meningkatkan peran industri lokal dalam rantai pasok nasional, penerapan yang kaku justru berpotensi menghambat masuknya investasi strategis.

“Kita tetap ingin memperkuat industri dalam negeri, namun untuk proyek-proyek strategis, perlu ada relaksasi kebijakan TKDN agar tidak mempersulit investor di tahap awal,” tegas Sri Mulyani.

Dengan pendekatan yang lebih fleksibel, pemerintah berharap mampu menarik lebih banyak investor yang sebelumnya ragu karena kewajiban TKDN yang sulit dipenuhi pada awal investasi. Kebijakan relaksasi ini tidak berarti mengorbankan industri lokal, tetapi membuka jalan agar proyek bisa berjalan terlebih dahulu sebelum menyerap sumber daya dalam negeri secara bertahap.

Respons DPR dan Harapan untuk Implementasi Nyata

Pernyataan Sri Mulyani tersebut disambut dengan beragam respons dari anggota Komisi XI DPR RI. Beberapa anggota mengapresiasi langkah deregulasi yang diusulkan, namun juga menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi agar implementasi kebijakan tidak hanya berhenti di tataran konsep.

Anggota DPR menilai bahwa sering kali kebijakan deregulasi hanya terasa di pusat, sementara daerah tetap mengalami kebingungan dalam menerapkan aturan baru. Ketidaksinkronan ini bisa menjadi celah birokrasi baru yang justru semakin memperlambat aliran investasi.

Sebagai wakil rakyat, mereka mendorong agar kementerian dan lembaga benar-benar memastikan bahwa setiap produk deregulasi dipahami dan dijalankan secara konsisten di seluruh level pemerintahan.

Tantangan Investasi Global dan Posisi Indonesia

Selain masalah domestik, Sri Mulyani juga menyoroti dinamika global yang turut mempengaruhi iklim investasi, seperti ketegangan geopolitik, penyesuaian suku bunga global, dan perubahan rantai pasok internasional. Meski demikian, ia menekankan bahwa Indonesia tetap memiliki daya tarik besar, terutama karena stabilitas politik dan pasar domestik yang besar.

Namun untuk mempertahankan daya saing tersebut, pemerintah harus mampu menciptakan ekosistem yang tidak memberatkan investor dari sisi administratif. Deregulasi menjadi senjata utama untuk menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam melakukan reformasi struktural.

“Kita harus menciptakan lingkungan yang welcoming bagi investor, tanpa mengorbankan transparansi dan akuntabilitas,” kata Sri Mulyani.

Deregulasi sebagai Pintu Percepatan Pertumbuhan

Apa yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan menunjukkan bahwa pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa pertumbuhan investasi tidak hanya bergantung pada insentif fiskal atau makroekonomi semata, tetapi juga pada kesederhanaan dan kepastian regulasi.

Langkah deregulasi yang terukur, sistematis, dan menyeluruh menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi perlambatan yang terjadi pada awal tahun 2025. Keterlibatan aktif pemerintah daerah, harmonisasi lintas kementerian, serta pendekatan realistis terhadap kebijakan seperti TKDN adalah kunci untuk menciptakan ekosistem investasi yang sehat dan kompetitif.

Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan dukungan pengawasan dari DPR RI, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendorong lonjakan investasi dalam beberapa tahun ke depan. Namun, keberhasilan tersebut akan sangat bergantung pada implementasi nyata di lapangan—bukan hanya pada narasi kebijakan yang baik di atas kertas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index