Harga Singkong Merosot, Petani Simalungun Hadapi Krisis Pendapatan

Minggu, 06 Juli 2025 | 14:39:32 WIB
Harga Singkong Merosot, Petani Simalungun Hadapi Krisis Pendapatan

JAKARTA - Di tengah rutinitas dan perjuangan panjang menanam singkong yang memakan waktu hingga sembilan bulan, petani di Kabupaten Simalungun kini dihadapkan pada kenyataan pahit: harga singkong merosot drastis hingga menyentuh angka yang jauh di bawah harapan. Kondisi ini sangat dirasakan para petani di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja yang menggantungkan hidupnya pada komoditas ubi kayu tersebut.

Penurunan harga singkong yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir memicu kegelisahan dan kepanikan para petani, yang kini harus berjuang keras untuk sekadar menutupi biaya produksi dan kebutuhan hidup sehari-hari. Prayetno, seorang petani di Kecamatan Tanah Jawa, mengungkapkan beban yang kian bertambah akibat harga singkong yang hanya berkisar Rp800 hingga Rp900 per kilogram.

“Penurunan harga ini sangat memberatkan petani, terutama setelah masa tanam yang memakan waktu hingga sembilan bulan,” ujarnya. Menurutnya, harga semurah ini nyaris tidak memberikan ruang keuntungan apalagi untuk menambal pengeluaran biaya hidup. Ia mencurigai kondisi ekonomi masyarakat yang melemah sebagai penyebab utama anjloknya harga singkong di pasar lokal.

“Orang-orang sekarang banyak yang kehilangan pekerjaan. Belanja mereka juga berkurang. Di pasar juga sepi. Akhirnya stok menumpuk, harga jatuh,” tambahnya, menggambarkan situasi yang kian sulit di pasar tradisional.

Melemahnya daya beli masyarakat memukul permintaan singkong secara langsung. Karena permintaan yang rendah, harga jual pun ikut merosot dan membuat stok singkong menumpuk di tangan petani. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada pendapatan petani, tetapi juga menimbulkan rasa pesimisme menjelang musim sekolah baru, di mana kebutuhan biaya pendidikan anak-anak meningkat.

“Harga semakin anjlok, padahal mau beli perlengkapan sekolah,” keluh Prayetno. Kalimat itu menggambarkan betapa beratnya kondisi yang dihadapi petani yang tidak hanya memikirkan kebutuhan sehari-hari tetapi juga masa depan keluarga mereka.

Beban yang dirasakan petani juga dirasakan oleh para pengepul singkong yang berperan sebagai penghubung antara petani dan pasar lebih luas. Edu Gultom, seorang petani sekaligus pengepul singkong dari Kecamatan Hutabayu Raja, menjelaskan bahwa harga singkong di tingkat pabrik pun merosot, berkisar hanya Rp1.000 hingga Rp1.100 per kilogram.

“Kalau untuk penyebabnya kita kurang tau, dari harga pabrik Rp1.000, gak mungkin kita beli ke petani harga segitu juga, enggak dapat untung kita. Jadi saya beli ke petani dengan harga Rp865 per kilogramnya,” ungkapnya.

Situasi ini memaksa Edu untuk memperluas jangkauan pembelian singkong, tidak hanya terbatas di sekitar Kecamatan Hutabayu Raja tetapi juga merambah ke Kecamatan Tanah Jawa, demi mempertahankan pasokan yang cukup. Namun, semakin menurunnya harga jual membuat usahanya untuk membeli dan mendistribusikan singkong menjadi sangat sulit dan kurang menguntungkan.

Dalam suasana sulit tersebut, Edu menyatakan keprihatinannya dan menyerukan perhatian lebih dari pemerintah daerah untuk ikut membantu petani menghadapi masalah harga singkong yang terus menurun.

“Saya berharap kepada Bupati dan Wakil Bupati serta dinas yang terkait agar segera memperhatikan nasib para petani singkong, saat ini harga jual singkong anjlok total. Semoga harga singkong yang ada di Simalungun bisa stabil lagi,” harapnya.

Dampak Penurunan Harga Singkong terhadap Petani

Krisis harga singkong yang sedang berlangsung di Kabupaten Simalungun menunjukkan betapa rentannya pendapatan petani terhadap fluktuasi harga pasar dan kondisi ekonomi masyarakat secara umum. Sembilan bulan masa tanam yang panjang dan menuntut tenaga serta biaya, menjadi sia-sia ketika harga jual justru jatuh di bawah batas wajar.

Harga singkong yang merosot sampai di bawah seribu rupiah per kilogram menyebabkan petani sulit menutupi biaya produksi, seperti pembelian bibit, pupuk, hingga pengeluaran keluarga sehari-hari. Kegiatan bercocok tanam yang seharusnya memberi penghidupan menjadi beban karena hasil yang diterima tidak sepadan.

Penurunan daya beli masyarakat yang disebabkan oleh lesunya perekonomian lokal menjadi faktor utama turunnya permintaan singkong. Banyak keluarga yang kehilangan pekerjaan dan menekan pengeluaran, sehingga pembelian bahan pokok, termasuk singkong, ikut berkurang drastis. Hal ini mengakibatkan stok menumpuk di tangan petani dan memperparah penurunan harga.

Upaya dan Harapan dari Para Pengepul dan Petani

Para pengepul seperti Edu Gultom menjadi ujung tombak dalam menjaga rantai distribusi singkong. Dengan menyesuaikan harga pembelian dan memperluas jangkauan pasokan, mereka berusaha mempertahankan keberlangsungan usaha meskipun laba yang diperoleh semakin tipis. Namun, usaha mereka pun terbatas jika harga di tingkat pabrik juga ikut menurun.

Mereka sangat berharap agar pemerintah daerah turun tangan dan memberikan perhatian lebih terhadap persoalan harga singkong yang anjlok. Bantuan bisa berupa pengaturan pasar, subsidi harga, atau program pembelian hasil panen agar para petani tidak mengalami kerugian yang terlalu besar.

Seruan ini bukan tanpa alasan karena stabilitas harga komoditas pokok seperti singkong memiliki dampak sosial-ekonomi yang luas, termasuk pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Simalungun.

Merosotnya harga singkong di Simalungun bukan sekadar masalah ekonomi semata, melainkan menjadi cermin betapa rapuhnya kondisi para petani menghadapi perubahan pasar dan ekonomi makro. Dengan biaya produksi yang tinggi dan masa tanam panjang, anjloknya harga singkong membawa tekanan berat yang harus segera diatasi.

Kondisi ini mengingatkan pentingnya peran pemerintah dan seluruh stakeholder untuk mencari solusi agar para petani tidak terus terpuruk. Stabilitas harga singkong akan memberikan rasa aman dan menjamin kelangsungan usaha tani sebagai sumber penghidupan di daerah tersebut.

Semoga dengan perhatian dan kebijakan yang tepat, harga singkong di Simalungun dapat kembali stabil dan petani mendapatkan hasil yang layak dari jerih payah mereka.

Terkini