JAKARTA - Tak hanya menjadi panggung gemerlap budaya, Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2025 juga menjelma sebagai lokomotif baru penggerak ekonomi lokal. Gelaran tahunan yang menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini mencatatkan prestasi luar biasa dalam menopang sektor mikro, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurut laporan dari Bank Indonesia (BI) Cabang Jember, selama pelaksanaan BEC 2025, pelaku UMKM sukses mengantongi omzet hingga lebih dari Rp1,17 miliar. Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dan memberikan gambaran kuat bahwa event pariwisata tidak hanya soal tontonan, tetapi juga tentang dampak ekonomi nyata yang menyentuh masyarakat akar rumput.
“Alhamdulillah, para pelaku UMKM di Banyuwangi mendapat berkah dari BEC. Inilah tujuan utama dari Banyuwangi Festival, yakni memberikan dampak langsung kepada masyarakat,” ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Pemkab Banyuwangi memang secara aktif mengintegrasikan event budaya ini dengan kegiatan ekonomi kerakyatan. Sepanjang rangkaian BEC, ruang seluas-luasnya diberikan kepada pelaku usaha lokal untuk berpartisipasi, mulai dari pameran, bazar produk, hingga penataan area berjualan untuk Pedagang Kaki Lima (PKL).
Salah satu inisiatif yang menjadi daya dorong penting adalah gelaran Sekarkijang Creative Fest 2025, sebuah kolaborasi antara pemerintah daerah dan Bank Indonesia Cabang Jember. Dalam forum ini, puluhan UMKM binaan dihadirkan untuk memamerkan dan menjual berbagai produk kreatif, mulai dari kuliner, kerajinan, hingga fesyen etnik lokal.
Tidak hanya itu, pemkab juga mengambil langkah progresif dengan memperbolehkan para PKL berjualan di trotoar sepanjang rute parade. Keputusan ini diambil demi memastikan bahwa seluruh pelaku usaha, tak hanya yang sudah mapan, dapat turut serta merasakan berkah ekonomi dari event berskala nasional ini.
“Ini belum termasuk peningkatan pendapatan dari warung kuliner, penginapan, dan pelaku wisata lainnya. Banyak hotel dan homestay penuh oleh tamu luar kota. Saya yakin dampaknya bisa dua sampai tiga kali lipat dari nominal yang tercatat,” lanjut Bupati Ipuk.
Pergerakan ekonomi tidak berhenti pada UMKM dan PKL saja. Menurut Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Taufik Rohman, BEC turut menghidupkan sektor-sektor penunjang lainnya, seperti perhotelan, transportasi, kuliner, pusat oleh-oleh, hingga jasa pembuatan kostum karnaval.
“Kegiatan ini menggerakkan ekonomi dari hulu ke hilir. Semua pelaku usaha, mulai dari warung makan, homestay, hingga penyedia jasa transportasi dan parkir, turut merasakan dampaknya,” jelas Taufik.
Dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan instansi pun menjadi kunci utama kesuksesan BEC tahun ini. Bupati Ipuk secara khusus mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi, baik dari jajaran pemerintah, sektor swasta, komunitas seni, hingga masyarakat umum.
“BEC adalah panggung budaya dan ruang tumbuhnya ekonomi rakyat. Semoga tahun depan bisa lebih meriah dan memberi dampak lebih luas,” harapnya.
Dari sisi perputaran uang, Kepala BI Jember Gunawan mengungkapkan bahwa lonjakan transaksi selama BEC 2025 mencapai 300 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tak lepas dari antusiasme masyarakat yang begitu tinggi terhadap event ini.
“Antusiasme masyarakat terhadap BEC sangat luar biasa. Banyak UMKM berhasil menjual produknya dalam jumlah besar,” kata Gunawan.
Banyuwangi memang dikenal sebagai daerah yang serius dalam menggarap sektor ekonomi kreatif dan pariwisata berbasis kearifan lokal. Dengan mengemas seni dan budaya menjadi atraksi berskala besar seperti BEC, daerah ujung timur Pulau Jawa ini berhasil membangun ekosistem ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Keterlibatan langsung masyarakat menjadi bukti bahwa transformasi ekonomi tidak selalu membutuhkan investasi besar dari luar. Dengan sinergi antara pemerintah, komunitas, dan pelaku usaha lokal, momentum seperti BEC mampu menciptakan efek domino bagi sektor-sektor lainnya.
Lebih jauh, kesuksesan BEC 2025 juga mempertegas komitmen Banyuwangi dalam menjadikan industri kreatif sebagai tulang punggung pembangunan daerah. Dalam berbagai kesempatan, pemkab terus menegaskan bahwa seni dan budaya bukan semata-mata untuk dilestarikan, melainkan juga dimaksimalkan sebagai potensi ekonomi.
Event seperti BEC menunjukkan bagaimana sebuah kabupaten mampu merancang peristiwa budaya yang tidak hanya memikat mata, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi rakyat dari berbagai lini. Ini adalah model yang tidak hanya layak diapresiasi, tetapi juga direplikasi oleh daerah-daerah lain di Indonesia.
Dengan pendekatan seperti ini, masa depan ekonomi kreatif Banyuwangi tampak semakin cerah. BEC bukan lagi sekadar pesta tahunan, melainkan simbol bagaimana budaya, pariwisata, dan ekonomi rakyat dapat bersatu dalam harmoni pembangunan yang berkelanjutan.