JAKARTA - Final Piala AFF U-23 antara Timnas Indonesia dan Vietnam bukan hanya laga biasa. Bagi Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, ini adalah momen penting yang menyangkut harga diri sepak bola nasional. Lebih dari sekadar perebutan trofi, laga ini menjadi medan pembuktian seberapa jauh perkembangan Garuda Muda setelah jatuh bangun di ajang internasional.
Atmosfer panas dan sarat gengsi telah menyelimuti duel yang mempertemukan dua kekuatan utama sepak bola Asia Tenggara ini. Lokasi pertandingan yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, menambah bobot emosional laga. Dukungan penuh dari publik Tanah Air bukan hanya menjadi pemacu semangat, tetapi juga tekanan yang harus dikelola secara matang oleh para pemain muda.
Dalam konteks inilah, Erick Thohir tampil memberi motivasi langsung. Ia tidak sekadar memantau dari jauh, melainkan hadir secara aktif untuk menyampaikan pesan kepada para pemain. Melalui unggahan video di Instagram resminya, Erick memberikan seruan yang sangat jelas: Garuda Muda harus tampil maksimal, kompak, dan berani.
“Siapkan mental, jaga kekompakan, dan berjuang maksimal memberikan yang terbaik untuk Merah Putih di final melawan Vietnam. Semangat Garuda Muda,” ujar Erick penuh keyakinan.
Pernyataan ini menegaskan bahwa PSSI ingin Timnas U-23 tampil all-out, bukan hanya memainkan pertandingan, tetapi juga memperjuangkan identitas dan semangat nasional. Tidak ada tempat untuk setengah hati di laga sebesar ini.
Erick juga tidak ragu mendorong para pemain untuk bermain dengan keberanian tinggi. Namun, ia memberi penekanan khusus: keras, tapi bukan kasar. Permainan yang agresif dan penuh determinasi adalah respons yang menurutnya layak untuk menghadapi gaya main Vietnam yang dikenal keras dan tanpa kompromi.
"Siapa yang waktu itu ke Thailand, ya? Kamu ingat permainan mereka?" tanya Erick kepada para pemain, merujuk pada kekalahan menyakitkan Indonesia di final AFF U-23 dua tahun silam lewat adu penalti.
Erick mengingatkan bahwa saat itu Indonesia bukan tuan rumah, dan kini situasinya berbeda. Bermain di rumah sendiri harus dimaknai sebagai keunggulan yang perlu dimanfaatkan, baik secara psikologis maupun teknis.
“Nah di sini kita tuan rumah, kita harus berani main keras tapi bukan buat mencederai ya,” tegasnya.
Pernyataan ini menyoroti strategi permainan yang diharapkan: bukan sekadar tampil menyerang atau bertahan, tetapi membangun mentalitas tak gentar dalam menghadapi tekanan, lawan, dan ekspektasi tinggi dari publik.
Vietnam bukan lawan sembarangan. Mereka sudah tiga kali tampil di final AFF U-23, dan dua kali menjadi juara. Statistik itu jelas menunjukkan bahwa Timnas Vietnam punya pengalaman dan mental bertanding di partai puncak. Namun bagi Erick, angka itu bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dikalahkan.
“Mereka (Vietnam) sudah tiga kali main di final, dua kali juara. Tapi ingat ini game keras, jadi kita harus fokus 90 menit,” kata Erick mengingatkan.
Dalam pertandingan sebesar ini, kehilangan fokus selama satu menit saja bisa menjadi pembeda antara kemenangan dan kekalahan. Maka dari itu, konsentrasi, disiplin, dan kerja sama tim menjadi kunci utama.
Erick juga menyampaikan bahwa ini adalah waktu yang tepat bagi Garuda Muda untuk menebus kegagalan masa lalu. Ajang ini menjadi momen pembalasan atas kekalahan sebelumnya dan juga pembuktian bahwa sepak bola Indonesia tidak hanya berkembang dari sisi manajemen, tetapi juga prestasi di lapangan.
Tim asuhan Gerald Vanenburg memang membawa harapan besar. Selain faktor teknis dan taktik, mereka didorong untuk membawa semangat juang dan determinasi yang kuat. Erick sendiri menunjukkan bahwa ia berdiri bersama para pemain, bukan di atas mereka. Pesannya membangun rasa percaya diri dan tanggung jawab kolektif.
Final ini tak ubahnya panggung untuk menunjukkan kepada publik Asia Tenggara bahwa Indonesia siap menjadi kekuatan utama sepak bola regional. Bukan hanya dalam sorotan media, tetapi juga dalam performa di lapangan.
Dukungan publik yang akan memadati GBK diyakini menjadi energi tambahan. Namun Erick mengingatkan, semua akan sia-sia tanpa usaha maksimal dari para pemain. Hanya kerja keras, strategi matang, dan keberanian yang bisa membawa pulang trofi.
Pesan dari Erick Thohir bukan sekadar formalitas dari pejabat tinggi federasi. Ia hadir dengan narasi yang membangkitkan semangat dan menggugah kesadaran para pemain tentang arti sebuah final. Bahwa yang dipertaruhkan bukan hanya skor akhir, tetapi juga martabat dan harapan sepak bola nasional.
Dengan semangat itulah publik menantikan aksi Garuda Muda. Di pundak para pemain muda itu, beban harapan bangsa bertumpu. Namun dengan dukungan penuh dan instruksi jelas dari sang ketua umum, harapan itu bukan beban semata melainkan peluang untuk mencetak sejarah.
Kini semua mata tertuju pada lapangan hijau. Apakah Garuda Muda mampu menjawab tantangan dan membawa pulang gelar juara AFF U-23? Waktu akan menjawab, namun satu hal sudah pasti: Indonesia datang untuk menang.