Sepak Bola

Sepak Bola : Nyaris Pensiun, Maman Abdurrahman Kembali Percaya Diri

Sepak Bola : Nyaris Pensiun, Maman Abdurrahman Kembali Percaya Diri
Sepak Bola : Nyaris Pensiun, Maman Abdurrahman Kembali Percaya Diri

JAKARTA - Bagi seorang pesepak bola profesional, cedera lutut adalah momok yang bisa mengubah arah karier. Hal itu pula yang dialami Maman Abdurrahman. Bek veteran yang kini berusia 43 tahun itu pernah berada di titik terendah hingga nyaris memutuskan pensiun dini. Namun, di balik masa-masa sulit tersebut, tersimpan kisah perjuangan, semangat pantang menyerah, dan momen unik yang akhirnya membawanya kembali percaya diri di lapangan hijau.

Awal Cedera yang Menguji Mental

Pada masa keemasannya, Maman adalah salah satu bek andalan di kompetisi nasional. Namanya melambung saat memperkuat Persib Bandung, PSIS Semarang, Sriwijaya FC, hingga akhirnya menjadi bagian dari skuad Persija Jakarta yang meraih gelar Liga 1 pada 2018. Namun perjalanan gemilang itu sempat terancam kandas akibat cedera lutut parah.

Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube GREAT milik Greg Nwokolo, Maman mengaku dirinya sempat hampir meninggalkan dunia sepak bola. Cedera yang dialami tidak kunjung pulih meski ia sudah menjalani berbagai upaya penyembuhan.

“Memang waktu itu sempat, ketika di Persib Bandung sempat cedera terus ke Sriwijaya cedera lagi dan itu parah. Saya hampir pensiun karena cedera lutut,” kenangnya.

Meski demikian, Maman tidak menjalani operasi. Dokter hanya menyarankan perawatan konservatif karena cedera yang dialaminya masih berada di level yang relatif rendah. Proses penyembuhan ini, ternyata, jauh lebih sulit dari perkiraan.

Menjauh dari Sepak Bola

Waktu berjalan, tapi kondisi lututnya tak juga membaik. Bahkan, rasa sakit masih terus menghantui hingga delapan bulan lamanya. Kekecewaan dan rasa frustrasi membuat Maman mengambil langkah drastis: menjauh dari sepak bola.

“Tapi tidak sembuh-sembuh. Lama sekali. Masih merasa sakit, merasa sakit hampir delapan bulan. Sampai akhirnya saya putuskan saya enggak mau menonton sepak bola, saya enggak mau main sepak bola, enggak mau pusing,” ujar Maman, yang sempat dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Liga Indonesia 2006.

Saat itu, ia memilih fokus menjalani hidup sederhana di rumah sambil terus berharap ada jalan keluar. “Saya fokus santai saja di rumah. Coba sembuhin ini bertahap saja. Kalaupun sembuh saya akan main lagi, kalau enggak sembuh ya mungkin sudah selesai,” tambahnya.

Inspirasi dari Rekan Sesama Pemain

Meski berada dalam fase terberat, Maman tetap menyimpan semangat. Salah satu sumber inspirasinya datang dari dua rekannya di Timnas Indonesia, Bima Sakti dan Boaz Salossa. Keduanya pernah mengalami cedera serius, namun berhasil kembali bermain di level tinggi.

“Tapi saya punya semangat waktu itu saya melihat Bima Sakti dan Boaz Salossa. Dia punya cedera parah tapi bisa kembali lagi. Itu salah satu yang membuat saya semangat, mereka bisa kenapa saya enggak bisa,” tutur Maman.

Semangat itulah yang kemudian memotivasinya untuk kembali mencoba berbagai cara pemulihan. Ia melakukan fisioterapi, latihan ringan, hingga berinisiatif melatih sendiri kekuatannya di rumah. Bahkan, ia mencoba bermain bola bersama anak-anak kecil untuk menguji kemampuan dasar. Dari situ perlahan muncul keyakinan baru.

Momen Unik: Tarkam yang Jadi Titik Balik

Kepastian pulihnya cedera justru datang lewat cara yang tak terduga. Maman menceritakan sebuah momen saat ia bermain di pertandingan antar kampung (tarkam). Dalam laga tersebut, ia terlibat benturan keras dengan pemain asing asal Afrika.

“Sampai akhirnya saya punya semangat lagi nih. Oke, sembuhin dengan fisioterapi segala macam. Di rumah coba sendiri dengan usaha sendiri gitu. Akhirnya dimulai dari yang bawah-bawah. Main bola dengan anak-anak kecil. Serius. Oh, ternyata saya masih jago,” kisahnya.

“Terus bertahap-bertahap. Akhirnya ada momen dimana waktu itu saya sempat main di tarkam juga. Karena saya mau mencoba dan ketemu pemain asing dari Afrika. Saya tabrakan dengan dia. Pum! Tidak ada apa-apa. Tabrakannya di kaki. Saya tidak apa-apa. Dari situ saya mulai percaya diri. Wah, ternyata saya sudah sembuh. Cuma begitu saja,” pungkasnya.

Benturan itu menjadi momen pembuktian bagi dirinya. Dari rasa cemas cedera akan kambuh, berubah menjadi keyakinan kuat bahwa lututnya telah benar-benar pulih. Semangatnya kembali menyala, dan tekad untuk melanjutkan karier sepak bola pun semakin kuat.

Semangat yang Tak Pernah Padam

Kini, meski usianya sudah menginjak kepala empat, Maman tetap dikenang sebagai salah satu bek tangguh yang pernah dimiliki Indonesia. Kisahnya menjadi contoh nyata bahwa perjalanan seorang atlet tidak selalu mulus. Cedera, rasa frustrasi, bahkan keinginan untuk menyerah bisa datang kapan saja. Namun dengan mental baja, inspirasi dari orang sekitar, dan keberanian untuk mencoba, jalan kebangkitan selalu ada.

Bagi Maman Abdurrahman, cedera yang nyaris mengakhiri karier justru menjadi titik balik untuk menemukan kembali cintanya pada sepak bola. Dari menjauhkan diri, merasakan sakit berkepanjangan, hingga akhirnya kembali percaya diri lewat pertandingan tarkam, semuanya adalah bagian dari perjalanan berharga yang membentuk ketangguhan seorang pesepak bola sejati.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index