Memahami Sejarah Terbentuknya Uni Soviet dan Keruntuhannya

Jumat, 04 Juli 2025 | 15:28:06 WIB
sejarah terbentuknya Uni Soviet

JAKARTA - Sejarah terbentuknya Uni Soviet kerap disalahpahami karena banyak yang menganggapnya sebagai negara Rusia, padahal itu tidak benar.

Uni Soviet merupakan sebuah wilayah luas yang membentang di Eurasia dan terdiri atas 15 negara bagian yang bersatu. Kesalahpahaman ini mungkin muncul karena ibu kota Uni Soviet berada di Moskow, yang juga merupakan bagian dari Rusia. 

Selain itu, RSFS Rusia adalah republik terbesar dan paling berpengaruh di dalam Uni Soviet. Jadi, apa sebenarnya Uni Soviet itu? Bagaimana sejarah terbentuknya? 

Apakah Uni Soviet masih ada hingga kini? Mari simak penjelasan lengkapnya untuk memahami sejarah terbentuknya Uni Soviet dengan lebih baik.

Mengenal Uni Soviet

Uni Soviet merupakan sebuah federasi yang terdiri dari negara-negara dengan paham sosialis-komunis, berdiri dari tahun 1922 hingga 1992. 

Awalnya, federasi ini hanya melibatkan empat republik, yaitu Rusia SFSR, Transcaucasia SFSR, Ukraina SSR, dan Belarusia SSR. 

Seiring waktu, jumlah negara dalam federasi ini bertambah menjadi 15 pada tahun 1956, mencakup Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgizstan, Latvia, Lithuania, Moldavia, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan. 

Sistem politik yang dianut adalah sistem satu partai, yakni Partai Komunis, sampai tahun 1990. 

Walaupun federasi ini merupakan gabungan dari beberapa republik Soviet, pemerintahan dijalankan secara sangat terpusat dengan ekonomi yang direncanakan secara ketat.

Sejarah Terbentuknya Uni Soviet

Berikut ini penjelasan singkat mengenai sejarah terbentuknya Uni Soviet yang penting untuk diketahui:

Era Kepemimpinan Tsar Nicholas II

Era Kepemimpinan Tsar Nicholas II menandai masa sebelum terbentuknya Uni Soviet, saat Kekaisaran Rusia dipimpin oleh seorang kaisar yang dikenal sebagai Tsar. 

Pada masa ini, pemimpin tersebut sering berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya. 

Pada tahun 1894, di bawah pemerintahan Tsar Nicholas II, terjadi kemajuan pesat dalam bidang industri, termasuk sektor pertambangan, minyak, batu bara, besi, dan senjata. Perkembangan ini bahkan menyaingi kemajuan industri di Eropa Barat.

Kemajuan industri tersebut menyebabkan munculnya kelas buruh atau proletariat yang banyak mengalami penindasan oleh kaum borjuis, sehingga ketimpangan sosial semakin tajam di masyarakat Rusia. 

Kondisi ini memicu lahirnya gerakan sosialisme yang berusaha melawan sistem kapitalis. 

Pada tahun 1898, Partai Sosial Demokrat didirikan oleh George Plekhanov bersama para buruh yang berjuang untuk persamaan hak hukum, kebebasan pers, kemerdekaan, dan peningkatan kesejahteraan.

Namun, pada tahun 1903, partai ini mengalami perpecahan menjadi dua kelompok: Partai Sosialis di bawah pimpinan George Plekhanov dan Partai Komunis yang dipimpin oleh Vladimir Lenin. 

Selain perkembangan industri, masa kepemimpinan Tsar Nicholas II juga diwarnai konflik militer, yaitu Perang Rusia-Jepang pada 1904-1905 yang berakhir dengan kekalahan Rusia. 

Kegagalan ini menurunkan kepercayaan rakyat terhadap Tsar secara signifikan. Tekanan dari pendukung Partai Sosialis dan Partai Komunis menginginkan perubahan besar dalam pemerintahan kerajaan. 

Runtuhnya kekaisaran ini dipicu oleh peristiwa penting seperti Minggu Berdarah pada 22 Januari 1905, ketika sebuah kelompok buruh yang dipimpin oleh pendeta Georgy Apollonovica Gapon mengajukan petisi perubahan kepada istana, namun justru mendapat respon tembakan dari penjaga istana yang memicu kemarahan luas di kalangan rakyat.

Setelah itu, terjadi pemogokan besar dan pemberontakan di St. Petersburg yang puncaknya terjadi pada tahun 1917 saat Revolusi Februari berlangsung. 

Tsar Nicholas II akhirnya ditangkap dan dipaksa turun tahta. Setelah Februari hingga Oktober 1917, pemerintahan Rusia dikuasai oleh kaum liberal.

