Energi

Energi Surya Jadi Pilar Baru Keberlanjutan KAI

Energi Surya Jadi Pilar Baru Keberlanjutan KAI
Energi Surya Jadi Pilar Baru Keberlanjutan KAI

JAKARTA - Pemanfaatan energi terbarukan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi besar PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Melalui pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di berbagai fasilitasnya, perusahaan pelat merah ini bukan hanya mengejar efisiensi biaya, tetapi juga memperkuat citra sebagai penyedia transportasi ramah lingkungan.

Vice President Public Relations KAI, Anne Purba, menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk nyata komitmen perusahaan dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. “KAI ingin menghadirkan transportasi yang ramah lingkungan dari hulu ke hilir, termasuk dari sisi operasional kantor dan fasilitas pendukung. Pemanfaatan energi surya adalah bukti komitmen tersebut,” ujar Anne.

Sejauh ini, KAI telah memasang PLTS di 66 titik, mencakup stasiun, kantor, balai yasa, hingga griya karya dengan kapasitas terpasang mencapai 1.189 kWp. Keberadaan PLTS tersebut mampu menghasilkan energi sekitar 1,66 juta kWh per tahun. Dengan produksi rata-rata 1.400 kWh per kWp, efisiensi yang dihasilkan berimplikasi besar terhadap penghematan biaya operasional.

Jika dikonversikan dengan tarif listrik saat ini yang berada di kisaran Rp 1.444–1.700 per kWh, perusahaan berpotensi menghemat antara Rp 1,86 miliar hingga Rp 2,53 miliar per tahun. Jumlah ini jelas signifikan, apalagi di tengah tantangan efisiensi yang harus terus dijaga oleh BUMN transportasi.

Namun manfaat PLTS tidak semata pada aspek finansial. Menurut Anne, dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar. Penerapan energi surya membuat KAI mampu menekan emisi karbon hingga 1.400 ton CO₂ setiap tahunnya. Dampak positif itu sebanding dengan penanaman lebih dari 60 ribu pohon.

“Manfaat program ini bersifat ganda. Selain mengurangi biaya operasional, penggunaan PLTS juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon,” tegas Anne.

Penerapan PLTS juga dilakukan di berbagai titik strategis. Bukan hanya di stasiun besar yang menjadi wajah utama KAI di mata publik, tetapi juga di balai yasa yang berfungsi penting dalam perawatan armada. Dengan cara ini, prinsip energi bersih benar-benar merasuk ke dalam seluruh rantai operasional perusahaan.

Ke depan, KAI tidak berhenti pada capaian saat ini. Perusahaan menargetkan pemasangan PLTS tambahan di 23 lokasi lain. Rencana tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan bauran energi nasional melalui pemanfaatan energi terbarukan.

“Kami ingin setiap langkah modernisasi KAI selalu memiliki sentuhan keberlanjutan. Energi surya menjadi salah satu kunci untuk memastikan perjalanan masa depan yang lebih hijau,” tambah Anne.

Langkah ini juga menjadi bagian penting dalam roadmap Environmental, Social, and Governance (ESG) KAI. Perusahaan menempatkan isu lingkungan sebagai fondasi utama, berdampingan dengan aspek sosial serta tata kelola. PLTS melengkapi beragam inisiatif keberlanjutan lain yang telah dijalankan, mulai dari elektrifikasi kereta, digitalisasi tiket untuk mengurangi penggunaan kertas, daur ulang seragam pegawai, hingga penyediaan water station gratis di stasiun.

Pendekatan yang dilakukan KAI menunjukkan bahwa transportasi publik tidak hanya berperan dalam menyediakan mobilitas, tetapi juga dalam menyokong transisi energi nasional. Dengan PLTS, KAI memberikan teladan bahwa BUMN transportasi bisa menjadi pionir dalam menekan jejak karbon dan menjaga bumi.

“Perjalanan bersama KAI bukan sekadar mobilitas dari satu titik ke titik lain, tetapi juga ikhtiar bersama menjaga bumi. Dengan energi surya, kami ingin menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat diwujudkan secara nyata dan memberi manfaat langsung bagi generasi mendatang,” tutup Anne.

Melihat langkah KAI tersebut, dapat dikatakan bahwa inovasi dalam transportasi masa kini bukan hanya diukur dari kecepatan layanan atau kenyamanan penumpang. Justru keberlanjutan menjadi indikator baru yang semakin penting. Upaya KAI memperluas PLTS adalah wujud bahwa transportasi modern harus selaras dengan upaya global melawan perubahan iklim.

Selain itu, keberhasilan KAI menekan biaya listrik hingga miliaran rupiah per tahun juga memberikan ruang gerak lebih luas bagi perusahaan untuk mengalokasikan anggaran ke sektor lain. Misalnya, peningkatan layanan, peremajaan sarana, maupun investasi teknologi baru. Hal ini menciptakan lingkaran positif: efisiensi biaya menghasilkan layanan lebih baik, yang pada akhirnya juga meningkatkan kepuasan pelanggan.

Bagi pemerintah, langkah KAI tentu mendukung target peningkatan bauran energi terbarukan yang ditetapkan nasional. Dengan menargetkan 23 lokasi tambahan pada tahun berikutnya, kontribusi KAI bisa menjadi model bagi BUMN lain untuk ikut serta dalam implementasi energi hijau.

Lebih jauh, penerapan PLTS di stasiun dan kantor KAI juga memiliki nilai edukasi. Penumpang yang melihat langsung fasilitas berbasis energi surya akan terdorong untuk semakin menyadari pentingnya transisi energi. Dengan demikian, program ini bukan hanya soal penghematan dan keberlanjutan internal perusahaan, tetapi juga menjadi sarana kampanye publik.

Dari perspektif jangka panjang, jika langkah KAI diikuti oleh operator transportasi lain, potensi pengurangan emisi di sektor transportasi akan sangat besar. Energi surya yang kini menjadi pilar baru keberlanjutan KAI bisa menjadi motor penggerak bagi perubahan industri transportasi nasional menuju arah yang lebih ramah lingkungan.

Dengan demikian, pemanfaatan PLTS oleh KAI tidak hanya membawa manfaat langsung berupa penghematan miliaran rupiah dan pengurangan emisi ribuan ton CO₂, tetapi juga meneguhkan posisi KAI sebagai pionir transportasi hijau di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index