Pendidikan

Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan

Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan
Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan

JAKARTA - Isu pengembalian jabatan pengawas sekolah kembali menjadi perhatian publik setelah pernyataan resmi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, dalam acara Peluncuran Program Kepemimpinan Sekolah di Graha Utama, Gedung A lantai 3, Komplek Kemendikbudristek. Dalam forum tersebut, Prof. Mu’ti menegaskan bahwa posisi Pengawas Sekolah akan dikembalikan dan dipatenkan kembali dalam peraturan terbaru Kementerian. Pernyataan ini mengindikasikan adanya evaluasi mendalam terhadap efektivitas sistem pengawasan pendidikan yang selama ini dijalankan.

Pengawas sekolah, dalam struktur pendidikan nasional, memiliki tanggung jawab yang jauh melampaui pendampingan teknis semata. Sebelumnya, jabatan ini sempat digantikan dengan istilah Pendamping Satuan Pendidikan, menyusul terbitnya PermenPANRB Nomor 21 Tahun 2024. Perubahan nomenklatur ini diklaim untuk menyederhanakan pengelolaan jabatan fungsional tenaga pendidik. Namun, penggantian istilah tersebut menuai kritik karena dinilai dapat mengaburkan otoritas serta fungsi pengawasan yang sebenarnya.

Sebagaimana disampaikan oleh Abdul Mu’ti, hasil kajian internal Kemendikbudristek menunjukkan bahwa jabatan pengawas sekolah tidak dapat digantikan oleh posisi pendamping. Peran pengawas sekolah tetap vital, tidak hanya dalam aspek manajerial tetapi juga dalam supervisi akademik yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.

Kritik terhadap perubahan ini pun muncul dari banyak pihak. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah potensi tergerusnya otoritas pengawasan. Kata “pendamping” dinilai terlalu lunak dan berisiko menimbulkan miskonsepsi mengenai fungsi pengawas. Sekolah dikhawatirkan menjadi terlalu bergantung pada peran pendamping yang lebih berorientasi asistensi, bukan kontrol dan evaluasi menyeluruh. Ini berlawanan dengan prinsip dasar pendidikan bermutu yang membutuhkan sistem kontrol internal yang kuat dan berjenjang.

Isu ini sebenarnya sudah bergulir sejak tahun 2021, ketika Presiden Joko Widodo menerbitkan PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Pasal 30 peraturan tersebut, pengawasan pendidikan tidak lagi disebut dilakukan oleh pengawas sekolah, yang kemudian memicu kekhawatiran soal arah kebijakan pendidikan nasional.

Namun demikian, dalam praktik di lapangan, pengawas sekolah tetap menjalankan tugas supervisi akademik dan manajerial. Fungsi penting ini tetap diakui dalam regulasi yang lebih operasional seperti Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah. Dalam Pasal 10, disebutkan bahwa Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) masih menjadi tanggung jawab pengawas sekolah.

Tak hanya itu, Kemendikbudristek sendiri melalui Permendikbudristek Nomor 32 Tahun 2022 menegaskan eksistensi pengawas dalam standar pelayanan minimal satuan pendidikan. Bahkan, dalam Permendikbudristek Nomor 29 Tahun 2023, uji kompetensi jabatan fungsional pengawas secara eksplisit masih diatur, menandakan bahwa jabatan ini belum sepenuhnya dihapus dalam praktik teknis kelembagaan.

Secara historis, jabatan pengawas sekolah memiliki akar panjang dalam sistem pendidikan Indonesia. Sejak era kolonial Belanda, posisi ini dikenal dengan sebutan school opzichter atau opsener, bersama kepala sekolah (schoolhoofd) dan guru (onderwijzer), yang membentuk trias pendidikan saat itu. Fungsi pengawasan kala itu berjalan dalam nuansa feodal dan hierarkis, dengan pengawas berada di atas kepala sekolah.

Pada masa Orde Lama, jabatan ini disebut sebagai “Inspektur Sekolah” dan berperan dalam menjaga kualitas penyelenggaraan pendidikan serta memberikan bimbingan kepada guru. Fungsinya tetap kuat hingga masa Orde Baru, dengan pengawasan dilakukan terhadap penerapan standar dan kurikulum nasional.

Era reformasi juga tidak menghapus eksistensi pengawas. Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jabatan ini justru diperkuat lewat Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 yang memuat lima kompetensi utama pengawas, yaitu kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, serta penelitian dan pengembangan. Karier pengawas pun diatur sebagai jenjang profesional dengan syarat pengalaman mengajar atau menjadi kepala sekolah.

Selanjutnya, PermenPANRB Nomor 21 Tahun 2010 memperjelas tugas pokok pengawas sekolah yang meliputi pengawasan akademik dan manajerial, pembinaan, pemantauan standar nasional pendidikan, penilaian, hingga pelatihan profesional guru.

Dengan latar belakang yang kuat tersebut, pengembalian jabatan pengawas sekolah pada nomenklatur semula, seperti yang diusulkan oleh Mendikdasmen saat ini, bukan hanya bentuk restorasi struktural, tetapi juga pengakuan terhadap pentingnya kontrol mutu dalam sistem pendidikan. Ini sejalan dengan visi “Pendidikan Bermutu Untuk Semua” yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pendidikan yang bermutu menuntut keterjaminan proses belajar mengajar yang efektif dan akuntabel. Dalam hal ini, pengawas sekolah berfungsi sebagai garda terdepan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan pendidikan dengan standar nasional. Mereka bukan sekadar pemantau, tetapi juga pembimbing, penilai, dan katalisator peningkatan kualitas satuan pendidikan.

Konstitusi pun menegaskan komitmen negara dalam menjamin pendidikan yang berkualitas. UUD 1945 Pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu dan merata.

Jika pengawasan terhadap mutu ditiadakan atau dilemahkan, maka cita-cita untuk menghadirkan pendidikan berkualitas untuk semua akan sulit tercapai. Oleh karena itu, pengembalian jabatan pengawas sekolah adalah langkah strategis yang patut didukung oleh semua pemangku kepentingan pendidikan.

Semoga kebijakan ini segera terealisasi dalam bentuk regulasi resmi agar pengawas sekolah dapat kembali menjalankan peran strategis mereka secara optimal, demi terwujudnya sistem pendidikan nasional yang lebih kuat, berkualitas, dan merata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index