JAKARTA - Ketidakpastian politik yang sempat membayangi pasar modal Indonesia kini perlahan memudar. Setelah gelombang demonstrasi mereda dan situasi politik dalam negeri menunjukkan tanda-tanda stabil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung merespons positif. Pada perdagangan Rabu (3/9/2025), indeks acuan pasar modal tersebut berhasil mencatatkan kenaikan lebih dari 1%, sebuah pencapaian penting di tengah tekanan global yang masih cukup kuat.
Pada setengah jam pertama perdagangan, IHSG sudah menanjak 1,19% atau naik 93 poin menuju level 7.894,50. Bahkan, penguatan itu tidak berhenti di situ. Seiring berjalannya sesi pertama, indeks mampu menembus level psikologis 7.900 yang sejak lama menjadi titik pantauan investor. Fakta ini menjadi penanda bahwa pelaku pasar kembali optimistis setelah beberapa hari terakhir sempat dihantui kekhawatiran aksi massa.
Aktivitas Perdagangan Meningkat
Peningkatan IHSG pagi itu didukung oleh aktivitas perdagangan yang cukup bergairah. Nilai transaksi tercatat sebesar Rp4,43 triliun, melibatkan 6,41 miliar saham dengan 409.762 kali transaksi. Dari total saham yang diperdagangkan, 347 saham menguat, 158 melemah, sementara 173 lainnya stagnan.
Hampir semua sektor menunjukkan warna hijau. Sektor teknologi dan konsumer non-primer menjadi motor penggerak dengan kenaikan paling signifikan. Sektor utilitas menjadi satu-satunya yang tercatat melemah. Kondisi ini memberi gambaran bahwa euforia positif tidak hanya terpusat pada sektor tertentu, tetapi meluas ke hampir seluruh lapisan pasar.
Saham Penopang IHSG
Kinerja IHSG hari itu tidak lepas dari peran sejumlah emiten besar. Bank-bank raksasa Indonesia kompak menopang indeks, kecuali saham Bank Central Asia (BBCA) yang justru terkoreksi dan menjadi salah satu beban IHSG. Meski demikian, peran emiten tambang batubara Grup Sinar Mas, Dian Swastatika Sentosa (DSSA), sangat menonjol.
Harga saham DSSA melesat lebih dari 8%, menembus Rp107.900 per saham, bahkan melewati ambang Rp100.000 yang sebelumnya dianggap sulit ditembus. Kontribusi kenaikan DSSA cukup besar, yakni sekitar 26 poin pada penguatan IHSG. Saham lain yang turut menopang indeks adalah Telkom Indonesia (TLKM), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), DCI Indonesia (DCII), dan Bank Mandiri (BMRI).
Kontras dengan Pasar Global
Menariknya, lonjakan IHSG ini terjadi di saat mayoritas pasar saham regional justru melemah. Bursa Asia-Pasifik bergerak di zona merah pada perdagangan Rabu, 3, mengikuti jejak Wall Street yang ditutup turun. Investor global masih mencermati dampak kenaikan imbal hasil obligasi serta tensi perdagangan internasional.
Indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,5% menjelang rilis data PDB kuartal kedua. Nikkei 225 Jepang melemah 0,35%, sementara indeks Topix terkoreksi 0,21%. Di Korea Selatan, indeks Kospi stagnan dan Kosdaq justru turun 0,35%. Obligasi Pemerintah Jepang (JGB) tenor 10 tahun juga mencatat kenaikan imbal hasil sebesar 2,7 basis poin menjadi 1,630%.
Sementara itu, Wall Street semalam ditutup di zona merah. Dow Jones Industrial Average terkoreksi 249,07 poin atau 0,55% ke level 45.295,81. Indeks S&P 500 turun 0,69% ke 6.415,54, sedangkan Nasdaq Composite melemah 0,82% ke 21.279,63. Data tersebut menunjukkan bahwa investor global masih berada dalam fase wait and see.
Efek Demonstrasi Mulai Mereda
Bagi Indonesia, faktor domestik ternyata lebih dominan ketimbang tekanan global. Sejumlah aksi unjuk rasa yang sempat menekan kepercayaan investor kini berangsur surut. Rencana aksi lanjutan bertajuk "Indonesia (C)emas 2025 Jilid II" yang sebelumnya digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan akhirnya batal digelar di Jakarta pada awal pekan ini.
Situasi ini membawa angin segar bagi pasar. Hiruk pikuk demonstrasi yang sempat menciptakan ketidakpastian kini berganti dengan optimisme. Bagi pelaku pasar, meredanya tensi politik domestik menjadi sinyal kuat bahwa kondisi stabilitas sosial bisa terjaga, sehingga risiko jangka pendek di pasar modal berkurang signifikan.
Optimisme Investor
Penguatan IHSG lebih dari 1% ini memperlihatkan respons cepat investor terhadap perkembangan terkini. Meski masih ada ancaman eksternal, pasar tampaknya lebih percaya diri dengan kondisi internal. Investor menilai bahwa fundamental emiten besar masih solid, terlebih bank dan perusahaan teknologi yang terus mencatat pertumbuhan.
