Jepang

Ratusan Pekerja Indonesia Dibutuhkan Jepang

Ratusan Pekerja Indonesia Dibutuhkan Jepang
Ratusan Pekerja Indonesia Dibutuhkan Jepang

JAKARTA - Permintaan tenaga kerja terampil asal Indonesia di Jepang terus menunjukkan peningkatan. Kondisi ini menjadi peluang besar bagi para pekerja migran, sekaligus tantangan bagi pemerintah dalam menyiapkan tenaga kerja yang benar-benar siap bersaing di pasar global. Salah satu kunci utama yang ditekankan pemerintah adalah kemampuan vokasi yang terintegrasi dengan pembelajaran bahasa Jepang.

Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa bahasa masih menjadi hambatan terbesar bagi calon pekerja Indonesia. “Problem terbesar penyiapan pekerja migran ke Jepang adalah penguasaan bahasa,” ujarnya saat melakukan kunjungan kerja ke Jepang. Menurutnya, keterampilan teknis saja belum cukup, sebab tanpa bekal bahasa, pekerja akan kesulitan beradaptasi di lingkungan kerja maupun kehidupan sehari-hari di Jepang.

Kunjungan delegasi Kementerian P2MI ke Jepang bertujuan memperkuat tata kelola penempatan tenaga kerja, serta memastikan manajemen pelindungan dan pemberdayaan pekerja migran Indonesia (PMI) berjalan lebih terstruktur. Dalam lawatannya, pemerintah berdialog langsung dengan berbagai pihak, mulai dari lembaga pelatihan, perusahaan penyerap tenaga kerja, hingga otoritas pemerintah Jepang.

Salah satu pertemuan penting dilakukan bersama PT Bisa Ruang Nuswantara (BIRU), sebuah perusahaan yang aktif mengembangkan program vokasi berbasis kebutuhan pasar internasional. Diskusi yang digelar membahas mulai dari model pelatihan, sertifikasi kompetensi, hingga mekanisme penyaluran tenaga kerja bersertifikat ke Jepang.

CEO PT BIRU, Kanya, menjelaskan bahwa program vokasi yang mereka jalankan telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Sejak 2018, PT BIRU mengembangkan pelatihan mekanik dan operator alat berat yang diimplementasikan melalui 47 sekolah mitra. Kini, perusahaan memperluas cakupan ke bidang building cleaner, sebuah profesi yang diakui secara resmi oleh Japan Association for Building Maintenance.

“Tahun ini kami siapkan pusat pelatihan dan sertifikasi building cleaner yang sudah diakui di Jepang,” kata Kanya. Menurutnya, kebutuhan tenaga kerja di sektor tersebut cukup tinggi. Sebagai contoh, pada awal tahun terdapat permintaan sebanyak 100 orang untuk posisi building cleaner, dan jumlah itu diperkirakan meningkat hingga 300 orang pada tahun depan.

Pelatihan yang disiapkan PT BIRU berlangsung selama 10 hari dengan biaya sekitar Rp5 juta per peserta. Biaya ini sudah mencakup ujian dan sertifikasi. Dari total peserta yang mengikuti pelatihan, sekitar 34 persen terserap langsung oleh grup BIRU, sedangkan sisanya disalurkan ke perusahaan lain di Jepang. Data ini menunjukkan bahwa jalur pelatihan menjadi salah satu pintu utama yang efektif untuk memfasilitasi penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Menteri Abdul Kadir Karding menilai program tersebut selaras dengan arah kebijakan pemerintah. Ia menyarankan agar pelatihan vokasi, khususnya bidang building cleaner, langsung dipadukan dengan pembelajaran bahasa Jepang. Dengan cara ini, pekerja tidak hanya memiliki keterampilan teknis tetapi juga kemampuan komunikasi yang mumpuni. “Kami siapkan kurikulum, kami bantu sepenuhnya. Harapannya program vokasi bisa membuka jalur penempatan tenaga kerja Indonesia yang terukur dan bersertifikat,” ujarnya.

Langkah pemerintah ini sejalan dengan visi jangka panjang untuk menempatkan pekerja Indonesia di pasar global dengan status yang lebih kuat dan profesional. Tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga berperan sebagai duta keterampilan bangsa di kancah internasional.

Selama kunjungan ke Jepang, delegasi Kemen-P2MI juga bertemu dengan sejumlah pihak strategis. Beberapa di antaranya adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Menteri Kehakiman Jepang Keisuke Suzuki, serta Menteri Agrikultur, Kehutanan, dan Perikanan Jepang. Pertemuan ini ditujukan untuk membahas tata kelola pekerja migran secara lebih komprehensif, mulai dari aspek legalitas hingga mekanisme perlindungan.

Selain itu, delegasi juga menyempatkan diri mengunjungi Prefektur Miyagi. Di wilayah ini, mereka berdiskusi mengenai kondisi pekerja Indonesia yang sudah bekerja maupun mereka yang sedang dalam proses penempatan. Kegiatan ini penting untuk memastikan bahwa aspirasi para PMI tersampaikan langsung, sekaligus memberikan solusi cepat apabila terdapat kendala di lapangan.

Dengan adanya sinergi antara pemerintah, perusahaan pelatihan, serta otoritas Jepang, peluang bagi tenaga kerja Indonesia di negeri Sakura semakin terbuka lebar. Namun demikian, kualitas sumber daya manusia tetap menjadi penentu utama. Tanpa kompetensi yang sesuai kebutuhan industri Jepang dan penguasaan bahasa, peluang tersebut bisa berkurang.

Kebijakan pemerintah untuk terus mendukung pengembangan vokasi merupakan langkah strategis. Program ini diharapkan tidak hanya mampu menjawab permintaan pasar tenaga kerja Jepang, tetapi juga menciptakan model pelatihan yang berkelanjutan bagi sektor lain di negara tujuan berbeda. Dengan demikian, pekerja migran Indonesia memiliki daya saing yang lebih tinggi secara global.

Ke depan, tantangan terbesar tetap terletak pada konsistensi pelaksanaan program vokasi dan bahasa. Pemerintah bersama lembaga pelatihan dituntut untuk menyiapkan kurikulum yang relevan, menyediakan instruktur berpengalaman, dan memastikan sertifikasi yang dihasilkan diakui secara internasional. Apabila semua faktor ini terpenuhi, maka cita-cita menjadikan pekerja migran Indonesia sebagai tenaga profesional unggulan akan semakin mendekati kenyataan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index