Pada Oktober 1917, revolusi yang diperjuangkan kaum buruh berhasil direalisasikan oleh Partai Komunis. Mereka menjanjikan pembagian tanah kepada para petani dan pengambilalihan pabrik oleh buruh. 

Namun, janji ini diwarnai konflik berdarah antara pendukung Tsar (Tentara Putih) dan kaum komunis (Tentara Merah).

Konflik ini dimenangkan oleh Tentara Merah, sehingga kekuasaan berpindah ke Vladimir Lenin. Bersama Leon Trotsky dan Joseph Stalin, Lenin membentuk kepemimpinan baru yang akhirnya mendeklarasikan berdirinya Uni Soviet.

Berdirinya Uni Soviet

Uni Soviet resmi berdiri setelah Revolusi Oktober pada 25 Oktober 1917. Setelah revolusi tersebut, ideologi yang awalnya sosialisme berkembang menjadi komunisme. 

Di bawah kepemimpinan Vladimir Lenin, Uni Soviet menegaskan dirinya sebagai negara komunis. Pada tahun 1919, Lenin mendirikan Komintern (Komunis Internasional) yang bertujuan menyebarkan komunisme ke seluruh dunia.

Pada masa Lenin memimpin, pemerintah berupaya menghapus sistem patriarki dalam keluarga dengan memberikan hak politik kepada perempuan. 

Selain itu, Lenin meluncurkan Kebijakan Ekonomi Baru (New Economic Policy/NEP) yang membebaskan petani dari pungutan dan mengizinkan mereka menjual kelebihan hasil panen di pasar terbuka, sehingga mendorong perekonomian Uni Soviet.

Setelah Lenin wafat, Joseph Stalin menggantikan kepemimpinan dan menghapus sistem NEP dengan meluncurkan Rencana Lima Tahun. 

Rencana ini mencakup industrialisasi besar-besaran, kolektivisasi pertanian, serta pengendalian penuh atas aktivitas ekonomi. 

Pada era Stalin, rezim komunis semakin represif dengan penindasan dan penghilangan saingan politik. Stalin juga mendirikan kamp kerja paksa bernama Gulag untuk mengekang lawan politiknya.

Selain itu, Stalin melakukan “pembersihan” melalui deportasi besar-besaran terhadap etnis minoritas di wilayah Asia Tengah dan Siberia. 

Dari 1936 hingga 1952, sekitar tiga juta orang dideportasi dalam upaya ini. Setelah Stalin meninggal, kepemimpinan berlanjut hingga masa Mikhail Gorbachev.

Gorbachev memperkenalkan kebijakan perestroika dan glasnost. 

Perestroika berfokus pada restrukturisasi sosial dan ekonomi, seperti memperketat disiplin kader partai dan pekerja serta mengurangi kontrol negara terhadap perusahaan, serta mengurangi pembatasan dalam perdagangan dan investasi asing. 

Glasnost memberikan keterbukaan informasi bagi publik dan menghilangkan sensor yang selama ini berlaku.

Puncaknya adalah amandemen Undang-Undang Pemilu tahun 1988 yang memberikan hak kepada kandidat non-Partai Komunis untuk mencalonkan diri pada jabatan nasional dan lokal, yang disambut positif oleh rakyat. 

Pasal 72 dalam konstitusi Uni Soviet, yang dihasilkan pada era Gorbachev, memberi hak bagi negara bagian untuk memisahkan diri, yang kemudian menyebabkan berpisahnya negara-negara bagian satu per satu.

Runtuhnya Uni Soviet

Akibat pasal 72 dalam konstitusi Uni Soviet, banyak negara bagian mulai memisahkan diri dan membentuk negara merdeka. Namun, runtuhnya Uni Soviet bukan hanya karena pasal tersebut; ada banyak faktor lain yang berperan. 

Kebijakan glasnost yang memberikan kebebasan akses informasi memang membantu meredakan ketegangan antara blok Timur dan Barat, tetapi juga memicu konflik sosial di dalam masyarakat Uni Soviet.

Dalam masyarakat muncul tiga kelompok utama: moderat yang mendukung reformasi tapi tetap mempertahankan komunisme, konservatif yang menolak perubahan dan ingin mempertahankan komunisme, serta radikal yang mendukung reformasi dan ingin meninggalkan paham tersebut. 

Pada 19 Agustus 1991, kelompok konservatif yang dipimpin Wakil Presiden Gennady Yanayev melakukan kudeta terhadap Mikhail Gorbachev, tetapi usaha ini berhasil digagalkan oleh kelompok radikal di bawah Boris Yeltsin.

Meskipun Gorbachev selamat, Uni Soviet menghadapi krisis ekonomi dan ketegangan militer yang membuat negara-negara bagian semakin menuntut kemerdekaan. 

Gorbachev pun mengundurkan diri, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang kemudian diisi oleh Yeltsin. 

