JAKARTA - Alih-alih bergerak ke fase konstruksi, proyek jalan tol yang dirancang menghubungkan Demak dan Tuban kini harus ditunda pelaksanaannya. Keputusan ini diambil pemerintah pusat sebagai langkah strategis dalam memprioritaskan proyek infrastruktur lain yang dinilai lebih mendesak—yakni pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura).
Rencana penundaan tersebut berdampak langsung terhadap beberapa wilayah yang seharusnya dilintasi oleh ruas tol Demak–Tuban, salah satunya Kabupaten Kudus di Jawa Tengah. Padahal sebelumnya, proyek ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi konektivitas lintas utara Jawa, sekaligus mendorong percepatan ekonomi wilayah di sepanjang jalurnya.
Fokus Pemerintah Beralih ke Perlindungan Pesisir
- Baca Juga Harga Mobil Listrik Turun
Pemerintah menilai, persoalan abrasi, banjir rob, dan penurunan muka tanah di wilayah pesisir utara Jawa sudah mencapai tahap yang memerlukan intervensi skala besar dan segera. Dalam konteks inilah, pembangunan tanggul laut raksasa menjadi prioritas, tidak hanya sebagai proyek infrastruktur, tapi juga sebagai bagian dari mitigasi bencana jangka panjang.
“Pembangunan giant sea wall saat ini menjadi perhatian utama pemerintah, mengingat dampaknya terhadap keselamatan dan keberlanjutan lingkungan masyarakat pesisir,” demikian pernyataan sumber dari lingkungan Kementerian PUPR yang terlibat dalam perencanaan proyek tersebut.
Giant sea wall yang dimaksud nantinya akan membentang di sepanjang garis Pantura, terutama pada titik-titik yang kerap dilanda banjir rob dan abrasi parah. Proyek ini akan melibatkan berbagai kementerian teknis serta dukungan pemerintah daerah lintas provinsi.
Kudus Sementara Gigit Jari
Kabupaten Kudus, yang termasuk dalam wilayah yang dilewati rencana jalan tol Demak–Tuban, kini harus bersabar lebih lama. Penundaan proyek tol ini mempengaruhi banyak agenda pembangunan daerah, terutama yang berkaitan dengan pembebasan lahan, potensi investasi baru, serta pengembangan infrastruktur penunjang lainnya.
Padahal sebelumnya, kehadiran jalan tol ini diharapkan mampu menjadi tulang punggung transportasi logistik di kawasan timur Jawa Tengah, mengurangi beban jalan nasional, dan mempercepat akses dari kawasan industri Kudus menuju pelabuhan dan pusat distribusi barang di Tuban dan Demak.
“Dengan jalan tol yang melintasi Kudus, kita berharap akan ada efek domino ekonomi yang menguntungkan. Sekarang kami harus menyesuaikan kembali rencana pembangunan daerah,” ungkap salah satu pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Tantangan Membangun di Tengah Krisis Iklim
Prioritas terhadap pembangunan tanggul laut memang tidak datang tanpa sebab. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kawasan pesisir utara Jawa, termasuk Demak, Semarang, Pekalongan, dan Cirebon, mengalami penurunan muka tanah hingga 10 cm per tahun. Ini diperparah oleh naiknya permukaan air laut dan minimnya sistem drainase alami.
Kondisi tersebut menjadikan kawasan pesisir rentan banjir pasang bahkan di musim kemarau. Oleh karena itu, jika tidak segera ditangani, maka investasi dan infrastruktur yang dibangun di sepanjang Pantura berisiko rusak atau tak optimal dalam jangka menengah.
Dalam konteks ini, proyek tanggul laut bukan hanya soal menahan air, tapi juga soal mempertahankan daya dukung wilayah daratan terhadap pembangunan jangka panjang, termasuk jalan tol itu sendiri.
Efek Domino Penundaan Tol
Meski keputusan ini bersifat strategis, tak dapat dipungkiri bahwa penundaan proyek tol berdampak langsung terhadap sejumlah proses yang telah dimulai. Di lapangan, sejumlah lahan telah dikaji dan bahkan sebagian warga mulai diberi informasi awal tentang kemungkinan pengadaan tanah.
Penundaan ini juga berisiko menurunkan minat investor swasta yang awalnya bersiap memanfaatkan peluang ekonomi di sepanjang jalur tol. Beberapa pelaku usaha logistik dan sektor properti sebelumnya telah menyatakan minat membuka kawasan industri baru di Kudus dan sekitarnya, seiring dibukanya akses tol.
Namun, pemerintah pusat menyatakan bahwa penundaan ini bersifat sementara, dan proyek jalan tol Demak–Tuban tetap masuk dalam rencana strategis jangka panjang nasional (RPJMN). Artinya, proyek tersebut akan kembali dilanjutkan begitu pembangunan tanggul laut memasuki fase stabil.
Perlu Sinergi Pemerintah Daerah
Menyikapi perubahan prioritas ini, pemerintah daerah di sepanjang jalur tol—termasuk Kudus—didorong untuk menyelaraskan perencanaan tata ruang dan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) agar tetap adaptif terhadap dinamika pembangunan nasional.
Kepala Bappeda setempat menyatakan bahwa pemerintah daerah akan tetap mengawal proses koordinasi dan perencanaan, sembari menyiapkan program alternatif untuk menopang pertumbuhan ekonomi daerah di tengah ketidakpastian pelaksanaan proyek tol.
“Kami tetap optimistis. Justru dengan adanya pembangunan tanggul laut, kawasan pesisir Kudus dan sekitarnya akan lebih aman dan layak untuk investasi ke depan,” ujarnya.
Tol Demak–Tuban, Proyek Bernilai Strategis
Meski tertunda, proyek tol Demak–Tuban tetap dipandang sebagai proyek strategis nasional. Tol ini dirancang membentang sepanjang kurang lebih 180 km, menghubungkan jalur transportasi antara Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur bagian barat.
Tol ini juga menjadi bagian dari jaringan tol trans-Jawa non-pesisir yang akan melengkapi konektivitas darat di luar tol utama Semarang–Surabaya. Dengan kehadiran tol ini, beban lalu lintas jalan nasional Pantura diharapkan bisa berkurang signifikan.
Strategi Bertahap untuk Manfaat Maksimal
Keputusan pemerintah untuk menunda proyek Tol Demak–Tuban demi memprioritaskan pembangunan tanggul laut raksasa patut dipahami sebagai strategi bertahap yang menyasar manfaat jangka panjang. Meski menimbulkan kekecewaan awal di daerah-daerah yang terdampak seperti Kudus, langkah ini dinilai lebih bijak ketimbang membangun infrastruktur di atas tanah yang belum benar-benar stabil dan aman.
Ketika proyek tanggul laut rampung dan kawasan pesisir telah terlindungi dari ancaman banjir rob dan abrasi, pembangunan tol akan berlangsung dalam kondisi yang lebih ideal. Dengan demikian, manfaat ekonominya pun akan lebih optimal dan berkelanjutan.