ASURANSI

Begini Dampak Perampingan Industri Asuransi BUMN dari Kacamata Pengamat

Begini Dampak Perampingan Industri Asuransi BUMN dari Kacamata Pengamat
Begini Dampak Perampingan Industri Asuransi BUMN dari Kacamata Pengamat

JAKARTA - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara memulai langkah besar dalam reformasi sektor asuransi nasional dengan merancang konsolidasi terhadap badan usaha milik negara (BUMN) di sektor asuransi. Dari total 16 perusahaan asuransi milik negara yang saat ini beroperasi, Danantara menargetkan hanya akan menyisakan tiga entitas utama: satu untuk asuransi jiwa, satu untuk asuransi umum, dan satu untuk asuransi kredit.

Langkah tersebut diambil untuk menyederhanakan struktur dan memperkuat daya saing, mengingat banyak perusahaan asuransi BUMN saat ini dinilai memiliki ukuran yang kecil dan tidak kompetitif di tingkat global maupun domestik.

“Jasa Raharja punya insurance juga, kemudian Pertamina punya Tugu Insurance, BRI punya insurance, BNI punya insurance. Tapi tidak cukup size-nya, tidak kompetitif,” ujar Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, dalam sebuah pernyataan kepada media.

Efisiensi Struktur: Peluang dan Tantangan

Salah satu aspek utama dari rencana konsolidasi ini adalah efisiensi sumber daya manusia dan keuangan. Namun demikian, dampak sosial berupa potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi salah satu kekhawatiran besar yang mencuat.

Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, mengakui bahwa konsolidasi memiliki potensi meningkatkan efisiensi, tetapi juga perlu disertai pendekatan yang manusiawi terhadap pekerja.

“Efisiensi dan rasionalisasi karyawan yang manusiawi harus menjadi fokus. Jangan sampai efisiensi berujung pada ketidakadilan bagi pekerja yang terdampak,” tegasnya.

Abitani juga menekankan bahwa konsolidasi bukan hanya soal pemangkasan entitas atau biaya, tetapi harus memberikan manfaat dalam bentuk layanan yang lebih baik bagi para pemegang polis. “Layanan kepada nasabah harus meningkat, bukan sekadar menekan biaya,” ujarnya.

AAJI: Tidak Akan Berdampak Besar ke Asuransi Swasta

Sementara itu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melalui Kepala Departemen Legal, Hasinah Jusuf, menyatakan bahwa konsolidasi ini diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap pelaku industri asuransi swasta, khususnya di segmen individu.

“Perusahaan asuransi swasta lebih banyak menanggung polis individu dibanding kumpulan, jadi dampaknya tidak signifikan ke yang asuransi individu,” jelas Hasinah, yang juga menjabat sebagai Direktur Legal & Compliance Allianz Life Indonesia.

Menurutnya, perbedaan segmentasi pasar antara BUMN dan swasta membuat kedua entitas ini tidak terlalu bertabrakan dalam hal persaingan. Asuransi BUMN umumnya melayani perusahaan dan lembaga pemerintah, sementara swasta mendominasi pasar perorangan.

Dukungan dari IFG dan Indonesia Re

Indonesia Financial Group (IFG) yang menjadi holding dari sejumlah BUMN asuransi menyatakan dukungannya terhadap rencana Danantara. Sekretaris Perusahaan IFG, Denny S Adji, menyebut langkah ini akan menciptakan industri yang lebih efisien, sehat, dan berkelanjutan.

“Kami percaya langkah ini sejalan dengan upaya mewujudkan industri asuransi yang lebih efisien, sehat, dan berkelanjutan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re). Direktur Teknik Operasi, Delil Khairat, menilai bahwa konsolidasi akan memperkuat struktur permodalan perusahaan asuransi, meningkatkan efisiensi, serta menciptakan daya saing yang lebih baik di industri.

Respons Pengamat: Harus Disertai Reformasi Layanan dan Transparansi

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo melihat langkah konsolidasi sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa meningkatkan efisiensi dan tata kelola; di sisi lain, ada risiko menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jika prosesnya tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel.

“Industri asuransi Indonesia menghadapi tantangan serius. Masyarakat lebih percaya menyimpan dananya di perbankan dibanding asuransi. Ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang masih rendah,” kata Irvan.

Menurutnya, jika proses konsolidasi dilakukan tanpa memperbaiki struktur produk, sistem layanan, dan keterbukaan informasi, maka hasilnya justru kontraproduktif bagi industri. “Transparansi dan peningkatan pelayanan harus menjadi prioritas utama agar konsolidasi tidak hanya menjadi penggabungan struktur, tetapi juga menjadi momentum perbaikan menyeluruh,” tambahnya.

Sinergi Tata Kelola dan Risiko Politik

Rencana besar ini juga memunculkan perhatian dari kalangan pengamat ekonomi yang menyoroti pentingnya penguatan tata kelola di tengah potensi intervensi politik. Nilai aset besar yang dimiliki oleh entitas asuransi BUMN menjadikan konsolidasi ini sebagai langkah strategis yang memerlukan pengawasan ketat.

Sejumlah pengamat menyebutkan bahwa tanpa kerangka hukum yang kuat dan independen, proses konsolidasi dapat membuka ruang bagi konflik kepentingan atau bahkan keputusan yang tidak berdasarkan prinsip bisnis murni. Oleh karena itu, dibutuhkan payung regulasi yang jelas dan mekanisme audit independen untuk mengawal proses ini.

Peluang dan Risiko

Peluang:

Konsolidasi dapat menciptakan skala usaha yang lebih besar, memperkuat daya tawar, dan membuka akses ke pasar internasional.

Efisiensi biaya operasional dan permodalan yang lebih kuat bisa mendukung inovasi produk dan layanan digital.

Tata kelola risiko dan sistem manajemen yang lebih terintegrasi dapat menurunkan potensi kerugian dalam jangka panjang.

Potensi PHK yang besar memerlukan kebijakan transisi tenaga kerja yang adil dan berkeadilan sosial.

Ketidakpercayaan publik terhadap asuransi bisa semakin dalam jika proses tidak berjalan transparan.

Adanya kemungkinan konflik kepentingan dalam penunjukan pengelola atau restrukturisasi aset yang tidak sesuai prinsip akuntabilitas.

Rencana konsolidasi asuransi BUMN yang digagas oleh Danantara menandai babak baru dalam reformasi sektor keuangan negara. Langkah ini berpeluang besar memperkuat struktur industri dan meningkatkan daya saing. Namun, agar proses ini berdampak positif jangka panjang, perlu ada komitmen kuat terhadap prinsip tata kelola yang baik, transparansi, dan perlindungan terhadap para pekerja serta nasabah.

Jika eksekusinya dilakukan dengan cermat, konsolidasi ini bisa menjadi fondasi bagi tumbuhnya industri asuransi BUMN yang lebih efisien, tangguh, dan siap bersaing di era digital dan pasar terbuka. Namun, jika diabaikan aspek sosial, transparansi, dan regulasi, maka bukan tidak mungkin langkah ini justru memperparah tantangan yang selama ini sudah dihadapi industri asuransi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index