Listrik

Diskon Listrik Kembali Dibahas

Diskon Listrik Kembali Dibahas
Diskon Listrik Kembali Dibahas

JAKARTA - Diskon tarif listrik kembali masuk dalam radar pemerintah sebagai salah satu opsi stimulus ekonomi untuk paruh kedua tahun ini. Meski belum ada keputusan resmi, kebijakan ini sedang dalam tahap pembahasan, seiring dengan evaluasi efektivitas stimulus serupa yang telah diterapkan pada awal tahun.

Analis Kebijakan Madya di Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Riznaldi Akbar, menjelaskan bahwa rencana pemberian diskon tarif listrik merupakan kelanjutan dari paket kebijakan stimulus yang pernah diberikan sebelumnya. Tujuannya tidak lain adalah mendorong konsumsi domestik dan menjaga agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap berada di kisaran lima persen.

“Bukan kebijakan yang baru sebenarnya, lebih hampir sama yang di kuartal I dan kuartal II kemarin. Jadi kontinuasi dari yang sebelumnya, kalau kemarin ada misalnya diskon listrik, ada untuk yang tiket, BSU juga masih ada di kuartal II,” ujar Riznaldi di sela kegiatan International Battery Summit 2025.

Riznaldi menjelaskan bahwa pemerintah sebelumnya telah memberikan sejumlah stimulus ekonomi dalam bentuk diskon tarif transportasi, Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga diskon tarif listrik. Diskon listrik sempat digelontorkan pada Januari dan Februari lalu dengan besaran 50 persen. Insentif tersebut menyasar pelanggan rumah tangga PT PLN (Persero) dengan daya 450 VA, 900 VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA.

Namun pada kuartal II, rencana pemberian diskon tarif listrik kembali muncul meski akhirnya batal direalisasikan. Pemerintah awalnya sempat mempertimbangkan menerapkan diskon sebesar 50 persen untuk bulan Juni dan Juli bagi pelanggan rumah tangga di bawah 1.300 VA. Namun kebijakan itu urung diterapkan karena berbagai pertimbangan.

“Diskon listrik itu kan di kuartal I ya, di kuartal II itu kalau lihat enggak ada ya, karena kita masih monitoring efektivitasnya. Karena itu besar, paket stimulusnya itu besar,” ungkap Riznaldi.

Alasan utama pembatalan kebijakan tersebut pada kuartal II adalah perlunya kajian lebih dalam terkait seberapa efektif stimulus ini dalam menggerakkan roda perekonomian. Selain itu, pemerintah juga tengah menyelesaikan proses pembayaran kompensasi kepada PT PLN atas pelaksanaan program sebelumnya.

“Kita masih ada proses pembayarannya sebenarnya, dengan DJA (Direktorat Jenderal Anggaran), PLN, kompensasinya itu. Nah itu kita masih dalam proses monitoring evaluasinya,” lanjut Riznaldi.

Evaluasi ini menjadi bagian dari mekanisme kehati-hatian fiskal yang dijalankan oleh pemerintah. Mengingat alokasi dana untuk stimulus semacam diskon tarif listrik cukup besar, maka perlu dilihat sejauh mana dampaknya terhadap konsumsi masyarakat serta efektivitasnya dalam menjaga stabilitas daya beli.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga pernah menyampaikan bahwa diskon listrik untuk bulan Juni dan Juli tidak jadi dilaksanakan lantaran keterbatasan dalam penganggaran. Dana yang sebelumnya direncanakan untuk insentif tersebut kemudian dialihkan ke program lain yang lebih mendesak, yaitu Bantuan Subsidi Upah (BSU).

Pengalihan anggaran tersebut bukan tanpa pertimbangan. Pemerintah melihat bahwa BSU pada periode tersebut dianggap lebih tepat sasaran dalam menjaga daya beli masyarakat. Ini karena BSU menyasar langsung kelompok masyarakat pekerja dengan pendapatan rendah yang terdampak fluktuasi ekonomi.

Dengan mempertimbangkan dinamika yang ada, diskon tarif listrik kini kembali menjadi opsi yang dipertimbangkan untuk diterapkan pada kuartal III dan kuartal IV. Langkah ini diproyeksikan sebagai bagian dari paket stimulus akhir tahun, terutama menjelang periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), yang biasanya diiringi dengan peningkatan aktivitas konsumsi.

Tujuan utama dari strategi tersebut tetap sama: menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berharap bahwa dengan tambahan stimulus, konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tetap terjaga dan mampu menyumbang pertumbuhan di tengah ketidakpastian global.

Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan lima paket stimulus ekonomi untuk bulan Juni dan Juli. Sayangnya, diskon listrik tidak termasuk dalam daftar stimulus yang terealisasi. Hal ini juga dibenarkan oleh pihak Kementerian Keuangan, yang menyebut bahwa kendala penganggaran menjadi alasan utama.

Langkah pemerintah untuk kembali membuka opsi diskon tarif listrik menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih dinilai memiliki potensi untuk mendukung pemulihan ekonomi. Namun, keputusan akhir akan sangat tergantung pada hasil evaluasi efektivitas kebijakan di masa sebelumnya, serta ketersediaan anggaran di paruh kedua tahun ini.

Dalam konteks fiskal, kehati-hatian tetap menjadi prinsip utama. Dengan beban subsidi energi yang cukup besar dan masih adanya kompensasi yang harus dibayarkan kepada PLN, setiap insentif yang diberikan perlu dihitung secara matang agar tidak menimbulkan tekanan tambahan terhadap APBN.

Pemerintah juga mempertimbangkan faktor teknis di lapangan, termasuk kesiapan sistem distribusi listrik, kesiapan perusahaan penyedia layanan, dan sistem pelaporan yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas program. Hal ini menjadi bagian dari reformasi tata kelola subsidi agar lebih tepat guna dan tepat sasaran.

Meski belum ada kepastian kapan diskon tarif listrik akan kembali diberlakukan, sinyal dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pembahasan kebijakan ini masih terbuka. Masyarakat tinggal menunggu realisasinya dalam paket stimulus yang akan diumumkan untuk kuartal III dan IV mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index