Respons Anies Baswedan soal Wacana Duet dengan Ahok

Senin, 28 Juli 2025 | 11:01:29 WIB
Respons Anies Baswedan soal Wacana Duet dengan Ahok

JAKARTA - Isu duet antara dua tokoh besar yang pernah memimpin Jakarta kembali mengemuka dan menarik perhatian publik. Kali ini, pertanyaan tentang kemungkinan kolaborasi antara Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kontestasi Pilpres 2029 menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan warganet maupun pengamat politik. Namun, menanggapi hal tersebut, Anies Baswedan memberikan jawaban yang tenang, diplomatis, dan realistis tentang mekanisme pencalonan serta peluang kerja sama di masa depan.

Dalam sebuah wawancara bersama pembawa acara Leon Hartono di kanal YouTube The Overpost, Anies menjelaskan bahwa keputusan pencalonan presiden bukan sepenuhnya bergantung pada keinginannya secara pribadi, melainkan melalui proses yang ditentukan oleh partai politik.

“Memang saya pasti maju (di Pilpres 2029)? Belum tahu kita. Jadi kalau soal maju dan tidak itu seringkali di luar kendali kita,” ujar Anies saat ditanya mengenai potensi dirinya menjadi calon presiden lima tahun mendatang.

Jawaban Anies ini mencerminkan sikap kehati-hatian dalam melihat dinamika politik nasional. Ia menyadari bahwa maju dalam Pilpres bukan sekadar keputusan pribadi, namun merupakan hasil dari serangkaian pertimbangan, konsensus, serta kepercayaan dari partai politik yang memiliki hak konstitusional untuk mengusung calon.

“Ketika saya kemarin dicalonkan menjadi calon presiden itu adalah sebuah amanah, sebuah kepercayaan. Saya anggota partai politik bukan, saya punya kapital juga tidak,” katanya menambahkan.

Ungkapan tersebut menegaskan bahwa pencalonan dirinya di masa lalu merupakan bentuk kepercayaan dari sejumlah pihak, bukan hasil dari kekuatan finansial atau posisi struktural di partai politik. Oleh karena itu, jika pun nama Anies kembali mengemuka dalam bursa calon presiden ke depan, semua itu bergantung pada perhitungan dan keputusan para aktor politik yang berwenang.

“Dan ini adalah sebuah kepercayaan. Jadi kalau kemudian partai-partai politik kemudian mempertimbangkan nama, kemudian itu sebuah kehormatan. Tapi kendalinya enggak di tangan kita karena saya tidak ikut dalam pengambilan keputusan,” lanjut Anies.

Pernyataan ini juga menjadi refleksi dari sistem demokrasi di Indonesia, di mana seseorang yang dicalonkan sebagai presiden idealnya merupakan figur yang mendapatkan legitimasi dari partai politik dan publik. Anies tampak memahami dengan baik bagaimana proses ini berjalan serta tidak ingin memberikan klaim-klaim personal yang terlalu jauh.

Namun, yang tak kalah menarik dalam wawancara tersebut adalah ketika Leon Hartono mengangkat pertanyaan yang disebutnya paling sering ditanyakan publik: Apakah Anies terbuka untuk berduet dengan Ahok, mantan rival politiknya dalam Pilkada DKI Jakarta?

Menanggapi hal ini, Anies menjawab dengan prinsip keterbukaan terhadap kerja sama antarwarga negara, selama hal tersebut sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

“Oh, kalau kolaborasi sih, kolaborasi apa saja kita ini warga negara. Semua warga negara Indonesia memiliki kesempatan yang sama, punya hak yang sama, dan semua itu ada prosesnya," jawab Anies.

Sikap ini bisa diartikan sebagai bentuk kedewasaan politik, di mana rivalitas di masa lalu tak lantas menutup peluang kerja sama di masa depan. Anies tak menolak ide kolaborasi, namun juga tidak memberikan konfirmasi eksplisit, menjaga ruang diplomasi tetap terbuka.

“Tapi secara prinsip, ya kita harus bisa kolaborasi dengan siapa saja selama itu dibolehkan oleh aturan hukum,” imbuhnya.

Pernyataan tersebut menjadi sinyal bahwa dinamika politik bisa sangat cair, tergantung pada kepentingan nasional dan kesepahaman antarfigurnya. Meski sejarah mencatat bahwa Pilkada DKI Jakarta pernah mempertemukan Anies dan Ahok sebagai dua kutub yang berbeda, namun perubahan arah politik bisa saja terjadi di kemudian hari.

Spekulasi duet Anies-Ahok pun terus menggelinding di ruang publik. Meskipun wacana ini belum memiliki dasar formal, perhatian masyarakat terhadap kemungkinan tersebut menunjukkan besarnya ekspektasi terhadap sosok pemimpin yang mampu menjawab tantangan zaman, terlepas dari latar belakang politik atau sejarah kompetisi di masa lalu.

Respons Anies atas isu tersebut menunjukkan kematangannya dalam bersikap. Ia tak terjebak dalam glorifikasi masa lalu, juga tidak menutup diri dari skenario kerja sama lintas kepentingan. Dalam politik, terutama di negara demokrasi seperti Indonesia, segala kemungkinan memang bisa terjadi, asalkan dijalankan secara sah dan sesuai dengan koridor konstitusi.

Wawancara itu juga mempertegas bahwa posisi Anies sebagai tokoh politik tetap diperhitungkan, meskipun ia bukan kader partai politik tertentu. Keberadaannya sebagai figur publik yang pernah menduduki jabatan strategis, dan pernah menjadi calon presiden, menempatkannya dalam radar politik nasional.

Pada akhirnya, waktu dan dinamika politik yang akan menjawab apakah Anies benar-benar akan maju kembali dalam Pilpres 2029 dan apakah duet dengan Ahok akan menjadi kenyataan atau sekadar wacana publik yang tak terwujud. Namun satu hal yang jelas, pernyataan Anies telah membuka ruang diskusi baru tentang kolaborasi politik yang inklusif, berbasis hukum, dan menekankan semangat kebangsaan.

Terkini