Energi Hijau, Kunci Ekonomi Berkelanjutan

Selasa, 08 Juli 2025 | 08:05:09 WIB
Energi Hijau, Kunci Ekonomi Berkelanjutan

JAKARTA - Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan tekanan global untuk menurunkan emisi karbon, transformasi sektor energi menjadi keniscayaan. Energi hijau, atau energi terbarukan, kini menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Bukan hanya sekadar tren global, adopsi energi hijau telah menjelma menjadi kebutuhan strategis, termasuk bagi Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah.

Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif menggalakkan pengembangan energi hijau sebagai langkah konkret mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Energi hijau juga dianggap sebagai mesin pertumbuhan baru yang dinilai mampu menciptakan efek berganda, mulai dari peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, hingga pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan arah kebijakan yang ambisius. Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menargetkan penambahan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 42,6 gigawatt (GW) dalam satu dekade ke depan. Target tersebut menjadi tonggak penting dalam peta jalan transisi energi nasional, sekaligus menunjukkan komitmen kuat untuk berkontribusi pada agenda perubahan iklim global.

Salah satu potensi terbesar yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan EBT adalah panas bumi. Dikenal sebagai “harta karun” tersembunyi di sektor energi hijau, panas bumi menyimpan kapasitas besar untuk menghasilkan energi bersih yang stabil dan berkelanjutan. Namun, pengembangan sumber daya ini tidaklah mudah. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah besarnya kebutuhan investasi dan tingginya risiko eksplorasi.

Dalam rangka mengupas lebih dalam potensi dan tantangan tersebut, Dalam mengangkat tema “Energi Hijau untuk Pertumbuhan Berkelanjutan.” Forum ini menghadirkan narasumber dari berbagai pemangku kepentingan yang terlibat langsung dalam pengembangan energi hijau, khususnya panas bumi.

Hadir dalam diskusi tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, yang menjelaskan strategi pemerintah dalam mendukung ekosistem investasi energi hijau di Indonesia. Selain itu, turut bergabung Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Yudistian Yunis, yang berbagi pandangan dari perspektif pelaku usaha.

Dialog ini tidak hanya memotret kebijakan dan strategi pemerintah, tetapi juga menggambarkan dinamika dan komitmen dunia usaha dalam menggarap potensi energi panas bumi. Dalam forum ini dibahas berbagai aspek penting, mulai dari besarnya potensi yang belum tergarap, tantangan teknis dan finansial, hingga kebutuhan kebijakan insentif untuk menarik lebih banyak investasi.

Salah satu isu krusial yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah kepastian hukum dan kebijakan yang menjadi kunci utama bagi investor. Tanpa jaminan regulasi yang kuat dan stabil, investor cenderung ragu untuk menanamkan modalnya dalam proyek energi terbarukan yang bersifat jangka panjang dan penuh risiko di awal.

Pemerintah pun menyadari pentingnya dukungan kebijakan. Berbagai insentif tengah disiapkan untuk meningkatkan daya tarik investasi, termasuk kemudahan perizinan, jaminan pembelian listrik oleh PLN dengan tarif yang kompetitif, serta pembiayaan proyek hijau berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance). Langkah-langkah ini diharapkan dapat mempercepat realisasi proyek dan memperluas jangkauan pemanfaatan energi bersih ke seluruh pelosok negeri.

Bagi pelaku usaha, keberlanjutan bisnis ke depan juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk beradaptasi dengan tren energi hijau. Banyak perusahaan besar global kini menetapkan standar keberlanjutan sebagai syarat mutlak dalam rantai pasoknya. Artinya, hanya perusahaan yang menerapkan prinsip ESG yang akan bertahan dan berkembang dalam lanskap bisnis masa depan.

Komitmen terhadap energi hijau tidak hanya menjadi tuntutan eksternal, tetapi juga peluang strategis untuk menciptakan nilai tambah. Dalam pengembangan panas bumi misalnya, selain menghasilkan energi bersih, proyek ini juga mampu menggerakkan perekonomian lokal melalui pembukaan lapangan kerja, pengembangan infrastruktur, serta pemberdayaan masyarakat sekitar.

Melalui dialog terbuka seperti Economic Update Energy Edition, harapannya muncul sinergi kuat antara pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita besar transisi energi. Percepatan pengembangan EBT, termasuk panas bumi, memerlukan keberanian untuk mengambil langkah besar dan kolaborasi erat lintas sektor.

Energi hijau bukan semata tentang teknologi dan infrastruktur, tetapi juga menyangkut perubahan paradigma dalam melihat masa depan pembangunan Indonesia. Inilah saatnya menjadikan energi hijau sebagai kekuatan baru ekonomi nasional yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan.

Terkini