Selain itu, kabar positif dari batalnya aksi demo turut menenangkan sentimen. Kekhawatiran atas kesenjangan sosial dan politik di Indonesia setidaknya untuk sementara dapat ditekan. Dengan begitu, aliran dana investor, baik lokal maupun asing, berpotensi kembali masuk secara lebih stabil.Ketidakpastian politik yang sempat membayangi pasar modal Indonesia kini perlahan memudar. Setelah gelombang demonstrasi mereda dan situasi politik dalam negeri menunjukkan tanda-tanda stabil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung merespons positif. Pada perdagangan Rabu (3/9/2025), indeks acuan pasar modal tersebut berhasil mencatatkan kenaikan lebih dari 1%, sebuah pencapaian penting di tengah tekanan global yang masih cukup kuat.
Pada setengah jam pertama perdagangan, IHSG sudah menanjak 1,19% atau naik 93 poin menuju level 7.894,50. Bahkan, penguatan itu tidak berhenti di situ. Seiring berjalannya sesi pertama, indeks mampu menembus level psikologis 7.900 yang sejak lama menjadi titik pantauan investor. Fakta ini menjadi penanda bahwa pelaku pasar kembali optimistis setelah beberapa hari terakhir sempat dihantui kekhawatiran aksi massa.
Aktivitas Perdagangan Meningkat
Peningkatan IHSG pagi itu didukung oleh aktivitas perdagangan yang cukup bergairah. Nilai transaksi tercatat sebesar Rp4,43 triliun, melibatkan 6,41 miliar saham dengan 409.762 kali transaksi. Dari total saham yang diperdagangkan, 347 saham menguat, 158 melemah, sementara 173 lainnya stagnan.
Hampir semua sektor menunjukkan warna hijau. Sektor teknologi dan konsumer non-primer menjadi motor penggerak dengan kenaikan paling signifikan. Sektor utilitas menjadi satu-satunya yang tercatat melemah. Kondisi ini memberi gambaran bahwa euforia positif tidak hanya terpusat pada sektor tertentu, tetapi meluas ke hampir seluruh lapisan pasar.
Saham Penopang IHSG
Kinerja IHSG hari itu tidak lepas dari peran sejumlah emiten besar. Bank-bank raksasa Indonesia kompak menopang indeks, kecuali saham Bank Central Asia (BBCA) yang justru terkoreksi dan menjadi salah satu beban IHSG. Meski demikian, peran emiten tambang batubara Grup Sinar Mas, Dian Swastatika Sentosa (DSSA), sangat menonjol.
Harga saham DSSA melesat lebih dari 8%, menembus Rp107.900 per saham, bahkan melewati ambang Rp100.000 yang sebelumnya dianggap sulit ditembus. Kontribusi kenaikan DSSA cukup besar, yakni sekitar 26 poin pada penguatan IHSG. Saham lain yang turut menopang indeks adalah Telkom Indonesia (TLKM), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), DCI Indonesia (DCII), dan Bank Mandiri (BMRI).
Kontras dengan Pasar Global
Menariknya, lonjakan IHSG ini terjadi di saat mayoritas pasar saham regional justru melemah. Bursa Asia-Pasifik bergerak di zona merah pada perdagangan Rabu (3/9/2025), mengikuti jejak Wall Street yang ditutup turun. Investor global masih mencermati dampak kenaikan imbal hasil obligasi serta tensi perdagangan internasional.
Indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,5% menjelang rilis data PDB kuartal kedua. Nikkei 225 Jepang melemah 0,35%, sementara indeks Topix terkoreksi 0,21%. Di Korea Selatan, indeks Kospi stagnan dan Kosdaq justru turun 0,35%. Obligasi Pemerintah Jepang (JGB) tenor 10 tahun juga mencatat kenaikan imbal hasil sebesar 2,7 basis poin menjadi 1,630%.
Sementara itu, Wall Street semalam ditutup di zona merah. Dow Jones Industrial Average terkoreksi 249,07 poin atau 0,55% ke level 45.295,81. Indeks S&P 500 turun 0,69% ke 6.415,54, sedangkan Nasdaq Composite melemah 0,82% ke 21.279,63. Data tersebut menunjukkan bahwa investor global masih berada dalam fase wait and see.
Efek Demonstrasi Mulai Mereda
Bagi Indonesia, faktor domestik ternyata lebih dominan ketimbang tekanan global. Sejumlah aksi unjuk rasa yang sempat menekan kepercayaan investor kini berangsur surut. Rencana aksi lanjutan bertajuk "Indonesia (C)emas 2025 Jilid II" yang sebelumnya digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan akhirnya batal digelar di Jakarta pada awal pekan ini.
Situasi ini membawa angin segar bagi pasar. Hiruk pikuk demonstrasi yang sempat menciptakan ketidakpastian kini berganti dengan optimisme. Bagi pelaku pasar, meredanya tensi politik domestik menjadi sinyal kuat bahwa kondisi stabilitas sosial bisa terjaga, sehingga risiko jangka pendek di pasar modal berkurang signifikan.
Optimisme Investor
Penguatan IHSG lebih dari 1% ini memperlihatkan respons cepat investor terhadap perkembangan terkini. Meski masih ada ancaman eksternal, pasar tampaknya lebih percaya diri dengan kondisi internal. Investor menilai bahwa fundamental emiten besar masih solid, terlebih bank dan perusahaan teknologi yang terus mencatat pertumbuhan.
Selain itu, kabar positif dari batalnya aksi demo turut menenangkan sentimen. Kekhawatiran atas kesenjangan sosial dan politik di Indonesia setidaknya untuk sementara dapat ditekan. Dengan begitu, aliran dana investor, baik lokal maupun asing, berpotensi kembali masuk secara lebih stabil.