Pasar Minyak Rebound Usai Sinyal Dagang AS

Rabu, 16 Juli 2025 | 08:09:51 WIB
Pasar Minyak Rebound Usai Sinyal Dagang AS

JAKARTA - Ketidakpastian global yang selama ini membayangi pasar energi seolah mendapat angin segar setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan kemajuan dalam beberapa kebijakan perdagangan. Pernyataan Trump tersebut menjadi salah satu faktor utama yang mendorong penguatan harga minyak, sekaligus mengindikasikan adanya optimisme baru terhadap dinamika pasar energi dalam jangka pendek.

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan, mendekati angka US$67 per barel, setelah sebelumnya sempat merosot hampir tiga persen dalam dua hari pertama minggu ini. Sementara itu, minyak Brent menetap sedikit di bawah US$69 per barel, memperlihatkan respons pasar yang cukup positif terhadap perkembangan situasi perdagangan global.

Trump mengklaim telah mencapai kesepakatan dagang dengan Indonesia, dan bahkan mengungkapkan optimisme untuk menyelesaikan dua atau tiga perjanjian lagi sebelum batas waktu 1 Agustus. Pernyataan tersebut sontak memberi semangat baru bagi para pelaku pasar minyak yang tengah menghadapi tekanan dari ketidakpastian geopolitik dan fluktuasi suplai global.

Sinyal bahwa pasar minyak mentah jangka pendek mulai mengalami pengetatan semakin memperkuat tren kenaikan ini. Struktur harga minyak yang kian mengencang memberikan indikasi bahwa permintaan cenderung meningkat, atau setidaknya lebih stabil dibandingkan dengan kekhawatiran sebelumnya.

Meskipun selama beberapa bulan terakhir pasar sempat digoyang oleh kekhawatiran atas ketegangan geopolitik dan ketidakpastian arah kebijakan perdagangan AS, harga minyak tetap menunjukkan kekuatan. Kenaikan harga tercatat selama Mei dan Juni, dan kini berlanjut di bulan Juli. Ini menjadi sinyal bahwa sentimen pasar mulai bergerak lebih optimis meski tekanan belum sepenuhnya hilang.

Sebagai catatan, sepanjang periode tersebut pasar juga dihadapkan pada tantangan dari sisi suplai. Kartel minyak OPEC+ diketahui mempercepat laju produksi, memicu kekhawatiran akan kelebihan pasokan. Namun pasar tampaknya mulai mengabaikan kekhawatiran tersebut dan lebih fokus pada prospek pemulihan ekonomi dan pertumbuhan permintaan global.

Dalam perkembangan lain, Goldman Sachs Group Inc. baru-baru ini merevisi naik proyeksi harga minyak Brent untuk paruh pertama tahun ini. Proyeksi harga dinaikkan sebesar US$5 per barel, meskipun lembaga keuangan itu tetap menyampaikan pandangan hati-hati untuk periode lebih panjang, khususnya menuju tahun 2026.

Di sisi lain, data dari industri energi AS menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah nasional relatif stabil. Tidak banyak perubahan signifikan yang terjadi, baik dalam skala nasional maupun di pusat penyimpanan utama di Cushing, Oklahoma.

Fokus kini tertuju pada data resmi yang akan dirilis, yang diperkirakan akan memberikan informasi penting mengenai distilat  salah satu produk olahan minyak yang mencakup diesel dan bahan bakar industri lainnya. Perhatian khusus diarahkan pada kategori ini karena level persediaannya telah mencapai titik terendah sejak 2005. Fakta ini memberikan sinyal potensi keketatan pasokan pada segmen hilir pasar energi, yang pada gilirannya bisa memberi tekanan naik terhadap harga minyak mentah.

Dalam rincian pergerakan harga, WTI untuk pengiriman bulan Agustus mengalami kenaikan 0,5% menjadi US$66,83 per barel pada sesi pagi di pasar Singapura. Sementara Brent untuk pengiriman bulan September ditutup 0,7% lebih rendah di angka US$68,71 per barel.

Meskipun Brent sempat melemah, pergerakan pasar secara umum tetap mencerminkan optimisme yang menguat. Katalis utama tetap berasal dari ekspektasi pelonggaran ketegangan dagang dan harapan akan stabilnya permintaan global, terutama dari negara-negara berkembang dan mitra dagang utama AS.

Para analis menilai bahwa sentimen pasar masih sangat sensitif terhadap pernyataan politik dan data fundamental. Ini membuat pergerakan harga minyak sangat fluktuatif, dengan rentang yang bisa berubah hanya dalam hitungan hari, tergantung dinamika geopolitik dan kebijakan makroekonomi global.

Namun demikian, lonjakan harga minyak saat ini tidak bisa dilepaskan dari kombinasi antara faktor teknikal dan fundamental. Di satu sisi, pasar sedang bereaksi terhadap potensi pengetatan suplai di sektor tertentu, seperti distilat dan bahan bakar industri. Di sisi lain, kebijakan dagang AS menjadi semacam katalis yang menggerakkan ekspektasi investor dan pelaku pasar.

Dalam jangka pendek, tren kenaikan harga minyak kemungkinan akan terus bertahan, selama tidak ada kejutan negatif dari sisi pasokan atau kebijakan global. Namun, pasar tetap menantikan konfirmasi lebih lanjut dari data resmi persediaan serta kelanjutan realisasi perjanjian dagang yang dijanjikan oleh Presiden Trump.

Jika kesepakatan-kesepakatan dagang baru benar-benar terealisasi dan ketegangan global mulai mereda, bukan tidak mungkin harga minyak akan menembus level psikologis baru, membuka ruang bagi penguatan lanjutan. Sebaliknya, jika pembicaraan perdagangan mengalami kebuntuan atau data persediaan menunjukkan peningkatan tajam, tren kenaikan ini bisa saja terkoreksi dalam waktu singkat.

Dengan segala ketidakpastian yang masih menyelimuti pasar global, harga minyak mentah tetap menjadi indikator penting dalam membaca arah pergerakan ekonomi dunia. Dan untuk saat ini, sentimen positif dari meja diplomasi tampaknya cukup ampuh untuk mengangkat harga di tengah dinamika pasar yang kompleks.

Terkini

Tiket Kapal Pelni Surabaya Jakarta Mulai Rp183 Ribu

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:16:58 WIB

KAI Pasang PLTS di 10 Fasilitas

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:20:10 WIB

Garuda Indonesia Buka Rute Umrah dari Palembang

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:23:00 WIB

Strategi Transportasi Rendah Emisi Indonesia

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:28:23 WIB

Harga Sembako Stabil di Pacitan

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:33:03 WIB