JAKARTA - Transformasi industri tambang di Indonesia semakin terasa nyata, terutama ketika pendekatan keberlanjutan bukan lagi sekadar jargon perusahaan, tetapi menjadi kerangka kerja operasional yang menyentuh langsung masyarakat. Inilah yang tengah diupayakan oleh PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) dalam aktivitasnya di Morowali, Sulawesi Tengah.
Menghadapi era transisi energi global, PT Vale mengambil peran bukan hanya sebagai perusahaan tambang, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam pembangunan berkelanjutan. Sebagai anggota holding industri pertambangan MIND ID, perusahaan ini mengedepankan keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya mineral kritis dan perlindungan terhadap lingkungan serta penguatan sosial masyarakat sekitar.
Langkah-langkah konkret yang dilakukan perusahaan mencerminkan keseriusan tersebut. PT Vale menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) secara utuh dalam praktik tambangnya. Pendekatan ini tidak berhenti pada pengelolaan dampak lingkungan semata, namun juga merambah ke pemberdayaan komunitas dan keterbukaan informasi sebagai bagian dari tata kelola yang bertanggung jawab.
Dalam skala operasional, perusahaan telah mengembangkan fasilitas seperti nursery atau pusat reklamasi, yang menjadi tempat pengembangan bibit tanaman untuk pemulihan lahan bekas tambang. Selain itu, teknik hydroseeding diterapkan guna menghindari erosi tanah yang kerap menjadi permasalahan pasca-aktivitas tambang. Perusahaan juga membangun fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), sebagai solusi pengelolaan limbah yang berorientasi pada sirkularitas.
Satu inisiatif yang juga mendapat perhatian khusus adalah pendirian Rumah Grievance, ruang pengaduan terbuka berbasis dialog. Melalui wadah ini, masyarakat lokal diberi ruang untuk menyampaikan keluhan atau aspirasi mereka secara langsung, sekaligus memastikan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasional perusahaan.
Strategi-strategi ini menunjukkan bahwa PT Vale tidak melihat keberlanjutan sebagai tuntutan eksternal semata, tetapi sebagai bagian integral dari bisnis jangka panjang. Visi ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2060 serta pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Vanda Kusumaningrum, Head of Corporate Communications PT Vale, menekankan pentingnya pendekatan transparan dalam menyampaikan upaya keberlanjutan. “Kami percaya, keberlanjutan tidak cukup hanya dilakukan, tapi juga perlu dikomunikasikan dengan cara yang adil, transparan, dan inklusif,” katanya.
Ia menambahkan, memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai proses transisi energi dan praktik pertambangan hijau akan meningkatkan kepercayaan terhadap industri ekstraktif. Dalam pandangannya, keterbukaan informasi akan memperkuat hubungan antara perusahaan dan publik, serta memperkuat legitimasi sosial operasional tambang.
Melalui pendekatan ini, PT Vale menjadikan literasi keberlanjutan sebagai jembatan antara dunia industri dan masyarakat. Literasi bukan hanya alat edukasi, tetapi juga instrumen strategis untuk membangun relasi sosial yang lebih sehat dan kokoh. Masyarakat tidak lagi hanya sebagai penonton, melainkan menjadi mitra aktif dalam proses perubahan industri.
Dalam konteks lokal di Morowali, pendekatan ini berperan penting. Wilayah tersebut selama ini dikenal sebagai kantong penghasil nikel, namun juga menghadapi tantangan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang masif. Kehadiran PT Vale dengan pendekatan hijau menjadi harapan akan terwujudnya model pertambangan yang tidak merusak, melainkan menyembuhkan dan menumbuhkan kembali.
Literasi keberlanjutan yang dikembangkan PT Vale juga berfungsi sebagai instrumen adaptasi masyarakat terhadap dampak lingkungan jangka panjang. Dengan pemahaman yang lebih dalam, komunitas diharapkan mampu meningkatkan daya tahan terhadap perubahan lingkungan serta turut terlibat dalam perencanaan pembangunan di wilayahnya sendiri.
Di sisi lain, PT Vale tidak hanya menyasar dampak lingkungan dan sosial saat ini, tetapi juga membangun fondasi perubahan jangka panjang. Strategi ini menjadikan keberlanjutan sebagai kultur korporasi, bukan sekadar proyek jangka pendek. Keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan menjadi cerminan bahwa proses keberlanjutan tidak bisa berjalan tanpa kolaborasi lintas pihak.
Dengan praktik yang berbasis nilai dan komunikasi yang terbuka, PT Vale memperkuat posisinya sebagai pelopor pertambangan hijau di Indonesia. Langkah-langkah ini tidak hanya relevan dalam konteks Morowali atau Indonesia, tetapi juga menjadi bagian dari gerakan global menuju ekonomi rendah karbon yang berkeadilan.
Di tengah tuntutan dunia akan dekarbonisasi dan keadilan iklim, pendekatan yang menggabungkan teknologi, tata kelola lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat menjadi kunci. PT Vale menunjukkan bahwa industri ekstraktif pun dapat menjadi bagian dari solusi, bukan sumber dari masalah. Komitmen ini bukan sekadar narasi PR, tetapi strategi nyata untuk menghadirkan masa depan pertambangan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.