JAKARTA - Labuan Bajo, destinasi wisata unggulan di Nusa Tenggara Timur, kembali menghadirkan warna baru dalam dunia pariwisata nasional. Tak hanya dikenal dengan panorama lautnya yang memukau dan spot diving kelas dunia, kini sebuah pantai yang sebelumnya tidak sepenuhnya mudah diakses, resmi terbuka untuk umum. Adalah Pantai Binongko, yang berlokasi di belakang Yayasan Panti Rehabilitasi dan Rekreasi St. Damian Binongko, yang kini hadir sebagai ruang publik baru yang mengusung nilai-nilai inklusivitas dan kemanusiaan.
Langkah membuka akses menuju pantai ini menjadi bagian dari inisiatif Yayasan St. Damian Binongko untuk mengedepankan pariwisata berbasis nilai dan pemberdayaan kelompok rentan. Tak hanya berfokus pada potensi ekonomi dari sektor wisata, yayasan ini justru mendorong pendekatan spiritualitas dan keberlanjutan dalam membangun destinasi yang ramah bagi semua kalangan.
Lidwina, Pimpinan Unit Yayasan St. Damian Binongko, menjelaskan bahwa sejak awal Pantai Binongko sudah bisa dinikmati oleh masyarakat umum. Namun, jalur masuk satu-satunya melewati kawasan dalam panti, sehingga kurang nyaman untuk publik. Kini, dengan koordinasi antara pihak yayasan, Pemkab Manggarai Barat, serta Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), jalur akses baru dibuka dari sisi selatan panti, agar masyarakat lebih leluasa menikmati pantai.
- Baca Juga 5 Shio Paling Hoki di Awal Agustus
“Kami berkomitmen untuk membangun pariwisata yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan pemberdayaan kelompok rentan dan penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Kami ingin menjaga nilai inklusivitas, keberlanjutan, dan spiritualitas yang sudah menjadi jiwa dari kawasan ini,” jelas Lidwina.
Dengan dibukanya akses langsung ke Pantai Binongko, yayasan berharap manfaat destinasi ini akan semakin meluas, baik untuk warga lokal maupun wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo.
Inisiatif ini pun mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Zulfikar, Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Manggarai Barat, yang menyampaikan apresiasi kepada Yayasan St. Damian Binongko atas kepeduliannya membuka ruang publik baru bagi masyarakat.
“Langkah ini patut menjadi inspirasi bagi pihak-pihak lain. Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan komunitas lokal sangat penting untuk menciptakan ruang publik yang aman, nyaman, bersih, serta sesuai dengan nilai-nilai Sapta Pesona,” kata Zulfikar.
Pemerintah pun tak tinggal diam dalam mendukung langkah-langkah pembangunan ruang publik yang inklusif ini. Melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), komitmen untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan kembali ditegaskan.
Frans Teguh, Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, menjelaskan bahwa kementerian saat ini tengah fokus menjalankan program “Pariwisata Naik Kelas”. Program ini bukan hanya sekadar promosi, tetapi mendorong peningkatan mutu destinasi, pengembangan SDM, serta memperluas produk unggulan seperti wisata bahari, kuliner, dan wellness.
“Program unggulan Kemenpar saat ini adalah ‘Pariwisata Naik Kelas’, yang fokus pada peningkatan kualitas dan daya saing sektor pariwisata nasional,” ujar Frans.
Dalam konteks tersebut, pembukaan akses ke Pantai Binongko dianggap selaras dengan semangat tersebut. Lokasi yang sebelumnya tidak mudah diakses, kini berubah menjadi ruang inklusif, ramah bagi warga dan wisatawan dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang berasal dari kelompok disabilitas dan rentan.
Di sisi lain, potensi Pantai Binongko tidak hanya terletak pada keindahan bentang alamnya. Lokasinya yang dekat dari pusat Kota Labuan Bajo menjadikan pantai ini sebagai salah satu alternatif destinasi yang mudah dijangkau. Bila sebelumnya wisatawan harus pergi ke pulau-pulau di sekitar Labuan Bajo untuk menikmati pantai bersih dan tenang, kini mereka dapat mengunjungi lokasi ini hanya dalam waktu singkat dari pusat kota.
Pembukaan akses publik ke pantai ini juga dinilai sebagai langkah nyata untuk membangun model pengelolaan wisata yang melibatkan banyak pihak. Dari yayasan, pemerintah daerah, sampai kementerian, semuanya berkolaborasi untuk menciptakan ruang wisata yang tidak eksklusif bagi kalangan tertentu saja.
Lebih jauh, kehadiran Pantai Binongko sebagai destinasi publik juga membuka peluang bagi tumbuhnya sektor ekonomi lokal. Dengan semakin banyaknya wisatawan yang datang, warga sekitar bisa mengembangkan berbagai usaha seperti penyewaan alat snorkeling, warung makan, penyedia jasa foto, atau bahkan homestay.
Potensi ini bisa terus berkembang apabila dikelola secara bijak dan berkelanjutan. Dukungan dari pihak pemerintah dan komunitas menjadi kunci agar pantai ini tidak hanya menjadi magnet wisata baru, tetapi juga contoh ideal tentang bagaimana pariwisata bisa menjadi alat pemberdayaan, bukan hanya komersialisasi.
Dengan keberadaan akses baru ini, Pantai Binongko tak sekadar menjadi tempat liburan. Ia menjelma menjadi simbol transformasi Labuan Bajo menuju destinasi wisata berkelas dunia yang inklusif, berkelanjutan, dan berjiwa sosial tinggi. Sebuah pendekatan yang patut diapresiasi dan direplikasi di tempat lain di Indonesia.