JAKARTA - Warga Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali menghadapi krisis kelangkaan gas elpiji subsidi 3 kilogram atau yang biasa disebut gas melon. Tidak hanya langka, harga gas melon di pasaran juga melonjak drastis, jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan pantauan hingga Selasa (10/6/2025), harga gas melon di sejumlah wilayah di Sumenep tembus hingga Rp23.000 per tabung, padahal HET gas elpiji 3 kg seharusnya berada di kisaran Rp18.000. Kondisi ini menambah beban berat masyarakat, khususnya kalangan ekonomi menengah ke bawah yang mengandalkan gas melon untuk kebutuhan sehari-hari.
Kelangkaan gas subsidi ini merata terjadi di berbagai kecamatan di Sumenep. Dari Kecamatan Ganding, Bluto, hingga Dungkek, masyarakat mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas melon di warung atau pengecer setempat. Kalaupun ada, harganya melambung jauh dari harga normal.
Fatimatus Zahrah, salah satu warga Kecamatan Ganding, mengaku harus berkeliling dari satu toko ke toko lain demi mendapatkan satu tabung gas melon. Ia menilai kondisi ini sangat memprihatinkan karena gas elpiji merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat kecil.
“Barangnya juga sulit didapat. Harus keliling beberapa toko. Harganya sudah tidak masuk akal,” keluh Fatimatus.
Krisis gas melon ini tidak hanya menyulitkan kebutuhan rumah tangga, tetapi juga memukul para pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup dari aktivitas produksi makanan dan minuman. Salah satunya dialami Raudatul Jannah, pedagang makanan ringan di Kecamatan Bluto, yang mengaku usahanya terancam tutup jika kelangkaan gas terus berlanjut.
“Kelangkaan kali ini lebih parah. Kalau terus begini, usaha kecil seperti saya bisa mati pelan-pelan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Raudatul juga menyebut, harga gas melon yang biasanya berkisar Rp18.000 kini melonjak menjadi Rp22.000 per tabung di wilayah Bluto. Namun, bukan hanya soal harga yang menjadi masalah, melainkan juga ketersediaan barang yang semakin sulit dicari.
Hal serupa dirasakan oleh Hodaifah, warga Kecamatan Dungkek. Untuk mendapatkan satu tabung gas melon, dirinya bahkan harus menyisir hingga tiga kecamatan sekaligus, yakni Kecamatan Kota, Batuan, dan Lenteng. Ia merasa kecewa karena belum ada tindakan konkret dari pemerintah daerah maupun aparat terkait untuk mengatasi persoalan ini.
“Ini gila! Rakyat disuruh cari gas ke mana-mana, tapi tak ada satu pun pejabat turun ke lapangan,” tegas Hodaifah dengan nada geram.
Kondisi kelangkaan ini juga berdampak pada para pedagang kelontong. Basid, salah satu pemilik toko kelontong di Kota Sumenep, mengaku telah berhenti menjual gas 3 kg lantaran pasokan sudah mulai langka bahkan sebelum Iduladha.
“Biasanya saya jual, sekarang tidak bisa. Pasokan hilang. Kalau begini terus, bagaimana rakyat mau hidup?” keluhnya.
Mengapa Gas Elpiji 3 Kg Langka?
Fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kg bukan kali pertama terjadi di Sumenep. Setiap mendekati momen besar seperti Iduladha, pasokan gas melon seringkali terganggu. Meski pemerintah daerah dan Pertamina telah memiliki sistem distribusi yang jelas, namun kenyataannya di lapangan masyarakat selalu mengalami kesulitan mendapatkan gas subsidi tersebut.
Selain itu, muncul dugaan adanya permainan oknum dalam distribusi gas melon yang menyebabkan gas subsidi tidak tepat sasaran. Seringkali gas elpiji subsidi ini bocor ke kalangan industri atau pelaku usaha menengah yang sebenarnya tidak berhak menerima gas bersubsidi, sehingga jatah masyarakat miskin pun semakin berkurang.
Pemerintah Kabupaten Sumenep hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait persoalan ini. Sementara itu, masyarakat terus berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret.
Harapan Warga: Pemerintah Harus Cepat Bertindak
Keluhan warga soal krisis gas elpiji 3 kg di Sumenep kini semakin meluas. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan peran pemerintah daerah dan lembaga terkait yang seolah-olah tutup mata terhadap kesulitan warga.
“Pemerintah ke mana? Ini gas subsidi, kok bisa langka begini? Jangan sampai rakyat dibuat susah terus,” tambah Raudatul Jannah.
Warga berharap pemerintah daerah bisa segera berkoordinasi dengan Pertamina atau pihak distributor resmi untuk memastikan distribusi gas subsidi tepat sasaran dan stoknya bisa kembali normal.
Fatimatus Zahrah juga berharap harga gas bisa kembali stabil agar kebutuhan masyarakat kecil tetap bisa terpenuhi. “Kami cuma minta gasnya ada dan harganya sesuai aturan. Kalau mahal terus begini, makan sehari-hari pun jadi berat,” ujarnya.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Masalah kelangkaan gas elpiji 3 kg sejatinya bisa diminimalisasi jika ada koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, distributor, dan aparat pengawas. Berikut beberapa langkah yang bisa segera dilakukan:
Peningkatan Pengawasan Distribusi
Pemerintah daerah perlu melibatkan Satgas Pangan atau aparat kepolisian untuk melakukan sidak ke agen dan pangkalan gas agar memastikan distribusi sesuai prosedur.
Pendistribusian Tepat Sasaran
Gas elpiji 3 kg merupakan barang bersubsidi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan usaha mikro. Pemerintah harus memperketat pengawasan agar tidak terjadi kebocoran pasokan ke kalangan yang tidak berhak.
Koordinasi dengan Pertamina
Pemerintah kabupaten perlu segera berkoordinasi dengan Pertamina agar mempercepat suplai gas ke daerah-daerah yang mengalami kelangkaan.
Pemberian Subsidi Tambahan Jika Diperlukan
Jika kondisi ekonomi masyarakat semakin berat, pemerintah pusat bisa mengkaji ulang skema subsidi agar harga gas tetap terjangkau.
Sosialisasi dan Edukasi ke Masyarakat
Selain distribusi, penting juga dilakukan edukasi kepada masyarakat terkait prosedur pembelian gas melon agar tidak terjadi panic buying atau penimbunan oleh oknum.
Kelangkaan gas melon merupakan ujian nyata bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Jika persoalan ini tidak segera diatasi, bukan hanya kehidupan rumah tangga masyarakat miskin yang terganggu, tapi juga keberlangsungan usaha mikro yang menjadi penopang perekonomian di daerah seperti Sumenep.
Warga menegaskan bahwa mereka tidak menuntut lebih, hanya menginginkan kebutuhan dasar seperti gas elpiji 3 kg tersedia dengan harga yang wajar.
“Jangan sampai pemerintah hanya diam, karena kami yang menderita,” pungkas Hodaifah.