Prediksi Produksi Raksasa India Goyang Harga Batu Bara Global

Selasa, 08 Juli 2025 | 08:26:23 WIB
Prediksi Produksi Raksasa India Goyang Harga Batu Bara Global

JAKARTA - Optimisme produksi batu bara dari India kini mulai berdampak langsung ke pasar global. Prediksi swasembada energi negara tersebut membuat harga batu bara mengalami tekanan, mencerminkan bagaimana dinamika satu negara dapat mempengaruhi arus komoditas dunia.

Harga batu bara, terutama jenis Newcastle untuk kontrak pengiriman Juli, mencatat penurunan sebesar US$0,45 menjadi US$109,5 per ton. Penurunan ini juga dialami oleh kontrak Agustus yang melemah US$1,1 menjadi US$109,75 per ton, serta kontrak September yang jatuh sebesar US$1,1 ke angka US$110,6 per ton.

Sementara itu, kontras terlihat pada pasar Eropa. Harga batu bara di Rotterdam justru mencatat sedikit kenaikan. Untuk pengiriman Juli, harga naik US$0,4 menjadi US$106,15 per ton. Kontrak Agustus juga mencatat peningkatan tipis sebesar US$0,35 menjadi US$105,4 per ton, sedangkan harga September stabil di level US$105,55.

Pelemahan harga di pasar Asia, terutama untuk jenis Newcastle, dikaitkan langsung dengan proyeksi peningkatan signifikan produksi batu bara di India. Menurut laporan dari Asian Power, India diperkirakan akan memproduksi 1,15 miliar ton batu bara pada tahun fiskal 2026 (FY26), jumlah yang mampu memenuhi 83% dari kebutuhan domestik. Capaian ini akan menjadikan India semakin mendekati titik swasembada energi berbasis batu bara.

Laporan tersebut berasal dari CareEdge Advisory & Research, yang menyoroti berbagai faktor yang mendorong peningkatan produksi di negara berpenduduk terbanyak ini. Di antaranya adalah percepatan reformasi kebijakan struktural, akselerasi lelang tambang, serta permintaan tinggi dari sektor pembangkit listrik tenaga batu bara.

“Dengan target produksi mencapai 1,15 miliar ton dan memenuhi 83% permintaan dalam negeri, India semakin mendekati swasembada batu bara,” ujar Nitu Singh, Associate Director CareEdge Advisory & Research.

India memang menunjukkan tren pertumbuhan luar biasa dalam produksi batu bara. Pada tahun fiskal 2025, produksi mencapai rekor tertinggi 1,0476 miliar ton. Jumlah ini melonjak jauh dibandingkan 716,1 juta ton pada tahun fiskal 2021, mencerminkan pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sekitar 10% dalam lima tahun terakhir.

Di sisi lain, konsumsi batu bara di India juga mengalami peningkatan signifikan. Total konsumsi domestik pada tahun fiskal 2025 tercatat sebesar 1.270 juta ton (MT), meningkat dari 922,2 juta ton di tahun fiskal 2021. Ini berarti ada pertumbuhan CAGR sekitar 8,3%, sejalan dengan kebutuhan energi nasional yang terus meningkat.

Menurut CareEdge, laju konsumsi ini terutama didorong oleh tiga faktor utama: peningkatan kebutuhan listrik di sektor industri, komersial, dan pedesaan; lambatnya adopsi energi terbarukan di beberapa wilayah; serta keterbatasan infrastruktur energi alternatif.

Meski India secara aktif mempromosikan pengembangan energi hijau, ketergantungan terhadap batu bara masih tinggi. Ini bisa dilihat dari porsi distribusi batu bara domestik yang didominasi oleh sektor kelistrikan. Pada tahun fiskal 2025, sebanyak 82% dari total distribusi 1.270 juta ton digunakan untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang masih menjadi tulang punggung energi di negara tersebut.

Kondisi ini juga menunjukkan tantangan ganda yang dihadapi India: memenuhi kebutuhan energi yang terus melonjak, sekaligus menjaga komitmen terhadap target dekarbonisasi global. Dalam jangka pendek, batu bara tetap menjadi solusi paling realistis dan terjangkau bagi India untuk menjaga stabilitas pasokan listrik, terutama bagi wilayah pedesaan dan industri berat.

Bagi pasar global, proyeksi produksi besar-besaran dari India dapat mengubah lanskap perdagangan batu bara internasional. Ketika negara sebesar India mampu memenuhi sebagian besar kebutuhannya secara mandiri, maka ketergantungannya terhadap impor akan berkurang. Hal ini secara otomatis menurunkan permintaan di pasar internasional, yang berdampak pada pelemahan harga.

Hal ini pun diperkuat oleh kenyataan bahwa India adalah salah satu pengimpor batu bara termal terbesar di dunia, bersaing dengan Tiongkok. Apabila India mencapai swasembada, negara-negara pengekspor seperti Indonesia dan Australia bisa menghadapi penurunan volume permintaan dari pasar tradisionalnya.

Namun, perlu dicermati pula bahwa kondisi pasar batu bara bersifat dinamis. Harga batu bara tidak hanya dipengaruhi oleh produksi dan konsumsi di India, tetapi juga oleh faktor geopolitik, kondisi iklim, kebijakan lingkungan, serta perkembangan energi terbarukan secara global.

Dengan harga yang masih relatif fluktuatif, investor dan pelaku industri perlu mencermati lebih jauh indikator fundamental dan sentimen yang membentuk harga komoditas ini ke depan. Meski laporan CareEdge menggarisbawahi tren produksi India yang impresif, bukan berarti pasar internasional akan sepenuhnya jenuh dalam waktu dekat.

Sebagai penutup, tren penurunan harga batu bara dalam beberapa hari terakhir memberi sinyal bahwa pasar sangat responsif terhadap isu pasokan dan proyeksi produksi dari negara-negara besar. Peran India yang semakin dominan dalam strategi energi global akan terus menjadi variabel kunci dalam menentukan arah harga batu bara ke depan—baik sebagai peluang maupun tantangan bagi eksportir dan investor energi global.

Terkini