JAKARTA - Bagi anak-anak, penglihatan bukan sekadar indera yang membantu melihat dunia, tetapi juga menjadi fondasi utama untuk belajar, bermain, dan berkembang. Karena itu, perhatian khusus terhadap kesehatan mata sejak usia dini bukan lagi pilihan, melainkan sebuah kebutuhan. Dokter Spesialis Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Teungku Peukan (RSUD-TP) Aceh Barat Daya, dr Mutia, SpM, menekankan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mendeteksi dan mencegah masalah penglihatan yang dapat berdampak jangka panjang.
Ia menjelaskan bahwa berbagai gangguan seperti kelainan refraksi (mata minus, plus, atau silinder), strabismus (mata juling), ambliopia (mata malas), hingga infeksi mata, dapat menghambat proses belajar dan aktivitas anak jika tidak segera ditangani. Lebih jauh lagi, paparan berlebihan terhadap gawai elektronik juga membawa risiko tersendiri bagi kesehatan mata.
“Mata adalah jendela dunia bagi anak-anak. Penting sekali bagi kita untuk memastikan mereka memiliki penglihatan yang optimal agar dapat belajar dan berkembang dengan baik,” ujar dr Mutia.
Menurutnya, deteksi dini disertai penanganan tepat merupakan langkah krusial untuk mencegah masalah yang lebih serius di kemudian hari. Kesadaran ini perlu dimiliki tidak hanya oleh tenaga medis, tetapi juga oleh orang tua dan guru yang berinteraksi langsung dengan anak setiap hari.
Peran Orang Tua dan Guru dalam Deteksi Dini
Di rumah, orang tua dapat mulai memperhatikan tanda-tanda penurunan penglihatan pada anak melalui kebiasaan mereka. Misalnya, jika anak menonton televisi atau membaca buku dari jarak yang terlalu dekat, hal itu bisa menjadi indikasi gangguan penglihatan jauh.
“Jika keduanya dilakukan dengan jarak terlalu dekat, maka dipastikan sudah terjadi gangguan penglihatan jauh,” jelasnya.
Hal yang sama juga dapat diterapkan di sekolah. Guru memiliki posisi strategis untuk mengamati perilaku siswa saat belajar. Jika ada murid yang sering mendekat ke papan tulis untuk membaca tulisan atau mengaku tidak dapat melihat dengan jelas dari tempat duduknya, kemungkinan besar ia mengalami masalah penglihatan yang perlu diperiksa lebih lanjut.
“Jika siswa tidak dapat membaca tulisan di papan tulis dari posisi duduknya atau berjalan mendekat ke papan tulis untuk membaca tulisan guru, dapat dipastikan mengalami penurunan penglihatan jauh,” kata dr Mutia.
Kebiasaan Sehat untuk Mata Anak
Salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan mata anak di era digital adalah penggunaan gawai tanpa batas. dr Mutia menekankan pentingnya disiplin waktu saat anak berinteraksi dengan gadget atau handphone. Ia menyarankan penerapan aturan 20-20-20: setiap 20 menit penggunaan gawai, anak perlu mengistirahatkan mata dengan melihat objek jauh selama 20 detik. Selain itu, durasi penggunaan layar juga perlu disesuaikan dengan usia anak.
Kesalahan yang sering terjadi di masyarakat, menurutnya, adalah memberikan izin kepada anak bermain game di ponsel seharian penuh dengan alasan hari libur. Kebiasaan ini membuat otot siliaris mata bekerja terlalu keras untuk melihat dekat, sehingga memicu kondisi mata lelah.
“Mata lelah ditandai dengan gejala seperti berair, penglihatan ganda, buram, gatal, sensitif terhadap cahaya, sulit membuka mata, nyeri, panas, hingga sakit kepala,” terangnya.
Faktor Lingkungan dan Nutrisi
Selain pembatasan penggunaan gawai, pencahayaan yang baik juga menjadi faktor penting. Anak sebaiknya membaca atau belajar di ruangan dengan penerangan memadai yang tidak menyilaukan. Lingkungan yang terlalu redup atau terlalu terang dapat memberikan beban ekstra pada mata.
Tak kalah penting, asupan nutrisi berperan besar dalam menjaga kesehatan mata. dr Mutia mengingatkan agar orang tua membiasakan anak mengonsumsi makanan kaya vitamin A dan antioksidan, seperti wortel, bayam, buah-buahan, dan ikan. Nutrisi tersebut membantu menjaga fungsi penglihatan dan mencegah penyakit mata di kemudian hari.
Pencegahan Cedera Mata dan Pemeriksaan Rutin
Kesehatan mata anak bukan hanya soal penglihatan, tetapi juga keselamatan. Anak-anak yang aktif bermain atau berolahraga berisiko mengalami cedera mata. Oleh karena itu, dr Mutia menyarankan penggunaan kacamata pelindung ketika anak melakukan aktivitas yang berpotensi membahayakan mata.
Pemeriksaan mata secara rutin ke dokter spesialis juga perlu dilakukan, terutama jika terdapat riwayat masalah mata dalam keluarga atau jika anak menunjukkan gejala seperti sering memicingkan mata, penglihatan kabur, mata merah, atau berair.
“Pemeriksaan mata rutin ke dokter spesialis mata juga perlu dilakukan, terutama jika ada riwayat masalah mata dalam keluarga atau jika anak menunjukkan gejala seperti sering memicingkan mata, mengeluh penglihatan kabur, atau mata merah dan berair,” pungkas dr Mutia.
Kesehatan mata anak memerlukan perhatian dari berbagai pihak, terutama orang tua dan guru, yang dapat menjadi garda terdepan dalam deteksi dini. Mulai dari kebiasaan penggunaan gawai, pencahayaan saat belajar, hingga pemenuhan gizi dan pemeriksaan rutin, semua langkah ini saling melengkapi untuk memastikan anak memiliki penglihatan optimal.
Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, risiko gangguan mata dapat diminimalisir sejak dini. Pada akhirnya, menjaga kesehatan mata berarti membuka peluang yang lebih besar bagi anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa hambatan dalam melihat dunia.