Namun, tindakan Yeltsin tidak disetujui beberapa negara bagian seperti Latvia, Georgia, Lithuania, Estonia, dan Moldova, yang akhirnya memisahkan diri dan meraih kemerdekaan.

Dengan konflik yang terus berlanjut, Uni Soviet resmi dibubarkan pada 6 September 1991. Setelah bubar, wilayah bekas Uni Soviet terbagi menjadi negara-negara berdaulat, dengan Federasi Rusia sebagai penerus utama. 

Negara-negara bekas Uni Soviet, kecuali negara Balkan, kemudian membentuk Commonwealth of Independent States (CIS) di bawah kepemimpinan Rusia.

Faktor Penyebab Runtuhnya Uni Soviet

Kegagalan Ideologi Marxisme-Komunisme dan Dampak Perang Dingin

Pada tahun 1946, Perang Dingin berlangsung dengan persaingan di bidang teknologi antara blok barat dan Uni Soviet. 

Uni Soviet berhasil mencatat sejarah sebagai negara pertama yang mengirim manusia ke luar angkasa, yang membawa citra positif di mata dunia. Namun, persaingan ini justru berdampak buruk bagi ekonomi Uni Soviet. 

Ketidakefisienan dalam bekerja dan infrastruktur yang lemah membuat kehidupan masyarakat semakin sulit, sementara kebijakan yang diterapkan tidak efektif. 

Kondisi ini menandai kegagalan ideologi Marxisme-Komunisme yang tidak mampu mengendalikan politik dan ekonomi secara efektif serta gagal menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Kebijakan Perestroika dan Glasnost

Pada dekade 1980-an, Uni Soviet menghadapi krisis ekonomi dan politik yang kian memburuk, diiringi peningkatan tindak kriminal dan korupsi. 

Untuk mengatasi masalah ini, Mikhail Gorbachev memperkenalkan kebijakan Perestroika dan Glasnost sebagai upaya reformasi. 

Namun, kebijakan tersebut justru menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan kesejahteraan masyarakat, pemogokan, demonstrasi, dan peningkatan kriminalitas. 

Khususnya kebijakan Glasnost, memberikan kebebasan media untuk mengungkap masalah sosial dan ekonomi yang sebelumnya disembunyikan oleh pemerintah, termasuk pembersihan yang dilakukan oleh Joseph Stalin. 

Situasi ini membuat kepercayaan publik terhadap sistem komunis di Uni Soviet menurun drastis.

Pengaruh Kebijakan Perestroika dan Glasnost terhadap Pemisahan Negara Bagian

Kebijakan Perestroika dan Glasnost ternyata memperkuat gerakan separatisme di berbagai negara bagian Uni Soviet. 

Hal ini didukung oleh Pasal 72 dalam Konstitusi Uni Soviet yang menyatakan bahwa setiap republik berhak keluar secara bebas dari Uni Soviet. 

Ketentuan ini memberi dasar hukum bagi negara-negara bagian untuk memisahkan diri dan mendirikan negara merdeka.

Runtuhnya Pakta Warsawa

Pakta Warsawa adalah sebuah aliansi militer yang dibentuk oleh negara-negara Blok Timur di masa Perang Dingin, yang diprakarsai oleh Nikita Khrushchev. Bersamaan dengan kejatuhan Uni Soviet, Pakta Warsawa juga bubar pada 1 Juli 1991. 

Sebagian besar negara anggota Pakta tersebut, kecuali Rusia, kemudian bergabung dengan NATO, yang dulu dianggap sebagai musuh mereka. 

Mikhail Gorbachev sempat melepas kontrol Uni Soviet atas anggota Pakta Warsawa, dengan harapan aliansi tersebut masih dapat berfungsi secara politik, namun bukan lagi secara militer. Namun, harapan tersebut tidak berjalan sesuai rencana.

Dampak Runtuhnya Uni Soviet

Runtuhnya Uni Soviet membawa pengaruh besar bagi kondisi global, mengingat posisi negara ini sebagai kekuatan besar dunia. Berikut dampak dari peristiwa tersebut:

  • Berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur
  • Peralihan negara-negara komunis menuju demokrasi
  • Menurunnya ketakutan dunia akan Perang Dunia III
  • Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan utama
  • Runtuhnya komunisme di beberapa negara Eropa Timur

Sebagai penutup, sejarah terbentuknya Uni Soviet menunjukkan bagaimana perubahan besar di dunia dipicu oleh pergeseran kekuasaan dan ideologi di abad ke-20.

Terkini

Penyeberangan Tigaras Simanindo Kembali Beroperasi

Kamis, 17 Juli 2025 | 08:54:01 WIB

Manfaat Madu untuk Kecantikan Kulit

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:01:32 WIB

10 Destinasi Wisata Ramah Muslim

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:04:30 WIB

Dominasi BYD di Pasar EV Kian Kuat

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:11:14 WIB