JAKARTA - Meningkatkan ketahanan pangan bukan hanya soal produksi massal atau teknologi canggih, tapi juga menyangkut kesejahteraan petani kecil yang menjadi ujung tombak sistem pangan nasional. Kesadaran inilah yang melandasi sinergi antara ROHIS Lintasarta dan Rumah Zakat dalam memberikan dukungan konkret kepada para petani lokal, khususnya petani cabai yang tergabung dalam program Topejawa Berdaya di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Alih-alih hanya menjadi agenda simbolik, bantuan yang disalurkan berupa pupuk dan sarana pertanian ini membawa harapan nyata bagi para petani yang selama ini menghadapi tantangan produksi, cuaca, dan harga pasar. Dengan menyasar dua dusun di Desa Topejawa, yaitu Dusun Kajang dan Dusun Topejawa Lama, program ini hadir sebagai bentuk pemberdayaan jangka panjang, bukan sekadar aksi sosial sesaat.
Salah satu penerima manfaat, Hamzah Dg Lotteng, menyampaikan apresiasinya secara langsung. Sebagai bagian dari BUMMas Topejawa Berdaya, ia mengakui bahwa bantuan ini bukan hanya meringankan beban operasional, tapi juga menjadi penanda bahwa jerih payah petani diperhatikan.
“Terima kasih banyak ROHIS Lintasarta dan Rumah Zakat atas bantuan pupuk dan sarananya. Ini sangat berarti bagi kami para petani,” ujarnya penuh haru.
Tak hanya Hamzah, Lamiri Dg Rau dan Pabe Dg Nyau, dua petani cabai lain yang juga tergabung dalam program binaan, turut menyuarakan rasa syukur atas bantuan yang diterima. Mereka meyakini bahwa dukungan ini dapat meningkatkan produktivitas dan hasil panen yang selama ini sangat bergantung pada kondisi lahan dan cuaca.
“Berkah selalu, terima kasih atas bantuannya,” ujar Lamiri Dg Rau.
Lebih dari sekadar penyaluran bantuan, program ini juga dilengkapi dengan monitoring dan pendampingan langsung di lapangan. Usman Dsau, relawan inspirasi dari Rumah Zakat, turun langsung mengunjungi lahan pertanian milik para petani, termasuk milik Basri Dg Gea, untuk memantau perkembangan tanaman cabai dan memberikan arahan teknis agar hasil panen bisa lebih optimal.
Dalam keterangannya, Usman menekankan pentingnya pendampingan berkelanjutan, karena keberhasilan program semacam ini tidak bisa hanya mengandalkan bantuan awal semata. Ia berharap, kolaborasi antara organisasi masyarakat dan perusahaan seperti ROHIS Lintasarta dapat menjadi model pemberdayaan ekonomi masyarakat desa yang berkelanjutan.
“Semoga bantuan ini bermanfaat dan membawa keberkahan bagi seluruh petani Berdaya. Terima kasih kepada ROHIS Lintasarta yang telah mendukung program ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan memberikan kesehatan kepada kita semua. Aamiin,” tutur Usman.
Langkah ROHIS Lintasarta ini merupakan bagian dari tanggung jawab sosial keagamaannya dalam mendorong keseimbangan antara kemajuan teknologi dan keberdayaan masyarakat akar rumput. Dengan menggandeng Rumah Zakat yang memiliki jaringan luas dan keahlian dalam pemberdayaan komunitas, program ini menyasar akar persoalan petani: keterbatasan akses terhadap sarana produksi, pendampingan teknis, dan pasar yang stabil.
Program Topejawa Berdaya sendiri adalah inisiatif lokal yang dibentuk untuk mengorganisasi petani kecil agar bisa mandiri secara ekonomi. Dengan membentuk Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMMas), para petani diberikan pelatihan, akses permodalan, hingga pemasaran. Dalam konteks ini, bantuan dari ROHIS Lintasarta memperkuat fondasi program dan mempercepat pencapaian kemandirian petani di desa tersebut.
Pendekatan yang diambil dalam program ini tak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tapi juga menyentuh sisi spiritual dan sosial masyarakat desa. Ketika petani merasa dihargai dan diperhatikan, semangat mereka untuk bekerja keras dan menjaga lingkungan pertaniannya akan meningkat. Hal ini menjadi kunci dalam membangun ketahanan pangan nasional yang inklusif.
Salah satu aspek penting dari program ini adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh prosesnya, mulai dari perencanaan, pendataan penerima manfaat, hingga monitoring perkembangan hasil pertanian. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan program pemberdayaan bergantung pada kolaborasi yang sejajar antara lembaga pendukung dan komunitas penerima manfaat.
Dengan pendekatan semacam ini, ketahanan pangan bukan lagi sekadar narasi nasional, tetapi menjadi kenyataan lokal yang hidup di tengah masyarakat desa. Para petani cabai di Topejawa kini tidak hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tapi juga menjadi bagian penting dari rantai pasok pangan yang mendukung kesejahteraan bangsa.
Kolaborasi antara ROHIS Lintasarta dan Rumah Zakat menjadi contoh konkret bahwa kontribusi dunia usaha, melalui unit keagamaannya, dapat menjadi kekuatan besar dalam mengatasi persoalan struktural seperti kemiskinan dan ketimpangan akses pertanian. Ketika dunia usaha dan masyarakat sipil bersatu dalam kepedulian, maka dampaknya pun akan jauh melampaui sekadar angka produksi—ia menyentuh martabat dan harapan hidup masyarakat kecil.
Melalui upaya seperti ini, desa bukan hanya menjadi objek pembangunan, tetapi pusat dari perubahan sosial dan ekonomi. Dan para petani, seperti mereka yang tergabung dalam program Topejawa Berdaya, bukan lagi pelaku pinggiran, melainkan tokoh utama dalam skenario ketahanan pangan Indonesia masa depan.