Bank Siapkan Buffer Likuiditas Jangka Menengah

Selasa, 15 Juli 2025 | 08:50:44 WIB
Bank Siapkan Buffer Likuiditas Jangka Menengah

JAKARTA - Meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan nasional menjadi salah satu indikator penting bahwa aktivitas perekonomian domestik mulai menunjukkan tren pemulihan yang konsisten. Dalam laporan terbaru yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio LDR pada Mei 2025 tercatat sebesar 88,16%, mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, yaitu 87,99% pada April 2025.

Kenaikan LDR ini bukan sekadar angka statistik biasa, melainkan cerminan dari meningkatnya kepercayaan pelaku usaha dan konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan, yang tercermin dari membaiknya penyaluran kredit oleh perbankan.

LDR: Indikator Kesehatan Penyaluran Kredit

Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan indikator penting dalam menilai sejauh mana dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin aktif bank dalam mendistribusikan dana untuk pembiayaan sektor riil.

Dalam konteks saat ini, naiknya LDR menjadi sinyal positif, karena mengindikasikan bahwa bank mulai lebih agresif menyalurkan kredit, merespons peningkatan permintaan pembiayaan dari sektor rumah tangga maupun korporasi. Hal ini menjadi pendorong penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Namun demikian, perlu dicermati pula bahwa LDR yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan tekanan likuiditas, terutama jika tidak diimbangi dengan manajemen risiko yang memadai. Oleh karena itu, LDR ideal menurut regulator biasanya berkisar antara 80-92%, tergantung pada kondisi makroekonomi dan likuiditas masing-masing bank.

Faktor Pendorong Kenaikan LDR

Beberapa faktor yang turut mendorong kenaikan LDR perbankan pada periode ini antara lain:

Pemulihan Permintaan Kredit Konsumsi dan Modal Kerja
Sektor rumah tangga mulai kembali mengakses kredit konsumsi seperti KPR, KTA, dan kredit kendaraan bermotor, seiring dengan meningkatnya keyakinan konsumen. Di sisi lain, pelaku usaha, terutama UMKM dan sektor manufaktur, juga mulai mengajukan kredit modal kerja untuk meningkatkan kapasitas produksi dan menghadapi permintaan pasar.

Suku Bunga yang Relatif Stabil
Stabilitas suku bunga acuan dan suku bunga kredit membuat banyak pelaku usaha merasa lebih nyaman untuk kembali mengakses pinjaman bank. Bank Indonesia sendiri telah menjaga suku bunga tetap pada level yang mendukung pertumbuhan kredit namun tetap menjaga inflasi.

Digitalisasi Proses Kredit
Inovasi digital dalam proses penyaluran kredit turut memudahkan masyarakat dan pelaku usaha untuk mengajukan pinjaman. Hal ini membuat distribusi kredit menjadi lebih cepat, efisien, dan terjangkau, bahkan hingga ke daerah terpencil.

Penguatan Sektor-Sektor Produktif
Penyaluran kredit kini banyak difokuskan ke sektor produktif seperti pertanian, manufaktur, pariwisata, energi terbarukan, dan logistik. Ini sejalan dengan program pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui dukungan terhadap sektor prioritas.

Respons OJK dan Perbankan

Dalam sejumlah pernyataannya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik tren kenaikan LDR yang terjadi secara bertahap. Regulator menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit ke sektor riil, tentunya dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

OJK juga menyatakan terus memantau ketat pergerakan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL), serta memastikan bahwa peningkatan kredit ini tidak diikuti oleh lonjakan risiko pembiayaan. Hingga kini, NPL gross nasional masih terkendali di bawah 3%, yang dianggap sehat oleh standar industri perbankan.

Sementara itu, dari sisi industri, sejumlah bank besar menyatakan optimisme mereka terhadap kondisi pasar. Beberapa di antaranya bahkan telah menaikkan target penyaluran kredit untuk paruh kedua tahun 2025.

“Kami melihat tren positif dalam permintaan kredit, terutama dari sektor-sektor yang mulai pulih pascapandemi. Kami akan menjaga pertumbuhan kredit tetap sejalan dengan prinsip manajemen risiko yang prudent,” ungkap salah satu eksekutif bank nasional dalam laporan kinerja kuartalan mereka.

Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Penyaluran kredit oleh perbankan merupakan salah satu motor utama dalam menggerakkan perekonomian. Ketika LDR meningkat dalam batas yang sehat, hal ini menunjukkan bahwa sektor keuangan berhasil menjalankan perannya sebagai intermediary institution, yaitu menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana (penabung) ke pihak yang membutuhkan dana (debitur).

Pertumbuhan kredit yang sehat dan produktif dapat mendorong:

Ekspansi usaha sektor riil

Peningkatan daya beli masyarakat

Penciptaan lapangan kerja

Peningkatan pendapatan daerah dan nasional melalui pajak

Oleh sebab itu, tren kenaikan LDR saat ini memberikan harapan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan semakin kuat, terutama jika dibarengi dengan stabilitas politik dan keberlanjutan reformasi struktural.

Tantangan yang Perlu Diwaspadai

Meski LDR yang meningkat menjadi sinyal positif, bukan berarti tanpa tantangan. Bank tetap harus memperhatikan potensi risiko kredit bermasalah, khususnya pada sektor-sektor yang masih rapuh seperti konstruksi, tekstil, dan ritel. Selain itu, fluktuasi global seperti pelemahan nilai tukar atau gejolak suku bunga internasional juga bisa memengaruhi permintaan kredit domestik.

Selain itu, digitalisasi perbankan yang cepat juga membawa risiko baru, seperti keamanan data, serangan siber, dan ancaman fraud digital. Bank dituntut untuk memperkuat sistem teknologi informasi mereka agar tetap tangguh di tengah perkembangan teknologi keuangan.

 LDR sebagai Indikator Optimisme Ekonomi

Kenaikan Loan to Deposit Ratio (LDR) per Mei 2025 menjadi 88,16% adalah refleksi dari semakin membaiknya permintaan kredit dan kepercayaan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia. Meski perlu tetap waspada terhadap risiko, tren ini memberikan sinyal kuat bahwa perbankan siap mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Dengan kebijakan moneter yang kondusif, pengawasan ketat dari OJK, dan peningkatan daya serap kredit oleh sektor riil, Indonesia memiliki peluang untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua 2025 dengan lebih kokoh.

Terkini