OJK Tertibkan Finfluencer demi Lindungi Masyarakat

Selasa, 15 Juli 2025 | 12:26:47 WIB
OJK Tertibkan Finfluencer demi Lindungi Masyarakat

JAKARTA - Di tengah pesatnya pertumbuhan media sosial sebagai ruang diskusi dan promosi berbagai produk keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas untuk menyusun regulasi terhadap para influencer keuangan atau finfluencer. Regulasi ini ditujukan untuk menertibkan konten keuangan digital yang kian banyak dikonsumsi masyarakat, namun tak selalu berdasar pada informasi yang valid maupun pertanggungjawaban profesional.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa pengaturan ini lahir dari keinginan untuk memperkuat perlindungan bagi masyarakat, konsumen jasa keuangan, dan investor. Bagi OJK, pendekatan ini merupakan bagian dari upaya sistemik untuk menciptakan industri keuangan yang tidak hanya inklusif tetapi juga terpercaya.

“Jadi berangkatnya dari situ. Akan kami buat ketentuan lebih lanjut,” ujar Mahendra di Gedung Bursa Efek Indonesia, menanggapi urgensi pengaturan para finfluencer yang sering kali memberikan pandangan atau rekomendasi keuangan tanpa dasar pengetahuan atau keahlian yang memadai.

Fenomena finfluencer memang sedang naik daun, terutama di kalangan generasi muda yang mengakses informasi keuangan dari platform seperti TikTok, YouTube, atau Instagram. Namun, hal ini juga membuka ruang risiko terhadap penyebaran informasi yang tidak akurat, bahkan menyesatkan, terutama ketika konten dibuat demi keuntungan pribadi atau promosi terselubung.

Mahendra menyebut bahwa beberapa kasus dalam industri pasar modal menunjukkan kerugian nyata bagi investor akibat pengaruh dari konten keuangan yang tidak bertanggung jawab. “Memang terjadi beberapa kasus yang langsung telah menyebabkan korban ataupun kerugian,” ucap Mahendra, menggarisbawahi bahwa tidak semua konten keuangan yang viral bersifat edukatif atau netral.

Lebih lanjut, OJK menyadari bahwa sebagian finfluencer beroperasi tidak sebagai profesional independen, melainkan sebagai pihak yang membawa kepentingan tertentu. Karena itu, Mahendra menilai pentingnya aspek transparansi dalam penyampaian informasi keuangan. OJK pun menyiapkan kerangka ketentuan yang bisa memberikan batasan dan kejelasan peran bagi mereka yang aktif dalam memengaruhi opini publik soal keuangan.

Meskipun belum dapat dipastikan kapan regulasi ini akan resmi diberlakukan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, memastikan bahwa penyusunan aturan tersebut sudah berada dalam tahap finalisasi. Ia menyebutkan bahwa peraturan bisa terbit pada semester kedua tahun ini.

“Jadi tidak boleh orang bicara sembarangan untuk mengatakan bahwa suatu produk keuangan itu bagus, menarik, atau menguntungkan, sementara dia mengambil keuntungan dari itu,” tegas Friderica, yang akrab disapa Kiki.

Menurut Kiki, OJK sedang mengkaji kemungkinan penerapan sertifikasi tertentu bagi para finfluencer sebelum mereka bisa memberikan ulasan atau rekomendasi terhadap produk keuangan. Langkah ini dinilai krusial agar konten yang disebarkan memiliki dasar yang kuat serta tidak membahayakan masyarakat awam yang mungkin belum memiliki literasi keuangan yang cukup.

Selain itu, OJK juga mengadopsi pembelajaran dari negara-negara lain yang telah lebih dahulu menetapkan regulasi terkait influencer keuangan. Di sejumlah negara maju, finfluencer diwajibkan memiliki izin atau registrasi tertentu dan dilarang memberikan klaim tanpa bukti atau keterbukaan atas konflik kepentingan.

Upaya OJK mengatur perilaku finfluencer juga sejalan dengan arah kebijakan industri jasa keuangan yang lebih berorientasi pada keberlanjutan, transparansi, dan perlindungan konsumen. Dalam konteks ini, penguatan kepercayaan publik menjadi kunci utama, dan tidak bisa dicapai jika ruang digital dibiarkan penuh dengan informasi yang bias, ambigu, atau bahkan sengaja menipu.

Di era ekonomi digital saat ini, masyarakat semakin terhubung dengan produk-produk investasi, asuransi, hingga kripto, lewat rekomendasi atau testimoni dari tokoh-tokoh media sosial. Sayangnya, tidak semua dari mereka memiliki latar belakang edukasi keuangan yang kuat. Ada pula yang memanfaatkan popularitas untuk mempromosikan produk berisiko tinggi tanpa menyebutkan potensi kerugian atau tanpa transparansi akan imbalan yang mereka terima dari sponsor.

Melalui regulasi yang sedang disiapkan ini, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem konten keuangan yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Tidak hanya membentengi konsumen dari potensi penipuan, tetapi juga memberikan ruang bagi finfluencer profesional untuk memberikan edukasi yang benar dan berkontribusi pada peningkatan literasi keuangan masyarakat.

Kolaborasi dengan pelaku industri digital dan platform media sosial pun menjadi bagian penting dari rencana OJK. Tanpa sinergi lintas sektor, upaya pengawasan bisa menjadi sia-sia di tengah derasnya arus informasi yang menyebar secara viral.

Dengan kebijakan yang tepat dan penegakan aturan yang konsisten, OJK ingin memastikan bahwa ruang digital Indonesia menjadi sarana edukasi yang mencerahkan, bukan ladang spekulasi yang menyesatkan. Dan pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap sektor keuangan nasional bisa terus ditingkatkan.

Terkini